"Bunda ngapain pulang? Kok nggak ngasih kabar?" Saat itu di rumah, hanya suara Vanessa yang terdengar, bahkan Bapak sendiri saja juga kaget melihat anak bungsunya itu berada di depannya, tapi Bapak tidak bersuara seperti cucunya itu.

"Bunda ada kerjaan sama rekan kerja Bunda di Indonesia, ada sebuah pertemuan dan sekarang Bunda harus balik lagi ke Paris." Ucap Bundanya tanpa memikirkan perasaan anaknya sendiri yang bahkan melihat dirinya saja sudah terkejut, apalagi mendengar penuturan terakhirnya.

Vanessa menjatuhkan tas yang ia genggam tadi.

"Bentar bentar, jadi Bunda ke Indonesia hanya untuk pekerjaan?" Suara Vanessa mulai meninggi, bahkan rasa kantuk dan capeknya saat itu hilang begitu saja.

"Mbak Vanessa.." Panggil Mayted kelewat lembut, ia menahan tangan Vanessa agar gadis itu tidak bertindak diluar kontrolnya. Ia mencoba menenangkan Vanessa. Mayted tahu gadis itu sebentar lagi akan mengamuk.

"Terus ngapain kesini?" Tanyanya, Vanessa kini tak peduli cara berbicaranya sudah kelewatan tidak sopan, hatinya sudah menangis dan berteriak sakit.

"Tadinya Bunda pikir mau mampir buat liat kamu, ternyata kata pelayan rumah kamu ikut Bapak ke IKN." Balas Bundanya.

Vanessa menelan salivanya, ia memejamkan matanya sebentar, entah menahan sakit, menahan tangisan, atau menahan emosi. Ia bahkan membuang napasnya berkali kali.

"Mbak—" Vanessa tidak menghiraukan panggilan Mayted.

"Jawab pertanyaan aku, Bunda kesini hanya untuk pekerjaan?" Tanyanya lagi, suasana semakin mencekam saat itu, bahkan para ajudan/sekpri/adc Bapak tidak ada yang berani minggat dari sana.

"Iya, Bunda ada pekerjaan disini."

Vanessa menggeleng tak percaya.

"Kok bisa Bunda kesini demi pekerjaan bisa tapi demi anaknya kok nggak bisa ya?" Semua orang yang mendengar Vanessa saat itu sadar ada nada yang teramat sangat kecewa. Suara gadis itu sudah bergetar.

"Kakek.. Kok Bunda sejahat itu ya?" Gadis itu bertanya kepada Kakeknya, matanya sudah berkaca kaca.

"Vanessa sayang.." Kakek mendekat ke arahnya.

"Aku sidang skripsi loh kemarin, aku juga yudisium beberapa hari yang lalu. Dan dua minggu lagi aku wisuda. Tapi Bunda nggak pernah bisa datang dikeduanya, aku berusaha ngerti walaupun aku nggak ngerti kenapa Bunda kayak gitu, bahkan setelah aku menelfon Bunda minta dijahitin pakaian graduation ku saja Bunda langsung bilang nggak bisa hadir di wisuda aku tanpa aku bertanya dulu!" Vanessa sudah mulai menangis, Ati segera lari ke arahnya. Menggenggam tangan sepupunya karena takut Vanessa seperti kemarin, takut sepupu satu satunya ini akan kehilangan kontrol.

"Sebenernya aku nih anak Bunda sama Ayah apa nggak sih?!" Vanessa sudah mulai berteriak.

"Bunda jangan mengira karena aku udah 22 tahun, aku nggak butuh Bunda! Di fase kehidupan aku yang sekarang ini justru aku butuh Bunda!!" Teriak Vanessa.

"Bunda ada nggak sekali saja merasa bersalah ninggalin aku sendirian disini? Bertahun tahun?!" Tanya Vanessa dengan tatapan kecewanya.

"Bunda nggak bisa datang, Ayah nggak ada ngasih ucapan selamat untuk aku. Aku tahu kalian udah cerai dan nggak pernah bisa balik lagi. Aku ngerti dan aku juga nggak pernah minta apapun selain tolong perhatiin aku disini! Aku tuh sebenarnya anak siapa?" Lirih gadis itu. Bahkan disituasi seperti ini Mayted hanya bisa mengelus pundak gadis itu berharap Vanessa sedikit tenang.

"Bunda kalo menyesal ngelahirin aku bilang, Bun! Jangan bersikap seperti Bunda emang sudah nyesal! Aku ada nyakitin Bunda? Aku ada bikin Bunda kecewa? Aku ada bikin Bunda malu? Kok Bunda segitunya sih ke aku? Aku nggak masalah kalo Ayah emang lepas tangan atas kehidupan aku karena aku benci Ayah karena udah nyakitin Bunda!Tapi Bunda, aku nggak pernah ngebayangin Bunda juga kayak gitu."

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang