3

0 0 0
                                    

+
Brooke

Umur: 16 tahun.
Tinggi: 172cm.
Ciri-ciri: berkulit putih dengan semu merah di pipi, dengan rambut layer berujung ikal, berwarna cokelat muda yang bersinar. Ia memiliki warna mata hijau muda yang indah. Matanya sedikit lebih sipit dibanding Mayer, dan dia memiliki bulu mata yang lentik. Ia juga memiliki hidung yang mancung.
Lain-lain: Brooke suka estetika vintage.

-----

"Mayer, kita ke kafetaria, yuk! Ini jam istirahat." Ajak Brooke sembari mengulurkan tangan nya pada Mayer, dan Mayer mengangguk setuju sebagai jawaban atas ajakan Brooke tersebut. Ia segera membalas uluran Brooke, dan mereka saling bergandengan tangan menuju kafetaria yang terletak di lantai satu.

"Disini sistem kafetaria nya seperti apa?" Tanya Mayer ditengah jalan, saat mereka menuruni anak tangga. Tangga sangat ramai saat itu, seluruh siswa-siswi turun secara bersamaan dari lantai empat dan tiga, menjadikan tangga lebar itu penuh sesak. Sesekali Mayer atau Brooke tersenggol ke kanan dan ke kiri, membuat mereka hampir terjatuh jika saja mereka tidak menguatkan pijakan di anak tangga.

"Hm? Seperti biasanya, kok. Kamu tinggal mengambil nampan, lalu mengambil makanan apapun yang disajikan oleh bibi-bibi kantin. Kamu bebas memilih makanan apapun yang kamu suka." Jawab Brooke dengan suara agak keras, agar suara nya tidak tenggelam diantara riuh nya tangga saat itu. Mendengar jawaban Brooke, Mayer hanya mengangguk-angguk, memberi isyarat bahwa dia mengerti.

Rupanya sama. Sekolahnya di metropolitan dulu juga begitu. Mengambil nampan, lalu memilih makanan yang disuka. Mayer rasa tidak ada yang berbeda dengan sekolah lamanya perihal kafetaria. Ini tidak akan membuatnya kesulitan.

Dan akhirnya... huh. Akhirnya terbebas juga dari tangga penuh sesak itu. Kebebasan di koridor lantai dua seakan-akan memberikan nafas tambahan bagi setiap orang. Mereka semua telah terbebas dari penuh nya tangga lantai dua. Sekarang mereka menyusuri koridor lantai dua, dan rupanya siswa-siswi lantai ini belum beristirahat. Seperti nya mereka memiliki jadwal yang berbeda dengan kedua lantai diatas mereka (lantai tiga dan empat).

Tak lama, mereka semua berbelok. Mereka secara bersamaan menuruni anak tangga lagi, yang berhasil memecahkan rasa puas Mayer seketika. Mayer pikir ia telah terbebas dari sesaknya tangga... rupanya masih ada satu lagi... oh.

"Kau sekarang tahu kan apa yang paling tidak menyenangkan ketika ingin makan dan pulang?" Tanya Brooke dengan senyum tipisnya, seperti mengatakan "kena kau, hehe."

"Ya, sekarang aku tahu. Tetapi kenapa sekolah ini tidak dilengkapi dengan lift?"

"Entahlah. Yang memutuskan itu kan kepala sekolah. Kemungkinan nya bisa jadi karena memang sekolah ini tidak dirancang dengan lift, dan kemungkinan satu nya lagi-"

"Apa?"

"Kekurangan biaya."

Mayer nampak kaget, kedua alisnya hampir menyatu. "Tidak mungkin, tidak mungkin sekolah sebesar ini kekurangan biaya. Sekolah ini sama saja dengan sekolah bergengsi di metropolitan ku, tetapi ini versi High Green. Kurasa hal itu tidak mungkin terjadi," ucap Mayer penuh kepercayaan. Ia sangat yakin sekolah ini sama sekali tidak kekurangan dalam finansial, bahkan sekolah ini menempati tempat pertama dalam sekolah paling diminati se-kota. Ia membaca survei itu kemarin malam, akibat tidak bisa tidur.

"Yah, kita tidak tahu. Tidak ada yang tidak mungkin, dan hal itu bisa saja benar-benar terjadi. Kau tahu kan, menambahkan lift itu butuh pengeluaran yang tidak sedikit. Siapa tahu sekolah ini memang belum mampu untuk membayar nya." Sahut Brooke, yang sama yakin nya dengan Mayer. Dia yakin sekolah nya belum mampu menanggung beban sebesar itu, dan ia rasa naik-turun tangga bukanlah sesuatu yang besar. Mayer berkata begitu mungkin karena ia pindahan dari mentropolitan yang serba canggih, berbeda dengan kota kecil nan terpencil seperti High Green ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 07 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

When Mayer Gets Her New LifeWhere stories live. Discover now