[HTS - 4]

70 17 0
                                    

Zeyya baru selesai mandi saat terdengar suara motor dan bunyi klakson dari arah depan. Suara langkah kaki kecil yang berlari dan menyerukan, "Kakak Rian dataaaangggg...," menyusul kemudian. Pintu depan rumah dibuka oleh Zalina, sementara Zeyya masih berada dalam kamar mengganti pakaian.

Rian menepati janjinya, menemani berbelanja kebutuhan pangan.

Begitu Zeyya keluar kamar, Rian menggandeng tangan Zalina tengah masuk ke dalam rumah. Seperti biasa Rian menanyakan aktivitas seru Zalina, membuat anak usia enam tahun berbicara seru.

"Udah beres semua ya, kerjaan?"

Itu sapaan yang wajar, Rian duduk di kursi ruang tamu dan mengiakan pertanyaan Zeyya.

"Kita mau berangkat sekarang?"

Melihat Zeyya sudah siap mengganti pakaian rapi.

"Makan dulu, yuk! Gue tadi habis masak."

"Masak apa? Perasaan lo bilang kulkas lo kosong."

"Kan ada penjual sayur yang suka lewat, gue beli yang bisa di masak buat hari ini."

"Kakak Mama masak ayam goreng, enakkk banget loh," tukas Zalina antusias, setelah sepintas ia teralihkan dari boneka kecil yang dibawakan Rian untuknya.

Bukan boneka mahal, tetapi reaksi Zalina membuat Rian senang.

"Oh ya? Kakak jadi penasaran gimana rasanya." Rian menjawab kepada Zalina.

Zeyya bisa memasak. Tentu saja, keadaan memaksanya harus bisa memasak. Jika orangtuanya masih hidup basic life skill itu mungkin dia pelajari lebih lambat. Kenyataannya dia belajar diajari Bulik, demi menghemat. Kebiasaannya dulu jajan di luar.

Duduk di meja makan lebar furniture peninggalan mendiang orangtuanya, mereka bertiga duduk di sana. Zalina mengoceh bahwa dia menyukai boneka berwarna kuning pemberian Rian dan berjanji tidak akan sering membawanya keluar agar tidak mudah kotor.

"Boneka itu dibeliin biar bisa dimainin, buat apa disimpen?" Rian agaknya tidak terlalu setuju, "harganya murah, nanti kakak beliin lagi."

"Nggak! Aku suka ini. Kalau dibawa keluar ntar kucel, kata Kakak Mama, mainan harus dijaga biar awet. Iya kan, Ma?"

Zeyya mengangguk, sambil meletakan piring berisi nasi di depan Rian.

"Jangan ajarin Zalina boros," dia berbisik.

"Bonekanya bahkan nggak lebih dari lima puluh ribu."

"Lo nggak lihat dia udah jatuh cinta sama boneka itu? Bakal lebih ribet nanti buat cari model dan warna yang sama semisal yang itu rusak."

Sejak dini Zeyya susah payah mengajarkan Zalina disiplin merapikan permainan, menyimpan mainannya sesuai tempatnya.

Ada pula yang ia sadari sebelum ia merasakan jatuh cinta yang seharusnya ia lewati di masa ia berkuliah. Punya anak itu tidak mudah. Tidak sekadar diberi makan, diberi tempat tinggal yang nyaman atau pakaian yang bagus.

"Nanti gue cari lagi kalo rusak."

Rian berpikir praktis.

"Tsk!"

Zeyya berdecak, kenapa Rian begitu keras kepala?

"Rian, dia adik gue. Mungkin masalah boneka ini sepele tapi nggak akan sesepele itu. Ini menyangkut pola pikirnya."

"Gue juga paham maksud lo, tapi masa dia nggak bebas main perkara lo mau dia jadi hemat? Biarin dia leluasa buat main. Zalin masih anak-anak."

"Gue bukan ngajarin anaknya pelit tahu!"

HTS (HOLY SHIT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon