1. Kanna

105 19 24
                                    

Aku tidak punya masa depan. Jangan bilang kalau aku punya. Bohong itu. Aku tak punya.

Jangan lihat betapa tampannya suamiku, lalu kau bilang aku baik-baik saja. Lebih-lebih, sepuluh tahun menikah selalu setia. Bagiku, aku tetap tak punya masa depan.

Jangan lihat betapa mentereng pekerjannya. Pergi sebagai chief engineer ke pengeboran minyak Kuwait selama sebulan, kembali ke rumah selama dua minggu, pergi lagi selama sebulan, pulang lagi dua minggu, dan selama itu dia tak pernah melalaikan kewajibannya sebagai suami. Ada dua pekerja rumah tangga yang disewanya untuk menemaniku selama dia tak ada. Jangan buat dirimu lelah, katanya. Aku harus bahagia, sehat, cukup istirahat. Semua tabungannya, aku yang pegang. Semua mobile bankingnya, ada di ponselku. Dari bank lokal, hingga bank internasional, dia biarkan aku memegang semua uangnya. Untuknya? Dia hanya meminta lima persennya saja. Tapi lima persen dari gajinya itu banyak. Seribu dolar Amerika. Pendapatan totalnya? Kalikan saja dengan angka 20. Belum termasuk bonus dan overtime. Tapi sekali lagi, jangan lihat betapa tampannya dia, betapa mentereng pekerjaannya. Di sini, aku tetap menjadi istri yang tak punya masa depan.

Ini bukan reka cerita, pil-pil yang tengah kugenggam ini adalah buktinya. Mereka punya kisahnya sendiri. Yang merah, diminum agar aku tak mendengar bisik-bisik setan itu lagi, agar aku tak menyaksikan langit di luar lumer menjadi warna violet yang mengerikan. Yang putih--yang lebih lonjong--untuk membuatku terlelap lebih cepat, tanpa gangguan, mengeruk mimpi paling dalam. Yang bersalut kuning muda, kata dokter, jaga-jaga, untuk lambungku. Satu lagi, yang putih dengan bentuk membosankan, adalah vitamin untuk saraf-sarafku agar tak kusut, agar tak saling membelit hingga korsleting. Pada pil-pil inilah aku bergantung. Pada pil-pil ini hidup dan matiku ditentukan. Jika aku tidak meminumnya, aku kehilangan fungsi sebagai mahluk sosial. Tanpa pil-pil ini, aku gila.

Pintu kamarku diketuk, secepat kilat kusembunyikan pil-pil itu di balik bantal. Aku bangkit dari dudukku, kutinggalkan tempat tidur dengan langkah tergesa menuju pintu.

"Ya sebentar," sahutku. Di titik ini, aku masih waras. Aku tahu yang mengetuk pintuku, kalau tidak adik iparku yang juga tinggal bersama, ya, pekerja rumah tangga kami. Aku masih bisa meresponnya dengan baik. Lain cerita kalau langit di luar tahu-tahu berubah violet. Tapi langit masih biru. Semua masih aman.

"Nuna, sudah siap?" Jungkook, adik iparku, sudah berdiri di balik pintu yang baru saja kubuka.

"Sudah. Kita pergi sekarang?" tanyaku.

Jungkook mengangguk, "Pesawatnya landing satu setengah jam lagi. Kita bisa cari makan di luar sebentar."

"Oke," Aku berbalik sebentar untuk mengambil tasku, lalu kembali menyusul Jungkook.

"Sudah minum obat-obatanmu?"

"Sudah."

Pintu kamar kututup. Jungkook tidak perlu tahu aku sedang bermain-main, ingin mencurangi takdir. Sudah dua hari aku tidak meminum obat-obatanku, dan selama itu, langit di luar masih biru, suara yang kudengar masih miliknya, milik pekerja rumah tangga kami, juga milik Seokjin, suamiku, ketika kami melakukan panggilan video. Tidurku cukup selama tujuh jam. Ini sudah termasuk kemajuan, dan aku ingin tahu sejauh apa aku bisa melakukannya tanpa obat-obatan. Sejauh apa aku bisa mendapatkan masa depanku kembali.

Di mobil, Jungkook tak membuang waktu lagi dan lekas menyusuri jalanan menuju bandara. Seokjin pulang hari ini, karena itu kami menjemputnya. Kuperhatikan sesuatu yang lain dari Jungkook, sesuatu yang baru kusadari ketika dia melepas jaket denimnya dan hanya mengenakan kaus oblong berwarna putih.

"Kau menambah tatomu?" tanyaku.

"Nuna suka?" Jungkook tersenyum lebar. Cara mengemudinya tetap stabil. Kata Seokjin, adik satu-satunya ini sudah suka diam-diam menyetir dari sejak dia duduk di sekolah menengah. Nakal, tapi pintar. Buktinya, dia baru saja lulus dari SNU, jurusan arsitektur, dengan skor IPK masuk kategori magna cum laude. Dia juga luar biasa tampan. Sudah genetik, kurasa.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 12 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Peanut Butter and TearsWhere stories live. Discover now