58 - Sidang Kasus Penyusupan

Start from the beginning
                                    

Raesha sudah duduk di kursi pemeriksaan. Karena sudah pernah disumpah sebelumnya, Raesha langsung diberikan pertanyaan oleh hakim.

"Saudari Raesha, bisa anda ceritakan kronologis saat saudara terdakwa masuk ke rumah anda tanpa izin?"

"Baik. Waktu itu, kejadiannya malam. Saya mendengar suara mencurigakan dari arah pagar rumah," kata Raesha memulai ceritanya.

"Jam berapa tepatnya? Apakah saudari masih ingat?" Hakim ketua bertanya lagi.

"Setelah salat Isya. Saya baru selesai salat Isya. Berarti sekitar jam tujuh lewat. Tapi sepertinya tidak langsung setelah salat. Karena saya sedang makan malam saat kejadian. Mungkin jam delapan."

"Saudari di rumah sendirian atau ada orang lain?" Kali ini salah satu hakim anggota yang bertanya.

"Saya sendirian. Kedua anak saya masih dalam perjalanan bus dari tempat field trip di Puncak. Semestinya mereka sudah pulang, tapi saya mendapat kabar dari guru mereka, bahwa jadwal bergeser di luar rencana, sehingga bus baru bisa tiba di madrasah sekitar jam sembilan atau setengah sepuluh malam," jawab Raesha.

"Lalu, anda bilang tadi, anda mendengar suara yang mencurigakan di luar pagar. Bisa anda jelaskan, seperti apa suara yang anda dengar saat itu?" Hakim anggota lainnya bertanya.

"Seperti ... ada yang meloncati pagar. Karena khawatir, saya mengintip ke arah pagar, dari jendela ruang tamu. Tak ada siapa-siapa di sana. Tapi pagarnya bergoyang. Pagar itu agak berat, jadi kemungkinan tidak akan bergoyang sekencang itu hanya karena angin," jawab Raesha yakin.

"Lalu anda mengecek keluar untuk memastikan?" tanya hakim ketua.

"Tidak. Saya pikir, jangan-jangan memang karena angin. Karena waktu itu hujan gerimis disertai angin. Jadi saya biarkan. Saya kembali ke ruang makan."

"Lalu bagaimana anda pertama kali menyadari bahwa ada penyusup di rumah anda?"

"Saya mendengar lagi suara yang mencurigakan, yang asalnya dari dinding luar kamar tidur saya."

"Seperti apa suara itu?"

"Saya tidak yakin awalnya. Untuk memastikan, saya menempelkan telinga di tembok kamar. Ternyata itu adalah suara langkah kaki. Seperti suara sepatu bot."

Para hakim saling lirik, sebelum hakim ketua mengangguk. "Silakan saudara jaksa penuntut umum, jika ada pertanyaan."

Pria bernama Edy, bersiap menyalakan mikrofon sebelum bertanya. "Saudari Raesha, apakah anda mengenali sepasang sepatu ini?" tanya pria itu sambil menunjuk ke salah satu barang bukti di meja.

"Iya. Itu adalah sepatu yang dikenakan terdakwa saat memasuki rumah saya," jawab Raesha tanpa ragu. Tubuhnya bergidik, teringat malam yang mencekam itu. Dia sempat berpikir hidupnya akan berakhir malam itu di tangan Sobri.

"Setelah anda mendengar suara langkah di luar kamar anda, lalu apa yang terjadi?" tanya jaksa lagi.

"Saya mendengar suara besi yang dimasukkan ke celah jendela kamar saya. Suaranya jelas sekali. Saya segera berlari keluar kamar dan mengunci pintu kamar dari ruang tengah."

"Dia berusaha membuka paksa jendela kamar anda?"

"Iya."

"Anda tidak berusaha minta tolong ke tetangga atau berlari keluar melalui pintu depan?"

"Saya menelepon tetangga sebelah, tapi tidak diangkat. Perkiraan saya, karena saat itu sudah mulai hujan deras, sehingga mungkin suara telepon tidak terdengar. Saya juga telepon rumah Pak RT tapi tidak diangkat juga. Saya tidak berani lari keluar. Dalam kondisi kehamilan saya, kemungkinan saya akan terkejar dengan mudah."

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now