Bab 1 : Patah Hati

71 3 3
                                    

Setelah sekian lama aku berpikir sekarang aku punya nama panggilan bukan para pembaca aku yang lucuuu lucuuu

sekarang aku manggil kalian cilo
dan kalian sekarang bisa panggil aku cimo 🙄

hehe

Bantuin revisi juga kalau ada typo 🐟

Lelah, sesak, semuanya menjadi satu, bertumpuk dan kian menumpuk melingkupi tubuh seorang pria tinggi dengan hoodie hitam yang senantiasa membungkus tubuhnya sejak beberapa jam terakhir. Tulangnya seperti hendak patah tatkala sudah terhitung 12 jam dirinya duduk guna memahami materi. Sembilan jam ia habiskan untuk bersekolah, sisanya terdampar di tempat les yang berbeda.

Dan kini, seolah tak puas membuat pria itu lelah, ia harus berurusan dengan seorang gadis yang kini menangis meraung-raung dengan hebat, membuat sebagian pengunjung menatap mereka dengan berbagai ekspresi.

Saat ini, Atlas selaku pria berhoodie hitam itu tengah berada di taman kota yang penuh dengan pedagang kaki lima serta pengunjungnya. Atlas tidak sendirian tentu saja, ia datang ke tempat ramai ini karena suatu alasan.

"A-aku jelek apa gimana ya, Las?"

Sudah terhitung dua puluh empat kali gadis itu bertanya dan sudah terhitung dua puluh empat kali Atlas berkata. "Enggak lo cantik."

Tapi apa yang ia dapat setelah berkata demikian? Gadis itu malah semakin menangis, memukul-mukul lengannya, menarik-narik hoodie hitamnya dengan kencang hingga membuat beberapa sisi terasa kendor.

"B-boong! Jawab yang jujur!"

Atlas menipiskan bibir. Memang benar adanya bila banyak pria yang mengatakan bahwa wanita adalah makhluk paling 'istimewa'. Sampai saking 'istimewanya' membuat Atlas ingin cepat-cepat mengubur diri. Memang salahnya sejak awal, seharusnya Atlas menolak menjemput wanita penuh 'istimewa' itu dan langsung pulang ke rumah saja.

"Ya udah, lo jelek."

"Tuh kannnn! Emang semua cowok itu bisanya mandang fisik doang!"

Tahan Atlas.

Tarik napas.

Buang.

"Lo tuh kenapa sih? Habis diputusin cowok lo?"

Gadis yang menangis tadi kini menatap Atlas sepenuhnya, ia mengerucutkan bibir, menahan air mata agar tidak kembali keluar. "I-iya."

"Terus kenapa lo nangis?"

Atlas tidak pernah berpacaran, tidak pernah pula ada keinginan untuk mencoba. Melalui kisah percintaan gadis di sampingnya ini, ia semakin merasa bahwa pilihan untuk tidak berpacaran dengan makhluk paling 'istimewa'. Tapi bukan berarti Atlas gay, ia tetap suka perempuan, tapi belum ada yang cocok ... mungkin?

"D-dia selingkuh sama cewek lain," ujar gadis itu sembari kembali menarik-narik lengannya.

"Berarti lo harus bersyukur dong."

"Bersyukur kenapa?"

"Lo nggak harus berurusan sama cowok brengsek kayak dia lagi."

Gadis bernama lengkap Aurora Sunstra Nime itu kemudian diam, masih dengan sesenggukannya.  Ia kemudian mengangguk, nampak setuju dengan perkataan Atlas. "I-iya juga ya."

Atlas bernapas lega. Kenapa tidak dari tadi begini.

Pria itu melirik jam tangannya, sudah semakin larut. Ia melepaskan hoodie hitam hingga menyisakan kemeja putihnya yang nampak kusut dibeberapa sisi. Atlas melempar benda hitam itu hingga mengenai wajah Aurora yang sembab.

AtlasWhere stories live. Discover now