"Jangan diulangi lagi, bisa?" Tanya Bapak dengan lembut kali ini.

"Kakek, tapi kita juga butuh waktu sendiri tanpa diawasi. Kita juga butuh privasi, Kek. Nggak semua aktivitas harus diawasi kan? Kita semua nggak masalah selama kuliah atau kerja diawasi, tapi kalo kita pergi main sama teman teman, atau mau sendirian, itu seharusnya nggak perlu kan?" Tanya Bintang.

"Vanessa juga capek Kakek, kemana mana diikutin terus." Vanessa dan keluhannya.

Bapak menghela napasnya. "Kalian harus tahu dan paham posisi, ya? Ada harga yang harus dibayar jika kita mendapatkan sesuatu. Kalian itu berbeda. Jadi tolong mengerti dan paham sama kondisi yang kalian punya. Vanessa kalo nggak mau dijaga lagi dan pengen bebas, kamu pergi saja tinggal sama Bunda di Paris, dan kalian bertiga kalo memang ingin bebas, sekolah di luar negeri dan tinggal disana. Selagi di Indonesia Kakek tidak izinkan, bagaimana tawaran Kakek? Mau?"

"Kalian sudah paham sendiri kenapa orang tua kalian menitipkan kalian ke Kakek yang hidup sendirian. Orang tua kamu bercerai Vanessa dan Bunda kamu sibuk kerja di negara orang, Ayah kamu? Peduli saja tidak dengan kamu, sayang. Dan kalian cucu kembar Kakek, orang tua kalian juga sama sama sibuk kan? Bahkan sering bolak balik Indonesia tanpa tahu waktu. Papa kalian di Paris dan Ibu kalian di USA. Pulang juga jarang. Kalian mau hidup sama siapa kalo bukan sama Kakek dan Nenek disini?" Tanya Bapak kepada keempat cucunya.

"Kakek paham kalian butuh ruang sendiri tapi Kakek nggak bisa biarin kalian kemana mana sendiri, selama ini Kakek juga terkadang mengizinkan kalo mau pergi sendirian asal kasih tahu alasannya dengan jelas dan apa jaminannya. Nggak mudah sayang, ngurus empat cucu yang beragam sifat dan karakternya disaat posisi Kakek di negara ini bukan orang sembarangan. Selain menjaga diri sendiri, Kakek amat sangat menjaga kalian. Nggak heran kenapa Nenek sering kesini kan? Nggak heran kenapa Mayor Teddy punya tanggung jawab lain kan?" Ucap Kakek lagi.

Vanessa, Ati, Habib, dan Bintang hanya terdiam menunduk. Mendengarkan semua penjelasan Kakeknya. Tak ada yang berani membantah atau tetap kekeh dengan pendiriannya. Vanessa berusaha untuk tidak menangis karena memang hampir semua perkataan Kakeknya benar. Ia tidak bisa menyangkal lagi dirinya adalah seorang Cucu Presiden terpilih, Vucu seorang Jendral bintang 4, Cucu Menhan RI, dan Cucu Presiden Indonesia ke-8. Ia memang harus mengorbankan banyak hal, tapi itu semua juga untuk dirinya sendiri dan Kakek kan?

"Sini." Bapak memeluk keempat pilar kesayangannya. Mereka akan selalu menjadi kesayangannya sampai akhir hayat, bahkan ke kedua anaknya saja Bapak tidak sesayang ini. Cucunya yang menjadi sumber kekuatannya selama ini, itu kenapa Kakek tidak mau keempat cucunya terjadi sesuatu.

"Maafin kita ya, Kek? Maaf kalo kita udah keterlaluan." Ucap Habib.

"Maaf ya Kakek sayang." Vanessa sudah menangis.

"Please lah Nes bisa nggak jangan nangis disetiap keadaan?" Ucap Bintang, bisa bisanya cowok itu bercanda ditengah seperti ini.

"Apaan sih gue sedih dan merasa bersalah masa nggak boleh nangis?" Vanessa memukul Bintang keras.

"Sumpah ya kalian berdua merusak suasana banget!" Protes Ati.

Semuanya disana tertawa melihat tingkah aneh cucu Bapak, Bapak juga begitu hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Terkadang pertikaian cucunya ini merupakan hiburan untuknya disaat ia lelah dengan tugas negara.

"Sudah sudah, tidak papa. Cukup sekali ini saja ya kejadiannya? Kalo mau kemana kemana ngomong sama Kakek atau Mayor Teddy, kalo pun mau pergi sendiri tetap omongin dan kasih tau alasan serta jaminannya, perkuat argumen sendiri oke? Jangan kayak gini kabur kaburan, semuanya panik. Kakek sudah tua, jangan bikin Kakek shock terus." Ucap Bapak.

"Iyaa Kakek." Serentak mereka berempat.

"Ya sudah siap siap ke kamar, kita mau pergi." Ucap Kakeknya lagi.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang