1

1 0 0
                                    

Seorang gadis berambut wavy berwarna jingga kecokelatan itu berdiri, termenung didepan sebuah rumah. Mata birunya menatap rumah bercat merah tua itu, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Tangan nya menggenggam sebuah tas duffle, yang perlahan-lahan ia jatuhkan ketanah.

Rumah ini, rumah barunya. Rumah dua tingkat bercat merah tua yang seluruhnya terbuat dari kayu itu kini merupakan tempat singgah terbarunya setelah pindah dari rumah lamanya di metropolitan. Rumah itu berada di lembah, bersamaan dengan rumah-rumah lain yang jaraknya beberapa meter dari rumahnya ini. Angin berhembus, cuaca cukup dingin. Pemandangan di sekeliling rumah ini sangat indah. Sejauh mata memandang kedepan, yang terlihat adalah lembah-lembah hijau yang dipenuhi bunga warna-warni. Lembah-lembah itu berada tepat dibelakang rumahnya. Sedangkan jika menoleh kebelakang, tempat pintu rumah menatap, yang terlihat adalah sebidang tanah yang tidak rata, ada cembung dan cekung, namun ditumbuhi dengan rumput-rumput berbunga yang tak kalah indahnya dengan bunga-bunga lembah dibelakang rumah kayu itu. Didekatnya, terdapat aliran sungai dengan air yang jernih, dan juga jembatan batu diatas nya. Ratusan meter didepan lagi, terlihat padang rumput luas, dipenuhi warna oranye, yang gadis itu pikir oranye itu adalah bunga dengan mahkota berwarna oranye. Sejujurnya ini semua sangat indah, rasanya seperti hidup dalam mimpi. Gadis itu pun mengakuinya, namun entah kenapa, dia merasa enggan untuk menginjakkan kakinya disini.

Memilih untuk melanjutkan pekerjaan nya yang tadi terjeda, ia mengangkat lagi tali tas duffle nya yang terdapat tulisan "Mayer".

.
.

Malam.

"Mayer, kamu nggak mau makan? Ibu sudah siapkan roti dengan keju, loh. Makanan kesukaan mu," suara seorang wanita yang lebih tua berkata dari dapur, lalu berjalan mendekati sebuah pintu kayu sambil mengeringkan tangan nya dengan sehelai lap kain. Merasa tidak mendapatkan jawaban, wanita berumur 50-an itu tanpa seizin pemilik kamar membuka pintunya, membuat sang penghuni terkejut.

"Bu?!" Seru gadis bernama Mayer, alisnya berkerut. Dia menoleh kearah ibunya yang berdiri didepan pintu, menatap dirinya yang sedang tengkurap diatas kasur.

"Ayo makan malam."

"Ugh- iya."

"Baiklah, ibu tunggu didapur!" Lalu Catty (ibu Mayer) itu melempar senyum pada anak gadisnya, tanpa menutup pintu kembali. Mayer, dengan segala rasa enggan di hatinya, memaksakan diri untuk berjalan dan makan didapur, walaupun dia sama sekali tak memiliki keinginan akan hal itu.

Hh, daripada ibunya marah.

Mayer berjalan dengan gontai menuju tempat bernama dapur. Setelah Mayer menutup pintu kamarnya, dia berbelok ke kiri. Sesampainya didapur, dia melihat Sharen (ayahnya) dan Catty sedang berbincang-bincang. Ayahnya menyeruput teh dari cangkir kecil, sedangkan ibunya mencelupkan sepotong roti dalam keju leleh untuk disajikan pada suami nya. Kedua nya berbincang ria, menceritakan tentang segala hal yang akhir-akhir ini mereka alami. Sharen selalu tersenyum saat mendengar ocehan istri nya, sedangkan Catty terus berbicara dengan cerewet seperti mesin pemotong rumput. Anehnya, Sharen tidak pernah marah atau protes atas kecerewetan istrinya, dan itu selalu menjadi misteri bagi Mayer.

Nggak tahu, deh. Biarkan kedua orangtua nya seperti itu.

"Oh, Mayer! Ayo duduk, ibu sudah melelehkan keju untuk dimakan bersama roti. Ada teh hangat untuk membuat perutmu menjadi bahagia. Ini malam pertama kita dirumah baru ini!" Sambut ibunya disusul penjelasan lebar, namun Mayer hanya merotasikan bola mata. Padahal dari tadi dia sudah datang, tapi baru disambut sekarang.

"Tidak, ah. Aku mau makan pakai keju spread saja." Jawab Mayer, lalu berjalan gontai menuju lemari yang menggantung di dinding. Ia membuka lemari itu, lalu matanya menelusuri keju spread diantara barang-barang dan rempah-rempah yang lain.

When Mayer Gets Her New LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang