21. Pamit

424 62 21
                                    

Kini yang tersisa hanya lah detik-detik terakhir sebelum prajurit Winterfall harus berangkat ke Zeatys. Para pria berseragam lengkap dengan armor itu bersama-sama berdiri di depan kastel dan mengucapkan salam perpisahan pada keluarga, teman, dan kerabat masing-masing.

Peperangan bukanlah hal sederhana. Ada banyak yang harus dipertaruhkan. Mulai dari waktu, tenaga, bahkan hingga nyawa.

Tidak sedikit yang menangis ketika harus melepas orang tersayang mereka ke tanah penuh konflik karena tidak ada jaminan jika mereka bisa pulang cepat dengan selamat atau tanpa luka-luka.

Karena itu, nuansa biru begitu kental menyelimuti atmosfer Winterfall saat ini.

"... Sophia."

Gadis pemilik nama yang semula tengah memerhatikan pemandangan di sekeliling sontak menoleh ke sumber suara. Diam-diam ia bergumam di dalam hati.

'Pada akhirnya ia tetap memutuskan untuk tidak bersikap kaku kepadaku walaupun aku sudah menarik garis batas.'

Tapi Sophia berpura-pura abai dan lebih memilih untuk tetap bersikap seperti biasa seakan tidak ada yang berbeda dari sikap Magnus kepadanya.

"Ya, Yang Mulia?" balasnya seraya tersenyum tipis—senyum kapitalis.

"Aku titip Winterfall ya? Aku percayakan semuanya kepadamu."

Ini bukan kali pertama Magnus menitipkan wilayah di bawah pimpinannya pada Sophia. Beberapa waktu lalu, Magnus juga pernah menyerahkan seluruh otoritas Winterfall pada Sophia, ketika ia pergi membasmi anjing gila.

Tapi kali ini pasti akan berbeda. Karena berbeda dari sebelumnya yang hanya sebentar, kepergian Magnus kali ini tidak mungkin berakhir hanya dalam hitungan hari. Setidaknya butuh waktu agak panjang untuk mengakhiri perang.

Sophia tidak mengatakannya, tapi sejujurnya ia sedikit mencemaskan situasi itu.

Apakah selama beberapa waktu ke depan dirinya masih bisa berada di sini?

Terlepas dari itu, entah sampai kapan ia bisa bertahan di tanah ini, setidaknya Sophia harus mencoba dan berusaha keras untuk menjalankan tanggung jawab yang dirinya terima.

"Saya akan menjaga Winterfall seolah tanah ini merupakan rumah saya sendiri. Jadi jangan khawatirkan Winterfall, Yang Mulia. Pikirkan saja bagaimana caranya membawa diri anda dan para prajurit kembali dengan selamat."

Sophia tahu kata-kata penghiburan seperti inilah yang paling Magnus perlukan untuk saat ini.

Walau terlihat tenang, Magnus pasti cemas. Karena bagaimanapun juga, yang namanya peperangan tetaplah peperangan. Ini adalah situasi di mana hidup dan matinya dipertaruhkan—semata-mata hanya demi uang.

Terdengar miris memang.

Magnus tersenyum tipis seraya mengangguk-anggukkan kepala. Ia merasa senang karena bisa menerima ketulusan hati Sophia.

"Jika kau tidak keberatan, bolehkah aku meminta satu hal lagi?"

Sophia mengangguk. "Tentu, Yang Mulia. Apa itu?"

Mendapat respons positif, Magnus pun kembali melanjutkan kata-katanya seraya mengusap tengkuknya dengan setengah kikuk.

"Eum ... selama aku pergi, maukah kau mengirimiku surat?"

Tanpa pikir panjang, sekali lagi Sophia mengangguk kukuh, tanda setuju.

'Seharusnya itu tugas Tuan Leon, tapi ...'

"Baik. Saya akan menuliskan laporan terkait situasi Winterfall secara rutin untuk anda. Sehingga, walaupun anda sedang tidak berada di sini, anda bisa tetap tahu kondisi terbaru di Winterfall."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 17 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Limited TimeWhere stories live. Discover now