Kamsahamnida, Kim Dongbhin

Mulai dari awal
                                    

Hyunsik tertunduk dan membiarkan airmatanya menetes. Sedangkan, Leo sejenak memandangi Hyunsik.

"Hyunsik-hyung, aku... mau lihat keadaan Zayyan," Leo pun pamit. Saat Leo hendak berdiri, tiba-tiba Hyunsik memegang tangan Leo.

Hyunsik masih menunduk. "Tolong... temani aku sebentar."

Leo tidak jadi meninggalkan Hyunsik dan harus menemaninya. Ia pun duduk disamping Hyunsik.

"Aku takut," kata Hyunsik.

Leo terdiam sejenak. "Tidak perlu takut, hyung. Kita cuma bisa berharap Dongbin baik-baik saja."

Tapi perasaan khawatir dalam hati Hyunsik tidak juga hilang. Hyunsik takut kehilangan sahabat yang ia sayangi akibat kecelakaan ini.

Leo memandang Hyunsik yang membiarkan airmatanya terus menetes. Kemudian, Leo pun memeluk Hyunsik dengan hangat untuk menenangkannya.

Mata Leo berkaca-kaca. Ia terbawa perasaan, dan hanya bisa berkata dalam hati, "aku mohon... jangan sampai perasaan cintaku terhadap Hyunsik muncul lagi. Aku hanya tidak ingin melihat Hyunsik menangis."


****


Sementara itu, di dorm.

Wain membawa nampan kecil dengan segelas susu hangat diatasnya, lalu mengetuk pintu sebuah kamar. Saat ia mencoba membukanya, ternyata tidak dikunci.

"Annyeong," sapa Wain sambil perlahan memasuki kamar. Di ranjang, terlihat punggung Beomsoo yang tiduran dengan posisi membelakanginya. Itu adalah kamar Beomsoo dan Hyunsik. Karena Hyunsik sedang menjenguk Dongbin di Rumah Sakit, maka Beomsoo hanya sendirian dikamar itu.

Wain meletakkan segelas susu yang dibawanya diatas meja, lalu duduk disebelah ranjang. Dari belakang, tangan Wain membelai-belai kepala Beomsoo dengan lembut. Hal itu membuat Beomsoo mengubah posisinya menjadi telentang dan bisa memandang Wain.

"Beomsoo, gwenchana?"

Beomsoo hanya mengangguk, lalu ia duduk dan menyandarkan punggungnya di dinding.

Wain mengambil segelas susu hangat diatas meja dan memberikannya pada Beomsoo. "Aku membuatkannya untukmu. Minumlah."

Lalu, Beomsoo pun meminumnya. "Wain, gomawo."

Wain mengangguk dan kembali meletakkan gelas itu keatas meja. "Beomsoo, bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik? Sudah minum obat, belum?"

Beomsoo hanya mengangguk. Satu tangan Wain memegang dagu Beomsoo dan menggerakkan wajah Beomsoo ke kanan dan kiri. Terdapat luka memar di pipi kanan dan juga di sudut bibir sebelah kiri.

"Apa masih sakit?" tanya Wain.

"Sedikit."

"Sudah diolesi obat, belum?"

Beomsoo menggeleng. Kemudian, Wain mengambil obat oles untuk luka memar, yang terletak diatas meja. Wain mengambil isinya seujung jari dan mengoleskannya pada luka memar di pipi Beomsoo.

Wain jadi bisa memandangi wajah Beomsoo dari dekat. Wain tersenyum. "Meski wajahmu terdapat luka, tapi tetap terlihat cantik."

Beomsoo protes. "Aku ini cowok! Masa' cantik?!"

Wain tersenyum lagi. "Iya, deh. Ganteng."

Kemudian, Wain mengoleskan obat pada luka memar di sudut bibir. Wain memandang bibir tipis Beomsoo yang berwarna merah muda dan cerah. Membayangkan rasa manis yang ada di bibir itu.

Wain tersadar dari pikiran nakalnya. "Mm... Beomsoo... mana lagi yang sakit?"

Beomsoo menyisingkan lengan bajunya yang pendek. Dan terlihat luka memar di area bahu dan lengannya, akibat tendangan yang ia terima karena perkelahian siang tadi. Wain pun mengoleskan obat pada luka memar di area bahu dan lengan Beomsoo.

Xodiac Punya CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang