"Mbak Echaaa!" teriak Ririn dari teras rumah lalu berlari ke arah orang yang dimaksud. Ia memeluk Mbak Echa. 2 orang pria yang tadi menurunkan dan menata barang-barang di dalam rumah.

2 jam beberes rumah, akhirnya rumah rapi. Bunda dibantu Mbak Echa dan Ririn serta dua kuli angkut tadi menata tatanan rumah. Dua kuli angkut dari Jakarta tadi pulang setelah diberi uang tips oleh Bunda.

"Bun, laper." kata Ririn.

"Wah, bunda nggak masak Rin. Tau sendiri kan?"

"Aa terus gimana? Ririn laper bun."

"Motor juga belom dateng ya, Cha? Kamu nggak bareng sama tukang angkut motor sama sepedanya?"

"Nggak bu. Kan katanya, mereka berangkatnya malem ini. Kalo mobil, kata nenek dan oma, itu bakalan dibawain sendiri sama mereka 3 hari lagi."

"Aaa bunda laper nih Ririn."

"Yaudah, kita jalan aja yuk. Sekalian bunda ke rumah RT, laporan sama RTnya."

"JJM dong bun ceritanya?"

"JJM?"

"Jalan-jalan malam." kata Ririn.

"Haha, iya deh dek. Ayo bu, sekarang aja. Nanti keburu malem, nggak dapet mkan, malah kena begal. Kan lucu."

"Ayo-ayo." Mereka bertiga keluar rumah untuk mencari makan dan mke rumah pak RT.

"Mbak, maaf mau tanya. Rumahnya RTnya yang mana ya?" tanya Bunda kepada segerombolan ibu-ibu yang lewat. Kayaknya habis pengajian deh.

"Oo, yang di depan toko Samsudin itu mbak." kata ibu-ibu yang bertubuh agak gendut.

"Makasih ya bu."

"Mbak e, sek pindahan dari Jakarta itu, ta?" Kata ibu-ibu itu lagi.

"I- Iya bu. Maaf bu, saya nggak bisa bahasa jawa. Hehe." Terang bunda.

"Walhah, nggak apa-apa kok bu," kata ibu-ibu yang lain. "Ini mau ke Pak RT, bertiga ta bu?"

"Nggak bu. Bunda yang ke rumah RT, saya sama Mbaknya nyari makanan. Hehehe." jawab Ririn kali ini.

"Oalah, ternyata. Kelas berapa dek?"

"Kelas 5 bu."

"Sekolah mana?"

"Belom tau bu. Sekolah mana bun?" tanya Ririn pada bundanya.

"Insyaallah di SD Khadijah 2 bu."

"Owalah, sek ndek Darmo Permai iku yo, ibu-ibu?"

"Iyo. Sek ndek kono iku." Bunda, Ririn, dan Mbak Echa semakin bingung sama percakapan mereka.

"Bu, maaf. Keburu malam, saya ke rumah RT nya dulu ya bu. Permisi." Pamit bunda.

"Bun, bahasanya lucu-lucu ya. Apa itu tadi? Ndek? Haha, apa itu artinya?" tanya Ririn.

"Dek, kamu aja nggak tau, apalagi bunda." Jawab Mbak Echa.

"Oh iya ya mbak. Hehehe," Ririn tertawa lepas. "Eh bun, itu toko samsudin yang dimaksud ibu-ibu tadi bukan?" tanya Ririn.

"Mana nak?" tanya bunda balik.

"Itu lho bun. Toko Samsudin. Iya kan?"

"Oh iya bener. Yaudah, bunda kesana, kamu sama mbak cari makan. Nanti sms bunda kalo udah selesai. Oke?"

"Siap bundaa."

Sementaraa bunda ke rumah RT, Ririn dan Mbak Echa berjalan terus untuk mencari makanan. Di Surabaya, jam 9 lebih ternyata masih ada makanan yang buka lho! Masih ada warung bebek goreng, nasi goreng, tahu tektek, soto daging, bakso, sate kelapa, sate ayam, semua masih ada. Lengkap deh pokoknya.

"Mbak, makan yang anget-anget aja ya?"

"Mau apa dek?"

"Soto aja gimana?"

"Oke deh." Mbak Echa dan Ririn ke tukang soto daging. Aroma soto yang menggugah selera membuat Ririn tak tahan. 3 porsi soto sapi pun dibawa pulang olehnya untuk makan malam ini bersama bunda dan Mbak Echa.

To : Bunda

Udah selesai bun? Aku jalan kesana .

Send.

From : Bunda

Udh nak. Tinggal nunggu kamu. Siap.

Mbak Echa dan Ririn mempercepat langkah mereka. Sesampai di rumah Pak RT, mereka bertiga segera berpamitan dan menuju ke rumah. Tak sampai 15 menit, mereka bertiga sudah berada di dalam rumah.

"Ambil mangkok Cha." kata bunda.

"Ini sotonya enak bun kayaknya. Hmm, nggak tahan. Mbak Echa buruan.. Laper sudah anak manis ini." Kata Ririn.

Setelah selesai makan, mereka bertiga bergegas tidur. Tak sampai jam 11, rumah mereka sudah gelap. Pemilik rumah itu ternyata sudah tidur.

***

"Akhirnya kita sampai ya Ma." kata Ian.

Drrt.. Drrt..

From : My Angel

Aku udah nyampe Surabayaaa. Ini udah mau nyampe rumah baru aku. Hmm, bntr lagi, tatatata rumah deh.

'telepon Ririn aja ah' batin Ian.

"Hallo Rin, udah nyampe? Udah dong daritadi. Udah istirahat malah. Eh Rin, Ami mau ngomong sama bundamu nih. Iya, buruan ini udah ngomel si Ami mah. Oke," kata Ian. "Bentar lagi dipanggilin. Nih mi." Ian menyerahkan ponselnya kepada Aminya.

Setelah menyerahkan ponselnya pada Ami, ia masuk ke kamarnya. Mengambil gitar, dan memainkannya. Baru ini Ian kan merasakan sepi, karena disampingnya tak ada dimas, dan peri kecilnya, Ririn.

"Ami bikin bete deh. Orang lagi asik-asik telponan sama Ririn, malah diminta buat telponan sama bundanya. Kan nggak seru. Emang Ami nggak ada pulsa apa, sampe-sampe hp anaknya dipake. Ganggu kesenangan orang deh." dumel Ian.

"I, dipanggil Ami noh." kata Bian dari balik pintu. Bian adalah kakak Ian.

"Iye bentaran. Bilangin ami bentar lagi gue turun."

"Yodah cepet ye."

Ian keluar dari kamar dengan muka malas. Menghampiri aminya yang sedang duduk santai di ruang tengah sambil menonton televisi bersama abinya.

"Apaan mi?" tanya Ian.

"Mau makan nggak?"

"Maulah mi. Kenapa? Suruh beliin pasti."

"Nggak, cuma nyuruh kamu nemenin Fabian aja. Sana berdua cari makanan."

"Lah terus ami berduaan di rumah sama abi gitu?" protes Bian.

"Iyalah. Ami sama abi mau pacaran dulu. Udah sana-sana." usir ami sedangkan abi tertawa disebelahnya.

"Ogah." jawab Ian dan Bian bebarengan.

"Mending makan diluar bareng-bareng sama ami sama abi. Iya nggak Bang?" tanya Ian pada Bian.

"Iyalah."

"Mau makan diluar? Yaudah kalian berdua cari makan terus kita makannya di teras rumah. Gitu kan?" kata abi.

"Em, bi. Halaman rumah kita yang ini lebih luas lho dari yang dulu. Ribut yuk bi." Ajak Ian. Seisi rumah sontak tertawa terbahak-bahak. Akhirnya abi dan aminya mengalah dan mengajak mereka berdua makan di luar.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Broken HomeWhere stories live. Discover now