08. Pertemuan Semu

1.5K 229 36
                                    

Warning, 2k word's!


Salju mulai turun sejak tadi malam, menyelimuti jalanan dengan butiran-butiran es putih. Angin berhembus lebih dingin, mengharuskan mereka yang berada diluar rumah untuk memakai pakaian tebal.

Hari ini pada pukul 4 sore, seseorang berniat untuk berjalan-jalan disekitar taman. Namun sebelum itu, ia mampir terlebih dahulu ke kedai kopi untuk membeli sesuatu.

"Coklat panasnya dua ya."

"Baik, atas nama siapa?"

"Harris."

Setelah memesan dan membayar, Harris atau seseorang yang ingin berjalan-jalan ditaman tadi pun menunggu pesanannya. Duduk di bangku yang telah disediakan sambil menatap kearah luar.

Harris memang menyukai coklat panas, terlebih lagi disaat cuaca dingin seperti ini. Dia bisa saja menghabiskan beberapa gelas coklat panas, tapi sekarang ia lebih memilih untuk membeli dua saja.

Saat sudah menunggu beberapa menit, akhirnya namanya dipanggil dan Harris langsung mengambilnya. Setelah itu dia keluar dari kedai lalu kembali ke rencana utamanya, taman.

Berjalan-jalan di tengah udara yang sejuk serta pemandangan salju-salju di sepanjang jalan, menjadi kesenangan tersendiri yang dirasakan oleh Harris. Ia melangkahkan kaki menuju tempat duduk yang ada dipinggir taman untuk menikmati coklat panas yang dibelinya.

Harris duduk disebelah pria berambut ungu tua, tampaknya dia sedang frustasi. Tak lama setelah ia duduk, inisiatif kecil muncul di kepalanya.

"Permisi, kamu gapapa?" Ujarnya pelan sambil memperhatikan si surai ungu. Pria tersebut menoleh kearah Harris dan terdiam sebentar, wajahnya terlihat pucat namun segera menggeleng pelan seperti tak mempunyai tenaga.

Sedangkan Harris hanya mengangguk-angguk sambil kembali mengajaknya berbicara. "Mau ini?" Unjuk Harris pada cup coklat panas yang ia pegang.

Pria itu mengangkat sebelah alisnya tanda bertanya. "Ini coklat panas, kamu mau? Kebetulan aku beli dua." Ucap Harris dengan ramah. Tetapi pria dihadapannya ini hanya menggelengkan kepalanya, tanpa berbicara sedari tadi.

Bisu kah? Batinnya bertanya.

Tanpa basa-basi lagi, Harris mengambil tangan pria tersebut dan memberikannya satu cup coklat panas hingga dia terpaksa untuk memegangnya. Tangannya terasa dingin, Harris semakin yakin bahwa pria itu memang sedang sakit.

"Ambil, aku maksa." Setelah mengatakan itu, Harris kembali fokus pada coklat panasnya sendiri. Ia minum secara perlahan sambil memperhatikan cantiknya langit berwarna jingga ditengah musim salju.

Sedangkan pria disampingnya terdiam cukup lama, memperhatikan coklat panas yang diberikan oleh pemuda asing dengan embel-embel memaksanya.

"Kenapa?" Akhirnya setelah lama berdiam, Harris mendengar suara pria bersurai ungu tersebut. Ia menoleh kesamping, melihat ekspresi tak terbaca dari lawan bicaranya.

"Kenapa apanya?" Harris bingung, jadi ia balik bertanya.

"Kenapa perduli sama saya?" Ekspresi wajahnya benar-benar sulit dibaca, membuat Harris seribu kali lebih bingung dari sebelumnya.

"Perduli?" Jika saja pria tersebut tidak menunjukkan cup coklat panas yang dia pegang, mungkin Harris akan terus-menerus berpikir. "Ohh, itu. Muka mu keliatan kaya orang lagi stres, jadi aku kasih kamu coklat panas yang kebetulan aku beli dua."

Pria itu tetap memasang ekspresi yang sama, namun setelah itu dia menyandarkan punggungnya pada bangku taman.

"Beneran stres?" Tanya Harris ceplas-ceplos.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

OUR UNIVERSEWhere stories live. Discover now