11. Hari Sial

195 18 4
                                    

Bunda enggak sempet masak. Kayaknya nginep di rumah nenek. Nanti kamu bareng kakak di rumah.

Kayla membaca pesan yang menempel di pintu kulkas. Ia menguap beberapa kali. Rumah ini kosong. Tentu saja bisa berbuat sesuka hati. Ia pun bersorak dalam hati.

Tidur siang beberapa jam membuat Kayla bangun dalam keadaan lapar. Tidak ada makanan tersaji di meja makan. Mau tak mau ia harus memasak. Namun, hal ini sangat susah dibandingkan dengan menonton drama 12 episode.

"Ada telur dan mie instan." Kayla sedang sibuk menciptakan resep makanan dalam otaknya. Tentu saja pilihannya jatuh pada sesuatu yang simpel.

Meskipun memasak merupakan salah satu keterampilan bertahan hidup, tapi Kayla belum sempat mempelajarinya. Tapi setidaknya kalau merebus mie saja ia bakal lulus ujiannya.

Maka, persiapan pun dimulai. Semuanya berjalan mulus. Mie goreng sudah tersaji. Ditambah telur ceplok. Perut Kayla sudah tidak sabar untuk diisi.

"Makannya sambil nonton TV saja," gumamnya.

Malang tak dapat dihalang. Kayla hanya bisa berdiri mematung menatap piring yang berisi mie goreng tumpah di lantai. Ia menghela beberapa kali. Tangannya licin sehingga piring itu pun terjun bebas.

"Mubazir. Sia-sia usaha gue," rutuknya.

Mie goreng telur ceplok pun pindah ke tempat sampah. Lalu, Kayla harus membersihkan lantai. Perutnya makin lapar. Ia tidak ingin memasak lagi. Alternatif lain yaitu Zefano.

Kayla berlari ke rumah sepupunya. Ia berharap bisa segera memuaskan isi perutnya. Sudah terbayang masakan tantenya.

Namun, pintu pagar rumah Zefano digembok.

Terpaksa Kayla pulang ke rumah. Langkahnya lambat
Tubuhnya mulai lemas. Sebenarnya ia bisa saja memesan makanan, tapi uangnya dari mana?

Dompetnya sudah merana sejak kemarin. Hanya ada beberapa recehan. Itu pun untuk beli bensin juga kurang. Solusinya yaitu memutar otak.

Di dalam kulkas masih ada 2.telur lagi. Kayla pun berniat menggorengnya. Telur kecap enak dimakan dengan nasi putih hangat, pikirnya.

Sayang, telur yang sudah berada di tangannya jatuh dan pecah. Lagi-lagi Kayla merutuki kecerobohan dirinya. Selain merelakan bahan makanannya terbuang percuma, ia juga harus kembali membersihkan lantai.

Satu telur terakhir masih dalam pengawasan Kayla. Apakah cikal bakal ayam itu akan bernasib malang seperti teman-temannya? Semoga tidak.

Kayla begitu berhati-hati saat menggoreng telur. Selamat. Matanya berbinar melihat ke piring. Lauk teman nasinya sudah siap. Ia pun segera mengambil nasi putih. Namun, ia lupa kalau lantai masih basah. Kakinya terpeleset. Piring itu terbang. Jatuh ke lantai.

Pandangan mata kosong. Bibir terkunci rapat. Pecahan piring berserakan. Telur mata sapi ini pun berhias beling. Sama sekali tidak estetik apalagi cantik.

Bibir Kayla bergetar. Lalu terdengar suara tangis menggema di dapur. Ia sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Semua usahanya gagal total. Belum lagi korban pun berjatuhan. Tiga butir telur serta dua piring.

"Sial," jeritnya.

Kayla menangis sambil berjongkok. Ia terlalu lelah untuk bersih-bersih. Jangan tanya seperti apa perutnya? Tak ada lagi lauk.

Menangis itu juga butuh energi. Kayla duduk di lantai. Ia belum berniat membereskan semuanya. Tubuhnya lemas. Namun, ia teringat jika kakaknya bisa tiba-tiba pulang. Kalau sudah begitu pasti akan mengadu. Bundanya bisa mengomel selama seminggu penuh.

Menyapu sudah. Mengepel juga sudah. Tangan Kayla pun berdarah. Bukan karena dua benda tersebut, tapi gelas pecah akibat tersenggol. Ya, satu lagi perabotan yang tidak bersalah menjadi korban. Entah apa yang terjadi dengan dirinya hari ini.

CRUSH - Act Of Service Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang