• Cocholate - 06

414 98 19
                                    

"Kau mau kemana?"

Pertanyaan itu sebenarnya pertanyaan sederhana yang tidak berbeban apapun. Tapi karena Jerella menyadari dia sedang menyembunyikan sesuatu, jadi dirinya merasa agak kesulitan untuk bisa tenang. Apalagi yang dia hadapi adalah Victor, petinggi di rumah ini. Semakin berdebar saja keadaan detak jantungnya.

"Kutanya, kau mau kemana malam-malam begini?"

Victor mulai menaiki anak tangga saat mengucapkan pertanyaannya yang kedua. Sampai mereka berdiri di teras yang sama, Jerella belum kunjung juga menjawab. Apa dia diberi pilihan kata yang sulit oleh isi pikirannya sendiri? Hingga dia tidak dapat memilih dengan cepat kata apa yang tepat untuk dikatakan.

"Jerella, kenapa kau membisu?"

Siang tadi setelah menghabiskan waktunya bersama Prince, sorenya ia harus pergi karena ada urusan pekerjaan mendadak. Dan baru kembali saat ini, saat jam tangannya menunjukkan pukul sebelas malam. Jujur saja ia bingung ketika sampai, ia melihat Jerella ada di teras dari balik kaca pintu mobil. Dan berpikir, mengapa Jerella berdiri di luar rumah tengah malam seperti ini dengan lagak yang mencurigakan?

Dan pertanyaannya ini masih belum terjawabkan!

"Kau berniat pergi?" Entah ini pertanyaan keberapa, akhirnya tatapan Victor dibalas juga oleh mata Jerella. Dengan itu ia merasa, gadis itu sungguh menyadari kedatangannya. Mendengar ucapannya, meski belum juga mengatakan sepatah katapun.

"Tidak."

Akhirnya, kemerduan itu terdengar.

"Tidak?"

Tak mudah untuk dipercaya, melihat tas kecil menggantung di bahunya seakan dia memang sudah prepare untuk pergi. Terlebih hanya untuk menjawab kata 'tidak' saja, Jerella memerlukan waktu yang begitu lama. Apa lidahnya terlilit? Tidak bukan! Jadi bukan tanpa alasan andai Victor meragukan jawabannya.

"A-aku sedang mencari udara segar, tidak akan kemana pun." Nadanya bergetar, seperti seseorang yang takut kebohongannya terbongkar. Dan mata Jerella tidak bisa menatap tetap kepadanya, menandakan jika dia takut sesuatu yang ditutupinya itu akan terbongkar. Mungkin, karena begitulah menurut feeling Victor.

"Benarkah? Lalu kenapa membawa tas?"

"T-tas?"

Jerella baru mengingat benda itu. Saking ringannya, rasanya seakan tak membawa beban apapun di bahu. Sempat tertunduk, kepalanya kembali menegak menatap tuannya itu. "Em, aku bisa jelaskan. Aku minta maaf. Aku sudah mencuri beberapa cokelat di lemari tanpa seizin Tuan."

Jika dengan izin, tentu bukan mencuri namanya. Tapi bukan Victor jika memperbesar masalah ini, apalagi itu hanya cokelat. Dia terdiam, masih tak punya kalimat untuk diucapkan ketika Jerella mulai mengeluarkan beberapa cokelat yang ada di dalam tasnya itu, meski tak semua. Untuk menjadi bukti saja jika dia berkata jujur.

"Aku sangat suka cokelat, dan aku ingin menikmatinya di luar ruangan. Menurutku itu sangat membantu untuk membuat mood kita menjadi bagus. Dan karena aku tak mungkin membelinya di waktu semalam ini jadi aku mengambil yang ada saja. Tolong maafkan aku. Aku tahu aku sudah tidak bijak."

Victor tersenyum smirk. "Kau sangat keterlaluan Jerella. Kau mencuri dan kau ingin aku maafkan begitu saja?" Pria itu mendecih. "Kau pikir akan semudah itu?" Jerella tertunduk merinding ketika Victor berjalan mendekatinya. Memutari tubuhnya sebelum berdiri di bagian kanan. Dan tak pernah terpikirkan, sambutan kalimat yang lembut akan ia dengar darinya setelah itu.

"Akan kumaafkan jika kita makan cokelatnya bersama-sama," katanya.

"Hah?" Jerella terkejut? Tentu saja meski tidak terlalu. Karena bukan kalimat itu yang ada dibenaknya ketika merasa begitu tegang tadi. Ia berpikir Victor akan marah. Dan apakah seharusnya memang begitu?

Jerella ; endWhere stories live. Discover now