100... conflict of interest

733 49 7
                                    

Hampir tiga jam Jeremy melakukan introgasi dengan berbagai macam pertanyaan. Untung lah Jeremy tetap tenang menghadapi masalah ini, ia sudah terbiasa dengan hal semacam ini sehingga tidak banyak ucapan yang keluar selain konteks pertanyaan.

"Terima kasih tuan Jeremy, anda sudah kooperatif dalam penyelidikan ini."

Polisi itu berdiri mengulurkan tangannya tetapi Jeremy masih diam memperhatikan uluran tangan tersebut.

"Bisa saya lihat berkas pelapor?"

Kedua alis polisi itu terangkat, "Untuk apa?"

"Saya hanya ingin tahu siapa yang melaporkan saya."

"Pihak keluarga pak Bram."

"Tapi saya merasa ada yang tidak beres dengan kasus ini."

Polisi itu kembali duduk, memajukan wajahnya dengan tatapan tanya.

"Maksud anda, kematian pak Bram ini murni karena sakit atau ada campur tangan orang lain?"

"Saya tidak mengatakan begitu,"

"Lalu?"

"Saya kenal baik dengan pihak keluarga, jika benar mereka yang mencurigai saya pasti mereka akan menelpon saya lebih dulu."

Polisi itu tidak bisa berkata-kata, Jeremy memang pandai dalam mengontak-atik kinerja otak lawan bicaranya. Pantas saja dia didaulat sebagai pengacara mahal karena selalu berhasil memenangkan setiap kasus.

"Dia adalah Pedro, tangan kanan pak Bram."

Jeremy menyunggingkan senyum remeh, "Sudah saya duga." lirihnya.

"Jadi apa saya boleh pergi?"

"Ya tentu, anda hanya dipanggil sebagai saksi sebab anda adalah orang terdekatnya."

Jeremy lalu keluar dari ruang introgasi kembali menuju rumah sakit untuk melihat jenazah Bram. Ditemani Armand ia memasuki mobil.

"Saya sudah mencaritahu siapa yang melaporkan anda."

Jeremy hanya mengangguk, dia juga sudah tahu siapa dalang dibalik ini semua.

"Kau tahu kan apa yang harus kau lakukan?" ucap Jeremy dan Armand pun mengangguk.

Sampainya dirumah sakit, Jeremy bergegas masuk kedalam. Disana ia bertemu Rahadi yang kebetulan akan memberi penghormatan terakhir untuk temannya.

Rahadi mendekat, "Jer, kau disini juga?"

Jeremy hanya mengangguk lalu memasuki lift bersamaan dengan Rahadi.

"Aku tidak tahu kalau Bram masuk rumah sakit, apa kau tahu ini sebelumnya?"

Jeremy menggeleng,

"Jer dengan meninggalnya Bram, apa hasilnya akan segera kita bagi?"

Kali ini Jeremy menoleh yang tadinya masih menatap lurus kedepan.

"Kenapa pikiran mu sampai kesana?"

Terlihat dari wajahnya, Rahadi kebingungan mencari alasan. "Ya karena Bram sudah tidak ada, sekarang hanya tinggal kita berdua. Siapa lagi yang tahu tentang penyeludupan ilegal ini jika bukan kita bertiga."

Sejenak Jeremy berfikir mengapa Rahadi sampai membahas kearah sana padahal jasad Bram saja belum dikebumikan.

Ting...

Lift pun terbuka mereka berdua sama-sama keluar berjalan menuju kamar mayat. Didepan pintu masih berjaga dua aparat kepolisian. Mereka membungkuk melihat Rahadi dan Jeremy datang.

Jeremy adalah orang pertama yang masuk kedalam diikuti Rahadi dibelakangnya. Mereka terdiam melihat jasad Bram yang sudah diawetkan itu.

"Kenapa masih belum dibawa ke rumah duka?" tanya Rahadi yang memang belum tahu.

Cupid Lonestly 2 (END)Where stories live. Discover now