Manjat Pager

56 0 0
                                    

Sebenernya rutinitas ini udah biasa dilakuin sama Tarjan, pemuda berusia 18 tahun yang bisa dibilang bengis karena sering robohin pager tetangga. Sebenernya ada pintu kok, cuman Tarjan memilih untuk manjat dan loncat kesana kemari aja. Biar terlihat keren kalo kata orang sekitar, tapi nyatanya itu semua dilakuin Tarjan tanpa sadar. NALURI! Sinting memang kalo didengar. Mana ada naluri yang bisa membawa manusia untuk manjat pager orang sembarangan? Oleh sebab itu, tetangga sekitar memanggilnya Tarjan. 

"Aku gak mau main kerumah kamu lagi! Rumah kamu gak ada pagernya, Wo!" Itulah celotehan Tarjan kecil si manusia sembrono itu pada Uwo, karib kecilnya sejak tahun... Tahun 2 mungkin, pokoknya sudah lama.

Obsesinya terhadap dunia seni begitu melekat didalam dirinya, disuruh masuk jurusan lain oleh orangtuanya namun Tarjan tetep kekeh atau bahkan pernah suatu ketika obrolan masuk kuliahnya tidak kunjung usai selama 12 hari 11 malam 4 jam 14 menit 24 detik.

"Aku pokoknya mau masuk Sekolah Kesenian aja! Aku punya bakat!"
"Bakat apa? Manjat?" Sahut ibunya
"Ya bakat musik lah, bu! Aku bisa menciptakan suara yang begitu indah dari jari-jari tanganku" Tarjan sambil mempraktekan jemarinya kedepan dada seraya meragakan dirinya memainkan alat musik yang begitu lihai didepan ibunya. 
"Tapi, kamu belum makan" Si ibu mengingatkan sambil memegang piring ditangannya, dengan sendok diatas piring seakan ingin melanjutkan menyuapi Tarjan makan.
"Apakah masih disuapin oleh ibu sendiri merupakan bakat juga, bu?" Tanya Tarjan dengan tatapan dongo dan lugu.
"Bakat kok, bakat nyusahin orang tua dari kecil!" Dilemparkannya piring bersama isinya yang terdiri dari kerang, usus karo kikil  kehadapan Tarjan.
"Dih, sayang tau nasi gaboleh dibuang-buang bu! Kata ibu kan dulu Mubajir!" Jawab Tarjan sambil memungut nasi yang sudah berantakan diatas tanah.
"Tangan ibu cuman sebelah kiri aja, Jan." Ibu sambil menunjukkan tangan kanannya yang tersisa hanya sebatas sikut.
"Tangan ibu kemana? kok bisa sisa segitu?" Tanya Tarjan penasaran dengan muka yang semakin terlihat tolol.
"Kamu lupa motor yang ibu pakai ke pasar kamu buat remnya blong karena tidak ibu kasih duit jajan dan ibu kecelakaan terpental 2 meter menabrak pos satpam dan terlindas mobil offroad si Gondes itu? Kelewatan kamu" Jawab ibu sambil menjotos matanya Tarjan dengan tangan kanannya yang sisa separo.
"Kalo aku gak gitu, aku bakal punya adek lagi dari kelakuan jahat ibu yang katanya mau ke pasar tapi ternyata malah belok kerumah si engkoh-engkoh bergemilang harta tapi mukanya mirip sendok yang dipanasin, jelek!"
"Tapi dia kaya, Jan, andai bapakmu masih hidup pasti ibu gak gitu"
"Iya dia kaya, kaya tai!"
"Gapapa Jan kaya tai, yang penting duitnya banyak!" Sahut ibu gak mau mengalah
"Gak mau! Gak rela aku liat ibuku nikah sama China tolol itu! Pribumi harus tetap melekat bu! Pribumi harus kuat! Gak boleh dicuci otak oleh pemikiran-pemikiran bau dupa itu! Mereka aja menyebut kita Tikus Kota? Emang anjing! Gak sudi aku! Cuih!" Tarjan sambil meludah ke arah bawah yang ternyata masih ada kerang dan kikil yang tersisa, dipungutnya kembali lalu dimakan lagi.

Itulah sepersekian persen obrolan Tarjan yang tak akan kunjung usai jika membahas kuliahnya kepada ibunya. Tarjan ditinggal bapaknya yang bernama Pak Kupis sejak masih usia 2 tahun karena kelalaian Pak Kupis itu sendiri. Menggendong Tarjan Kecil namun Tarjan kecil memegang pisau dapur tipis yang baru diasah bapaknya. Diayun-ayunkannya seraya baling-baling, tertusuklah dileher Pak Kupis dan menancap. Keluar darah segar yang sangat hebat, seperti selang dengan kecepatan air kencang namun tersobek dibagian tengahnya . Kupis sendiri sebenernya singkatan dari Kumis Tipis yang menghiasi wajahnya. Sebenernya nama aslinya Pak Johnson And Goodnight, namun karena lidah tetangga sekitar sering belibet untuk penyebutan namanya maka dari itu dipanggillah Pak Kupis. 

AKU SEBENERNYA 4 ORANGWhere stories live. Discover now