Between Us 5

500 137 9
                                    

Satu pekan sebenarnya masih kurang. Aku belum puas mencicipi masakan Mama yang kuanggap melebihi masakan resto mana pun. Akan tetapi, aku punya tanggung jawab yang harus aku penuhi. 

"Makasih, ya, oleh-olehnya, Kania!" Yeni menepuk lengan sembari menyodorkan paper bag ke arahku.

"Hmm, sama-sama, Yen. Alya mana? Tumben?"

"Tuh! Biasa, nyangkut dulu di tukang gorengan." Yeni menunjuk dengan dagu. 

Aku tertawa kecil melihat Alya sedikit berlari dengan membawa sekantong gorengan.

"Bisa nggak sih, lo berdua sehariii aja off gorengan?" 

"Nggak bisa, Kan!" Yeni dan Alya menyahut bersama-sama lalu mereka terbahak.

"Lagian ini gorengan juga nggak kita makan sendiri, 'kan? Sekantor juga ikutan makan, jadi ... aman!" tutur Alya membela diri.

"Iya deh. Tuh! Oleh-oleh buat lo!" Ku tunjuk paper bag di atas meja kerjanya.

"Thank you, Kania! Thank you!"

"Eh, iya, nih, karet rambut lo!" Dia merogoh tas tangan lalu mengeluarkan benda yang dimaksud.

Terdengar deheman menggoda dari Yeni yang aku tahu persis apa maksudnya.

"Sepenting itukah mengembalikan karet rambut oleh seorang owner Nuansa Properti?" sindirnya dengan memainkan kedua alisnya.

"Gue rasa, dia ada maunya deh, Kan! Lo kudu hati-hati!" Mimik wajah Alya berubah serius.

"Ck! Emang kenapa sih? Wajar, kok kalau dia ngembaliin, lagian kalau dia yang simpan, nanti malah aneh. Ya nggak sih?" Kututup omong kosong kedua rekanku itu meski jujur aku pun heran dengan dikembalikannya karet rambut ini.

"Iya juga, sih." Alya manggut-manggut lalu memberi isyarat agar kami bubar kembali ke meja masing-masing.

Kumasukkan karet rambut itu ke laci. Teringat bayi mungil nan cantik membuatku menyungging senyum. Apa kabarnya bayi cantik itu kini? Jika benar apa yang diceritakan Alya soal pria itu berarti Shanum terlahir di luar pernikahan, dan entah apa yang ada di kepala Damar Fabiandi. 

Kisah tentang Agni menarik perhatianku, entah kenapa cerita Alya tentang hidup Damar begitu menggelitik rasa ingin tahuku. Pagi ini tidak begitu banyak tugas, karena memang sebagian besar sudah selesai, jadi aku bisa berselancar di medsos. Mungkin aku harus membuka lagi Instagramku yang penuh dengan sarang laba-laba karena memang sudah lama sekali ku-non-aktifkan.

Kuketik di pencarian nama Agni Ayesha, dan benar saja apa yang dikatakan Alya. Pantas kalau dia terkenal di IG, karena memang cantik dan sangat sedap dipandang. Ku scroll foto-fotonya, ada beberapa foto dia bersama Damar. Lagi-lagi cerita Alya benar. Mereka memang memiliki hubungan yang spesial setidaknya hal itu terlihat di postingan Agni.

Pantas jika Shanum cantik, itu karena Agni memiliki paras yang menarik, dan nggak heran jika Damar jatuh cinta pada perempuan itu, karena untuk pria seperti dia, tentu spek yang dicari juga nggak sembarangan.

"Serius amat ngepoin Instagram Agni." Suara Yeni membuatku sontak keluar dari aplikasi berlambang mata kamera itu.

"Ish, Yeni! Lo ngagetin tahu nggak!"

Terkekeh, Yani menyeret kursi mendekat padaku.

"Lo baru buka IG lo? Ini aneh, sudah lama banget padahal lo alergi sama medsos." Kalimatnya terasa menyelidik.

Kutarik napas dalam-dalam. Memiliki rekan seperti Yeni dan Alya kadang menyenangkan, meski tak jarang juga merepotkan. Seperti saat ini, aku terpaksa memutar otak untuk memberi penjelasan yang masuk akal padanya.

"Iya, bukannya lo juga yang pengin gue balik lagi aktifin medsos gue?" 

