Chapter 3 - Menjadi Dekat

6 3 0
                                    

"Anaya, kamu ngerasa ada yang aneh tidak?"

"Maksud kamu?" Anaya tidak menoleh ke arah Ana. Ia masih sibuk dengan laptopnya. Bahkan ketika di rumah saja, Anaya masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Dokter Saka."

Jari Anaya di atas papan ketik berhenti bergerak. Ia menoleh ke arah Ana yang sedang duduk di depan cermin.

"Kenapa tiba-tiba Dokter Saka pindah di sini?"

"Ya, mungkin dekat dengan rumah sakit?"

"Kenapa harus di depan aprtemen kamu? Padahal banyak sekali kamar yang kosong."

"Mungkin ... karena ..." Anaya jadi memikirkan apa yang seharusnya tidak perlu dipikirkan.

"Nah, kan. Emang aneh tahu."

Anaya terdiam.

"Anaya, aku tahu." Ana berpindah menjadi di depan Anaya. "Dokter Saka tertarik dengan kamu?"

"Ih, jangan ngawur, Ana."

Ana tertawa. "Tapi, enggak. Di saat kamu memergoki Dokter Saka, gerak geriknya seperti apa, Nay?"

Anaya membawa ingatanya pada saat ia memergoki Dokter Saka. Pada saat itu hanya gelap. Sikap Dokter Saka terlalu tenang sehingga Anaya tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Lama Anaya berpikir.

"Ana."

"Anaya."

Mereka saling menatap. Mereka berada pada satu pemikiran yang sama. "Kalau Dokter Saka yang menuliskan pesan itu bagaimana?" Ana yang menyuarakan pemikirannya.

"Kamu kan hantu, Ana. Ayo dong cari tahu, masa kamu nggak punya kemampuan, sih?"

"Ya kan hantu juga ada yang tidak memiliki kemampuan. Bagaimana aku meninggal saja tidak tahu." Ana berbicara lebih serius. "Kamu harus hati-hati sama Dokter Saka. Jangan terlalu percaya dan memberikan informasi yang kamu punya ke dia."

"Anaya, atau kamu menyelidiki sekarang saja?" Ana memberikan idenya.

"Jangan gila, Ana." Anaya tidak menyukai ide Ana itu.

Ana tersenyum. Senyum yang tidak biasa. Ia mendekati Anaya. Anaya yang dapat menebak apa yang akan dilakukan Ana. "Ana, kamu jangan macam-macam, ya!"

Ana menghilang, memasuki tubuh Anaya. Anaya menggerakkan tangannya untuk menguncir tinggi rambutnya. Ia bangkit. Anaya bergerak sesuai dengan kemampuan Ana yang ada di dalam tubuhnya.

Pintu apartemen Saka terbuka. Ia sedikit terkejut melihat Anaya yang berdiri di depan pintu apartemennya. Dengan celana pendek dan kaos oversize semakin membuat Saka terheran.

"Ada perlu apa?"

"Bisa bicara santai aja nggak, Dok? Kan, ini lagi nggak di tempat kerja."

"Ada perlu apa, Anaya?"

Anaya memajukan tubuhnya. "Boleh saya ikut makan, Dok?"

Saka kembali melihat penampilan Anaya dari atas hingga bawah. Tidak biasanya ia melihat penampilan Anaya yang seperti itu. Yang biasa terlihat adalah Anaya yang terlihat rapi. Saka juga tidak punya alasan untuk mengusir, sehingga ia persilakan Anaya masuk.

"Wah, ternyata banyak makanan, ya? Dokter masak untuk siapa?" Anaya sangat antusias.

"Saya memang suka memasak." Saka menarik kursinya sendiri untuk duduk. "Duduklah!"

Anaya mengikuti permintaannya. Ia makan dengan hati-hati, tetapi dengan lahap. "Wah, enak sekali."

Saka yang menghabiskan makanannya terelebih dahulu. Ia melihat Anaya yang masih menghabiskan sisa makanannya. Saka tersenyum melihat makanannya yang sudah habis tidak tersisa. Padahal pada awalnya, ia sengaja masak banyak untuk seseorang. Namun, orang yang ia tunggu tidak kunjung datang.

SILAMWhere stories live. Discover now