17 :: Pengkhiatan yang berakhir?

51 5 14
                                    

Jevan, Abim, Cia, Elgi, dan Ziyya sekarang ada di kediaman Divya. Mereka menenangkan Raki yang menangis dan berkecamuk dengan pikiran bahwa Kakak nya akan mati sebentar lagi.

Malam ini, buliran buliran air dari atas langit turun dengan sangat deras. Angin kencang dengan bulan yang tertutupi oleh awan hitam abu-abu membuat suasana semakin mencekam. Petirnya bergemuruh, nabastala seperti mengeluarkan emosionalnya yang tertahan.

Berkali-kali Jevan menghubungi nomor Divya, masih belum mendapatkan balasan, padahal hp Divya tidak dinyatakan mati total. Jevan belum mau menghubungi kepolisian sebelum dia membunuh pelaku. Dia tahu betul siapa motif pelakunya.

"Deh, udah, ya ... "

Secara mengejutkan, Jevan menghampiri Ziyya yang tengah menenangkan Raki. Kerah baju merah maroon nya ditarik hingga jarak mereka sangat dekat. Ziyya yang ketakutan pun tidak tahu harus berbuat apa, sampai pemuda laki-laki itu mendorongnya dengan kuat sesampai gadis itu meringis karena lengannya terkilir.

"Eh, kenapa ini?! Jevan! Lo kenapa?!" gerutu Cia, segera membantu Ziyya yang jatuh.

Jevan sepertinya sangat marah pada gadis itu, sampai Abim dan Elgi harus turun tangan menangkan laki-laki itu. Ziyya tidak tahu apa-apa sekarang, atau kah Samuel benar-benar menjebaknya?

"Lepasin tangan lo, Cia, dari cewek jalang kayak dia!" ucap Jevan tiba-tiba. Tentu Cia yang notabenenya mulai dekat dengan Ziyya itu tidak terima atas kata kasar yang dilontarkan Jevan.

"Lo apa-apaan, sih, Jev? Bukan cuman lo doang yang khawatir atas kehilangan Divya! Lo gak usah tantrum sampai kasar ke Ziyya!" ketus Cia penuh amarah.

Jevan tersenyum getir, tatapannya beralih pada Ziyya yang menatap sekitaran dengan kebingungan seperti orang amnesia.

"Ziyya, kasih tahu gue di mana Divya sekarang," ucapnya tiba-tiba.

"Maksud lo apa?!" Kini Ziyya melawan, karena dia tidak bisa terlalu lama begini.

"Lo kenapa, sih!?" Abim membuka suara, menahan Jevan yang hendak maju dan akan melalukan kekerasan fisik pada seorang gadis. Cia sendiri melindungi Ziyya di belakang punggungnya.

Jevan membuka layar ponselnya, memperlihatkan sebuah foto ciuman Samuel dan Ziyya yang dilakukan sore pulang sekolah tadi.

Ziyya kepalang panik. Perasaan di ruangan markas hanya ada dia dan Samuel, tapi siapa yang mendapatkan foto itu, dan dari siapa?

Refleks atensi mengarah padanya. Ziyya tersenyum kaku, "L– lo dapat dari mana foto itu?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Oh, bukan hanya itu," cekat Jevan, dia nampaknya melakukan sesuatu dadi ponselnya.

"Jevan, aku mau dijebak. Tadi di grup dikirim foto ini. Aku pura-pura masuk ke clan mereka yang mau hancurin kamu, tepatnya Samuel. Aku dijebak sama Dimas dan Sergan, yang ternyata mereka teman dekat Rayyan. Aku masuk di sebuah grup yang ternyata ada Ziyya di sana, baru masuk, Samuel ngirim foto ciuman ini sambil bilang kalau dia sayang sama pacarnya, alias Ziyya."

Itu merupakan voice note Evelli yang dikirim melalui Jevan. Cia yang awalnya menempel pada Ziyya, refleks menjauhinya dan mendekati Jevan. Dia menatap tak percaya ke arah Ziyya.

"Ng– ngga! Ngga gitu! Gue dijebak, Jev, teman-teman! G– gu– gue ... Gue dijebak!" Ziyya berusaha menjelaskan dengan kondisi gelagapan.

"Apalagi? Bukan itu. Gue gak peduli lo udah ngapain sama cowok lo itu. Sekarang gue mau, dimana Divya?" tukas Jevan, nampak tak memedulikan kondisi Ziyya.

"Gue gak tahu? Serius! Gue gak tahu, gue bahkan gak tahu kenapa bisa ada foto gue ciuman sama Samuel! Gue juga dicium paksa!" jelas Ziyya detail. Apa yang Ziyya katakan benar. Dia tidak tahu menahu soal Samuel yang menculik Divya.

Switch | Jake EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang