06. Takkan Hilang

2.1K 271 101
                                    


"Aku harap kamu datang." Suaranya terdengar sendu, ia memberi sebuah kertas undangan pernikahan.

Namun tak ada jawaban, yang diajak bicara hanya memperhatikan undangan tersebut tanpa ada niat untuk mengambilnya.

"Harris.." Panggilnya lembut, sangat lembut hingga sang pemilik nama ingin menangis dan memeluknya.

"Kalau gitu aku datang sama pacarku ya?" Setelah beberapa saat terdiam, Akhirnya Harris bersuara. Dengan senyum penuh kepalsuan, ia menatap kearah Arion. Pria yang akan segera menikah itu, sekaligus mantan kekasihnya.

"Jangan ris, aku ga akan kuat."

"Kamu pikir aku kuat?" Tenggorokannya mulai sakit, tapi perasaannya jauh lebih sakit. "Aku lebih ga kuat, aku lebih hancur dibanding kamu."

Bagaikan perahu kecil yang kini diterjang ombak dari berbagai arah, Arion tak lagi bisa berbuat apa-apa.

"Maaf.." Hanya satu kata yang lolos dari bilah bibirnya.

Air matanya menetes, tak sanggup lagi dengan segala rintangan yang akhirnya menghancurkan mereka berdua. Jika tahu akan seperti ini, mungkin Harris akan memilih untuk tidak jatuh kedalam suatu jurang yang tak ia ketahui seberapa kedalamnya.

"Kamu bahagia?"

"Kebahagiaan aku ada di kamu, dari dulu sampai sekarang." Arion kembali berbicara walau rasanya ia tak lagi pantas bercengkrama dengan cintanya yang telah ia khianati. "Tapi aku gabisa bantah permintaan papa, bukan karna aku gamau berjuang."

"Aku tau, kamu udah berusaha. Papa maunya kamu nikah sama orang yang bisa kasih keturunan kan? Aku ngerti." Perlahan Harris menghapus air matanya yang terus menetes. Sudah tahu alasannya, namun Harris merasa dia malah bersikap kekanak-kanakan.

"Harusnya aku yang minta maaf, aku udah gaada hak buat nanya-nanya kaya gini."

"Kamu berhak, karna itu aku. Kamu mau marah atau benci sekalipun sama aku, kamu punya hak itu." Arion menaruh tangannya diatas kepala Harris yang kini menunduk.

"Mungkin kali ini takdir ga berpihak sama kita, tapi kamu harus selalu ingat.." Ucapannya terjeda, rasa sakit yang sama hebatnya menguak pada perasaan yang tak bisa kembali bersama.

"Di kehidupan selanjutnya atau dimanapun itu nantinya, sumpah dan cinta aku cuma buat kamu."

Hatinya kembali tergores, sakit akan semua perkataan manis yang akhirnya membuat Harris menangis. Walau tak bisa lagi saling menggenggam, keduanya menempatkan masing-masing cinta pada tempat yang seorangpun takkan bisa menggantinya.

Arion mengusap pelan rambut Harris dan kembali menyingkirkan tangannya dari rambut Harris.

"Kali ini aku gagal. Gagal jagain kamu, gagal bahagiain kamu, gagal ngelindungin kamu, aku cuma kasih luka buat kamu dan bikin aku jadi orang paling bodoh di dunia ini."

"Cukup. Kamu ga sebodoh itu, kamu ga pernah gagal dalam hal apapun yang menyangkut tentang aku." Isak tangisnya terdengar, membuat Arion merasa bahwa dia memang tidak pantas untuk Harris. "Kamu bener. Takdir ga berpihak sama kita, waktu kita juga udah habis."

"Rasanya kamu terlalu tulus, sampai-sampai aku ga rela buat lepasin kamu." Pilu menyelimuti perasaan mereka berdua yang kini tak bisa berakhir bahagia. "Tapi aku juga bakal lakuin hal yang sama. Di kehidupan selanjutnya, ayo terlahir sebagai dua insan yang ditakdirkan untuk terus bersama selamanya."

Senyumnya, manis sekali. Diikuti air mata yang terus mengalir, Harris tersenyum kearah Arion. Namun apa daya Arion yang tak bisa lagi menahan segala emosinya, dengan lancang ia memeluk Harris. Sangat erat, berharap waktu berhenti agar dia bisa terus sedekat ini.

•••

Hari ini, tepat dimana hari pernikahan Arion dengan wanita yang dipilihkan ayahnya. Rasa yang seharusnya bahagia, Arion justru tak merasakan apapun. Pikirannya tak lepas dari seseorang yang sedari tadi berada dipinggir aula, memperhatikannya sambil tersenyum manis.

Arion meneteskan air matanya. Mungkin orang-orang mengira bahwa dia terharu dan terlampau bahagia, namun nyatanya salah. Ia tak sanggup melihat orang yang dicintainya melihat dia, mengucapkan janji suci dengan orang lain.

Harris berjalan kearah Arion serta wanita disebelahnya yang kini resmi menjadi istrinya.

"Selamat ya, semoga kalian langgeng sampai maut memisahkan." Ucapnya pada kedua mempelai. Disaat Arion sudah tak lagi kuat, Harris justru terus tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak Arion.

"Makasih kak, temennya Arion ya?"

Harris pun menoleh kearah Ayana, lalu mengangguk pelan. "Iya, kita udah lama temenan." Balas Harris setengah bercanda.

"Wahh pasti kalian deket banget." Unggahnya sambil tersenyum manis, berbeda dengan Arion yang sedari tadi diam.

"Bahkan lebih." Harris menatap kearah Arion, ia sedikit terkejut saat Arion berbicara seperti itu. Namun yang ditatap hanya balas menatap Harris, mereka melakukan kontak mata selama beberapa detik, membuat Ayana sedikit kebingungan.

"Udahlah, jangan dibahas lagi." Ucap Harris sambil terkekeh kecil, berharap rasa sedihnya tak ada seorangpun yang tahu. "Sekali lagi selamat ya, semoga kalian selalu bahagia." Harris kembali tersenyum kearah Arion dan Ayana.

"Kamu yang harus bahagia, lebih dari aku."

Setelah mengucapkan hal itu, Harris tak bisa lagi menatap kearah Arion. Dadanya kembali terasa sesak, lebih baik ia pergi sekarang.

Sudah cukup untuk semua ini. Harris hanya perlu merelakan mulai sekarang, dengan masing-masing cinta yang akan dipendam hingga nantinya dipertemukan kembali dilain masa.

Raga ini bukan milikmu, tapi cinta dan hatiku hanya untukmu. Maka saat dimana hari perpisahan telah tiba, namamu akan selalu berada dalam jiwaku.

-The End-

Peep, hallo! Update yang angst lagi niih, gimana? Edisi galau abis nangis liat vlog mamii, aku menolak jadi broken home huhuu. Semoga suka yaa, jangan lupa buat dengerin lagu yang udah aku sediain juga biar feel nya makin sedih wkwk.


Menerima kritik dan saran, hope u enjoy and see later!

OUR UNIVERSEWhere stories live. Discover now