Jika Vanessa adalah Bumi, maka Mayted adalah Bulannya. Kemanapun Bumi berputar, Bulan juga ikut kemanapun Bumi pergi. Bahkan ketika Bumi sedih dan lelah, Bulan tak akan meninggalkannya, karena Bumi dan Bulan hanya memiliki satu sama lain.

"Adek..." Panggil Mamanya, laki laki itu tengah bermain piano di ruang tengah rumahnya. Sudah beberapa hari Mama dan Papa menginap di rumahnya.

"Iya ma?" Sahut Mayted sedikit berteriak, karena sepertinya Mama berjalan dari arah dapur.

"Sini." Perempuan yang sudah berumur itu menepuk sofa disebelahnya. Menyuruh anak bungsu laki lakinya itu duduk disebelahnya. Mayted beranjak dari kursi pianonya, tak ia lanjutkan lagi karena Mama memanggilnya.

"Besok lanjut kegiatan Bapak ya? Hanya hari ini saja dapat jatah libur?" Tanya Mama.

"Iya ma, besok ada Kunker lagi di beberapa daerah, kayaknya ada juga sama beberapa menteri dan Pak Jokowi." Mayted mendaratkan pantatnya duduk disebelah Mamanya.

"Katanya semua Cucu Bapak udah pada jarang di rumah?"

Mayted mengangguk. "Iya, udah sepi banget rumah di Hambalang maupun Kertanegara. Vanessa sama Ati udah kayak pindah rumah, jarang banget pulang, setiap hari di rumah sakit, sebulan belum tentu pulang. Habib sama Bintang udah sibuk kerja juga kan setelah wisuda kemarin. Bintang udah mulai masuk posisi di partai sedangkan Habib bentar lagi bakal join di Freeport Ma. Rumah nggak ada lagi tuh keributan mereka berempat. Kadang kadang Bapak sedih kalau liat isi rumah udah beda, Bapak juga nggak sekali dua kali ngecek kamar mereka berempat masing masing dan duduk di ranjang mereka. Rumah sekarang ramai karena Ajudan/Sekpri/ADC aja Ma, atau ya tiap hari memang ramai karena tamu Bapak."

"Kadang Bapak juga sering curhat sama Adek atau sama yang lain, Saya kangen dengan cucu cucu saya, saya rindu kebersamaan dengan cucu cucu saya, saya rindu ditemani kerja sama mereka, saya bahagia mereka sudah punya jalan hidupnya masing masing, tapi saya juga sedih ternyata pada akhirnya mereka nggak akan selamanya sama saya. Saya semakin tua dan mereka semakin melangkah untuk terus mengejar kehidupannya."

Mama yang mendengar cerita anaknya tentang Keluarga Pak Prabowo turut sedih dan hatinya terasa diiris pisau mendengar kisah yang cukup menyedihkan dan pilu itu.

"Namanya hidup dek, semakin dimakan waktu, semakin banyak hal yang sudah dilewati, tugas kita hanya terus melangkah dengan kenangan yang akan terus berdampingan dengan hidup kita." Ujar Mama, mengelus paha anak bungsunya itu.

"Vanessa gimana? Anak cantik itu kabarnya gimana dek? Mama kangen loh. Belum ada libur ya?"

Mayted tersenyum simpul. "Jangankan Mama, Adek juga kangen. Padahal udah sering temuin dia di rs, tapi tetap aja."

"Sibuk banget ya?"

Mayted mengangguk pelan, setiap hari ia merindukan gadisnya. "Kayaknya dua minggu sebelum Bapak dilantik udah selesai stase nya yang sekarang. Tapi kayaknya beberapa hari ke depan ada kemungkinan pulang-pergi rumah sakit. Tapi itu juga belum pasti."

"Dek, kamu serius sama Vanessa?" Sepertinya Mayted mengerti arah pembicaraan ini.

"Iya ma, serius. Adek bertahun tahun loh menutup diri, dan ini akan jadi awal dan akhir hidup Adek, Ma." Ucap Mayted.

"Sudah pernah bicarakan ini sama Vanessa?" Tanya Mama lagi.

"Kalo ngomongin serius banget belum, tapi Adek sering bercanda ajakin dia pengajuan." Sahut Mayted.

"Respon Vanessa gimana?"

"Belum siap, Ma." Ada rasa sedih ketika laki laki itu mengatakan kepada Mamanya.

Mama terdiam beberapa saat melihat anak bungsunya ini tertunduk, menatap gelas berisi teh itu dengan tatapan kosong. Ia paham perasaan anaknya. Keinginan dan tekad anaknya itu sudah ada, tapi gadis yang ia cintai itu belum kunjung memberi jawaban dan kepastian. Ia paham perasaan anaknya itu.

He Fell First and She Never Fell?Kde žijí příběhy. Začni objevovat