98.... Skat mat

683 39 1
                                    

Keesokan harinya, Rinjani sudah bersiap menuju kampus. Ia membawa hasil skripsi yang kemarin tidak tersentuh oleh dosen killer itu.

"Perfect." ucapnya menatap cermin.

Segudang ide sudah ia susun rapi tinggal aksi dilapangan, bagaimana tanggapan pak Awan melihat hasil videonya. Tetapi sebelum Rinjani memperlihatkan semua itu, ia sudah menyalin dibeberapa flashdisk untuk berjaga-jaga jika video itu dihapus paksa.

Bukan hanya video, Rinjani juga sudah menyiapkan undangan milik Sinta. Sebab hubungan Sinta dengan dosen tersebut terjalin cukup lama, pasti sudah melibatkan hati.

Rinjani keluar apartement mengendarai mobil sportnya menuju kampus. Ini satu-satunya peninggalan Leo yang masih Rinjani jaga hingga detik ini. Tidak ada sedikitpun niat untuk menjual mobil kesayangannya meski sedang dilanda kekurangan.

Empat puluh menit ia tiba di kampus, beberapa mahasiswa sibuk dengan tugas masing-masing, Rinjani tersenyum tipis melihat juniornya bekerja keras demi sebuah nilai. Itu yang dilakukan ia dulu, Rinjani dan Sinta rela bolak-balik kampus untuk mengejar tugas dan nilai.

Hmm mengingat itu semua membuat Rinjani rindu akan kenangan indah dulu. Hubungannya dengan Sinta belum se toxic ini, mereka masih remaja yang saling membutuhkan satu sama lain.

Rinjani menggeleng, biarlah kejadian manis dulu menjadi kenangan karena sekarang hubungannya dengan Sinta sudah merenggang. Rinjani kembali berjalan menuju ruangan dosen pembimbing.

Tok..tok..tok..

Tiga kali ketukan pintu akhirnya pemilik ruang mempersilahkannya masuk. Hal pertama yang dilihat adalah wajah datar pak Awan melihat orang yang ada dibaliknya itu Rinjani. Dilihat dari raut wajah kecewa itu sepertinya pak Awan sedang menunggu seseorang.

"Pagi pak."

"Kamu lagi. Ada apa?"

"Boleh saya masuk?"

Pak Awan mengangguk mempersilahkannya duduk.

"Saya mau menyerahkan hasil skripsi."

Kedua alis pak Awan berkerut, "Kau yakin sudah selesai?"

Rinjani mengangguk menyerahkan hasil tersebut keatas meja.

"Ini judul yang kemarin, saya memerintahkan mu untuk menggantinya, kenapa malah ini yang diserahkan."

"Karena anda belum mengoreksi sebab itu saya membawanya lagi."

"Saya menolak dengan keras judul ini. Kamu ngga paham kata-kata saya?"

"Saya paham pak, tapi coba bapak baca dan koreksi lagi."

"Rinjani!" intonasi pak Awan sedikit meninggi.

Hal itu cukup mengagetkan, "Pak, apa salahnya mengoreksinya lagi. Bapak kan belum membaca hingga bab akhir. Siapa tahu ada bab yang menarik." pinta Rinjani masih dengan wajah memelas.

"Saya tetap menolak!"

Huft.. Rinjani sabar.. Jangan terbawa emosi, batinnya menguatkan.

"Tolong beri saya satu alasan mengapa bapak menolaknya, padahal bapak belum membacanya sama sekali."

"Judul itu terlalu kuno, sudah banyak mahasiswa yang menggunakannya sebelum kamu."

"Maaf pak, bukankah setiap judul skripsi itu berbeda? Saya juga sudah searching di web kampus kalau tidak ada judul dan makna yang sama dengan tugas yang saya buat."

Pak Awan kalah telak tetapi demi membela diri dia tetap bersitegas menolaknya.

"Tunjukan pada saya kalau kau sudah searching."

Cupid Lonestly 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang