1. how they met

602 75 15
                                    

pagi ini, jiwon datang ke toko buku G, dia pribadi menyempatkan waktu untuk membaca buku sesering mungkin.
wanita cantik itu menyusuri rak buku sambil berdoa jika buku yang ia cari ada. masalahnya, sudah lama buku tersebut tidak dijual, ketika beredar lagi, Jiwon telat mengetahuinya. itulah kenapa sekarang ia harap-harap cemas.

wanita itu mengetik huruf demi huruf pada keyboard, memastikan stok bukunya ada. ahaa! jiwon menemukannya. akan tetapi, hanya tertulis 1 buku yang tersisa. sekarang ia mulai panik dan menyusuri jajaran rak-rak buku yang lebih tinggi darinya. Singen und Sagen, karya Grosse Deutsche Balladen book edisi terjemahan.

buku tersebut terpampang di rak, hanya 1 buku di antara judul-judul lain, ia berusaha meraihnya seperti meraih cita-cita. greb. tangan lain lebih dulu mengambilnya, sedangkan jiwon mendelik sebal. “hei! aku udah duluan?”

lelaki itu menoleh ke arahnya, lalu ia melirik buku yang ia pegang. “tapi saya duluan yang ambil. ini toko buku umum, dan buku ini bukan milikmu.”

jiwon mendelik kesal. namun suaranya melemah, “aku benar-benar mencari buku itu, tapi hanya tersisa 1 dalam tanganmu sekarang... jika aku harus menunggu lagi, aku tidak tahu harus berapa lama....” cicitnya penuh harap. demi Tuhan dia melemas, pecinta buku harus merelakan wishlist karena tangannya tak sampai.

lelaki itu menatap wajah rupawan jiwon, lalu menimang buku yang ia pegang. lantas mengulurkan buku itu pada jiwon, wanita itu riang, namun saat hendak mengambilnya, pria yang jauh lebih tinggi darinya itu menarik bukunya hingga tubuh jiwon menabraknya.

“berapa nomor teleponmu?”

Jiwon mendongak kaget atas pertanyaan yang dilontarkan untuknya. lelaki itu menaikkan kedua alisnya, “bagaimana?”

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

“jadi, kau sering kesini? kenapa aku baru melihatmu?” tanyanya usai mengunyah roti.

benar. setelah negosiasi tadi, jiwon mendapatkan bukunya. tentu saja dengan barter nomor teleponnya. sebenarnya dia tahu maksud dan tujuan lelaki asing ini. namun dia tidak peduli, buku ini jauh lebih penting untuk dimiliki. lalu jiwon menawarkan untuk sarapan bersama, ya hitung-hitung sebagai rasa terimakasih. aneh rasanya jika nomor telepon menjadi alat tukar.

lelaki itu menatapnya, “mungkin karena kita tidak pernah datang di hari yang bersamaan. tapi kebetulan hari ini kita datang di hari yang sama.” jawabnya.

lelaki itu mengusap ujung bibir jiwon yang kotor dengan sapu tangan. “hei! bukannya aku makan dengan rapi?” protes jiwon kecil. Soohyun tersenyum dan menggeleng.

“nona jiwon, tidak ada yang menjamin buku itu akan rilis lagi dalam waktu dekat. setidaknya, bisakah aku meminjamnya darimu?” protesnya panjang. mendengarnya, jiwon tersenyum lalu mengangguk.

jiwon menggeleng, “no problem. sini kemarikan handphone-mu.” katanya. lalu soohyun memberikan ponselnya pada jiwon, lantas wanita itu mengetik beberapa digit nomor dan memberikannya kembali pada soohyun.

kring kring kringgg

ponsel jiwon berdering dari panggilan tidak dikenal, wanita itu melihat soohyun tertawa dengan melihatkan layar ponselnya. lelaki itu menelponnya. jiwon tergelak, “tidak percaya, ya?” lantas soohyun mengendikkan bahunya.

.
.
.
.
.

“oh... jadi, ternyata kaulah Jiwon Jiwon yang terkenal itu?”

Jiwon memukul pelan bahu Soohyun, “tidak seterkenal itu ah.” ucapnya sambil tertawa. senyumnya indah sekali, sepertinya sang surya juga terkesima.

“Aku juga berada di dunia yang sama denganmu. dunia badan amal dan relawan, bedanya aku hanya untuk mengisi waktu luang. sedangkan kau, sepertinya, seumur hidup, ya?” jelasnya. jiwon tersenyum mengangguk setelahnya.

wanita itu berpikir sejenak, “Lusa ada acara amal di panti jompo mutiara. apa kau hadir?”

soohyun menegak kopinya, lalu mengangguk. “kalau acaranya terbuka, aku akan datang.” terangnya. Jiwon tersenyum, dengan mengacungkan jempol di depannya.

“oke kalau begitu, sepertinya aku harus kembali.” pungkas jiwon sambil melihat jam tangan di pergelangan kiri tangannya. begitu juga soohyun yang melirik jam tangan tersebut. “boleh aku antar?” tawarnya. mendengarnya, jiwon terkekeh.

“sepertinya kau ingin menunjukkan sikap bahwa kau adalah gentleman? benar?” katanya sembari mengangkat kedua alis serta melipat bibirnya. mendengarnya, Soohyun tertawa juga. “terserah apa pendapatmu, tapi aku akan mengantar dewi amal dunia.” lantas mereka berdua tertawa lepas bersama, seolah sudah lama saling mengenal.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

“selamat datang para hadirin yang berbahagia, pagi hari yang cerah ini, kami membuka acara resmi yakni sharing is caring bersama mutiara nursing home. kami sangat bahagia dengan antusias para relawan dan donatur, jadi kami berharap acara ini akan berjalan lancar seperti seharusnya. sebelum kami memberitahu rinciannya, kami ingin memberi sambutan untuk nona Baek Jiwon selaku donatur utama dan penggagas konsep. beri tepukan tangan semuanya....”

riuhan tepuk tangan itu terdengar, pembawa acara memberikan microfon pada jiwon, yang diterima oleh wanita tersebut.

“selamat pagi semuanya... terima kasih banyak sudah memberikan kesempatan bagi saya untuk berbicara di depan kalian. sebagaimana harapan mc, saya juga berharap acara ini berlangsung lancar. jadi saya mohon kerjasama bagi kita semua. terima kasih.” ujarnya dengan senyuman manis, lalu mengembalikan microfonnya.

suara mc kembali terdengar, sedangkan jiwon turun dari panggung. berjalan ke arah soohyun yang tadi merekamnya, senyumnya merekah seperti bunga matahari yang disinari matahari. “hei kau benar-benar datang.” katanya. Soohyun mengendikkan bahunya, “apapun untuk teman baruku.” lalu jiwon tertawa, mudah sekali bagi dia tertawa bersama teman barunya ini. efek bertahun-tahun tidak membuka hati.

Mereka berdua berjalan di pinggir kolam air mancur dekat panti, lalu duduk di kursi dekat taman. “aku sudah menyelesaikan buku itu.” ucapnya antusias. soohyun tersenyum, “benarkah? cepat sekali.”

jiwon tertawa kecil, “bukunya tidak tebal. lagipula sudah lama menjadi wishlist, untuk apa jika tidak langsung dibaca?”

“kalau begitu lain kali akan aku pinjam. ngomong-ngomong nona jiwon, apakah ini artinya kita sudah berteman?”

jiwon mengangkat kepalanya, menatap sang lawan bicara. “biar aku pertimbangan dulu, mmmm....”

jiwon berdiri, diikuti oleh Soohyun. wanita itu berjalan pelan, kedua tangannya terlipat di depan perut, seolah sedang memikirkan hal yang sangat serius. tak lama ia memutar tubuhnya, “oke, kita berteman.”

senyuman keduanya merekah, bahkan burung-burung di dekat air mancur beterbangan.

Soohyun mengulurkan tangannya, “teman?” jiwon merekah, membalas uluran tangannya. “deal.”

















.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

200424

Behind The Life Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