"Well, itu kabar bagus! Tapi, kenapa lo ngepoin akun Agni? Jangan bilang lo penasaran sama cerita Alya? Atau ...." Yeni menggantung kalimatnya, matanya mengerjap seolah mengetahui apa yang sedang kupikirkan. "Atau lo penasaran sama Damar?"

Melihatku diam, Yani justru merasa aku masuk dalam jebakannya.

"Lo pengin tahu soal Damar, 'kan? Ngapain ngepoin akun Agni, mending langsung ke akun Damar," tuturnya tak bisa menahan tawa yang tentu saja mengundang rasa ingin tahu Alya yang baru saja keluar dari ruang Mas Tomi. 

"Ada yang terlewat sepertinya. Kalian sedang membicarakan soal apa? Kania? Kenapa Yeni ketawa, sih?"

Aku mengedikkan bahu, menatap Yani yang wajahnya masih memerah karena tertawa.

"Sini, Al! Ada yang kepo soal Damar!" jelas Yeni yang kemudian ditanggapi dengan mata membeliak dari Alya.

"Serius lo, Kan?"

"Apaan?"

"Lo penasaran?"

"Iya, Al! Dia tadi ngepoin IG Agni," paparnya kali ini dengan senyum.

"OMG! Mau gue bantuin nggak?" Alya menggoda.

"Kalian kenapa sih!" Lama-lama aku kesal juga dengan ulah kedua temanku ini.

"Gue cuma pengin tahu, lagian nih ya, ya kali Damar modus ke gue, beda spek-lah!"

Kedua rekanku itu kompak mengerucutkan bibir mereka. Sembari menahan senyum.

"Beda spek? Lo pikir spek lo gimana? Lo itu cantik tahu, Kan! Agni mah lewat, dia glamor aja sih menurut gue!" cicit Alya dengan mimik serius.

"Lo coba ketik nama Damar deh, eh bukan Fabiandi  Damar! Itu mana IG-nya." Yeni menimpali.

"Hapal banget lo, Yen," sindir Alya terkekeh.

"Gue hapal nama-nama IG cowok-cowok ganteng!" tuturnya masih dengan tawa.

"Oke, nggak heran gue." Alya lalu mengambil ponselnya tanpa diminta dia menunjukkan hasil pencarian Instagram milik Damar.

"Tuh! Dari yang paling lama, ceweknya ganti-ganti mulu dong." Dia menyodorkan telepon genggamnya padaku. "Apa yang dibilang kakak gue benar, 'kan? Dia memang se-flamboyan itu, Kania!"

"Tapi dia nggak bisa membuat Agni menikahinya, dan membuat Shanum jadi anak yang tidak merasakan kasih sayang ibunya, Guys!" Kusorongkan lagi ponsel padanya.

"Dan kupikir setelah apa yang terjadi padaku di waktu lalu, rasanya semua pria memang memiliki orientasi seks yang sama."

"Maksud kamu?"

"Bohong kalau mereka tulus, mereka itu berhubungan pasti ingin pamrih. Ya seperti sex before married contohnya seperti Damar dan Andika," jelasku lalu merapikan meja yang sejak tadi berserakan kertas-kertas yang seharusnya sudah masuk ke tempat sampah.

"Eh, tapi aku merasa Damar ini cukup tanggung jawab loh, buktinya dia mau merawat anaknya." Yeni berpendapat.

"Iya sih, mungkin karena terpaksa atau ...."

"Karena dia memang sangat mencintai Agni," pungkasku menyela ucapan Alya sekaligus menyudahi debat terbatas kali ini, karena harus bertemu Mas Tomi untuk membahas promosi perusahaan kami.

**

Langkahku melambat saat melihat mobil yang tak asing berada tak jauh dari tempat tinggalku. Entah kenapa tiba-tiba perasaanku tak enak. Jelas mobil sport putih itu milik Damar.

Kuatur napas, berharap tebakanku salah. Kembali ku langkahkan kaki dengan lebih cepat kali ini. 

"Kania!" Seseorang keluar dari mobil dengan melepas kaca matanya memanggilku.

"Eum ... ya?" Jika boleh jujur, jantungku seperti memompa lebih cepat kali ini. Entah kenapa.

"Hufft, maaf, bisa bicara sebentar? Ini tentang Shanum."

"Shanum?" Mataku menyipit mencoba memaknai ucapannya. Kenapa tentang Shanum harus menemuiku? Emang sejak kapan aku teken kontrak soal pengurusan anaknya?

Between Us -- Lebih Cepat Ada Di KBM App जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें