Vanessa menghela napas pelan, tadinya ia pikir bisa langsung pulang dan tidur di kamar yang sudah sangat ia rindukan. Bisa saja ia langsung pulang ke Hambalang jika ajudan Mas-nya yang menjemput, tapi Vanessa hanya ingin Mas-nya yang jemput karena sudah lama sekali tidak bertemu intens atau hanya sekedar mengunjunginya ke rumah sakit, mengingat Kakeknya yang beberapa minggu lagi akan dilantik, pekerjaan Mas-nya itu semakin padat dan tak ada waktu untuk menjenguk dirinya.

Mengingat hanya menghitung beberapa hari lagi sebelum Kakek dilantik, ia juga mengingat jika Mas-nya akan kembali ke batalyon dan melanjutkan pendidikannya. Meninggalkannya sendirian entah berapa lama. Rasa tidak tenang dan rasa semakin gelisah menyelimutinya, hal yang ia takutkan akan semakin mendekat. Keputusan atau pun omongan hal lanjut mengenai hubungan dirinya dengan Mas belum permulaan, entah itu dari dirinya atau pun Mas. Bukan belum ada permulaan, tapi karena memang mereka sibuk satu sama lain, bertemu saja sangat jarang, hanya bermodalkan video call atau mengirim pesan. Itu pun juga tidak intens.

Semakin Vanessa pikirkan, semakin membuatnya lelah dan tak menemukan solusi. Saat ini lebih baik ia tidur sembari menunggu Mas akan menjemputnya nanti sore.

Vanessa merebahkan tubuhnya di kasur kamar koasnya, menatap langit-langit kamar itu dengan perasaan gusar. Walaupun kepalanya sangat berisik, akhirnya ia bisa tertidur juga dengan keadaan ia masih memakai seragam koasnya karena memang matanya sudah tak sanggup untuk menahan rasa kantuk dan tak ada tenaga hanya sekedar mengganti baju.

Beberapa jam kemudian, ketika waktu sudah mendekati malam, matahari terbenam dan kembali ke singgasananya, beberapa telfon yang masuk ke dalam ponselnya terus berbunyi. Hingga gadis itu tersadar dan melihat siapa yang menelfonnya berkali kali.

Ternyata Mas-nya.

Vanessa mengetik beberapa kalimat untuk membalas pesan Mas. Ia segera bangun dan merapikan barang-barangnya, serta merapikan rambutnya yang sangat berantakan itu. Ia sisir sebentar dan mencepol asalan. Langsung keluar dari kamar koasnya dengan muka bantal serta menggedong tas ranselnya.

Vanessa melangkah dengan cepat karena sepertinya Mas sudah terlalu lama menunggunya di lobby rumah sakit karena ia sulit sekali bangun hingga akhirnya ia berlari kecil dan sampai di depan pintu lobby.

Matanya langsung menangkap mobil hitam dove fortuner dan langsung berlari ke arah mobil itu. Sedangkan dari dalam, Mas tersenyum lebar ketika melihat sosok perempuan mungil dengan tas ransel dan seragam koasnya berwarna pink muda itu berlari ke arah mobilnya.

"Halo sayang." Sapa Mas ketika melihat Vanessa membuka pintu mobilnya dan langsung duduk disebelahnya.

Gadis itu langsung memasang muka memelas. "Mas maaf banget sumpah, telfon kamu lama banget nyadarin aku."

Mas membawa gadisnya itu ke pelukannya. "Gapapa sayang, justru mas nggak enak bikin kamu nunggu dan gangguin tidur kamu."

"Ya ampun sayang, kangennya." Lanjut Mas dengan helaan napas panjangnya.

"Sama, kangen banget. Makanya aku rela nungguin kamu selesai ngantor." Gadis itu membalas pelukannya.

"Beberapa hari ini energi Mas nggak kayak biasanya." Ucap Laki laki itu.

"Kenapa?"

"Iya, mas nggak bisa ngecharge energi. Biasanya kalau capek kerja, mas pasti usahain ke rumah sakit sekedar lihat kamu, itu udah ngisi energi mas. Tapi, akhir akhir ini justru mas nggak kesini karena kerjaan, maaf ya sayang?" Mas sangat merasa bersalah, karena janjinya dulu bagaimana pun kesibukannya, akan selalu ia usahakan untuk melihat gadis kesayangannya.

"Nggak papa mas, aku ngerti juga jadwal Kakek makin parah padatnya." Gadis itu mengelus punggung Mas-nya yang dibaluti pakaian pdhnya sehari-harinya.

"Udah makan sayang?" Tanya Mas-nya, mereka akhirnya melepas pelukan itu setelah beberapa menit saling melepas rindu dan mengisi energi satu sama lain.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now