"Baiklah. Aku akan langsung saja. Ini mengenai ... foto-foto kedua anakku yang kamu ambil waktu mereka -- jalan bersama," kata Yoga hati-hati. Dia memilih kata 'jalan bersama' alih-alih kencan atau pacaran. Padahal, artinya kurang lebih sama.

Ekspresi wajah Johan berubah. Ternyata mengenai itu. "Ada apa, Bos? Apa foto-foto yang saya kirim ada yang kurang jelas?" tanya Johan.

"Bukan. Bukan itu. Yang kamu kirim sangat jelas malah," kata Yoga sebelum menghela napas sekali lagi. "Jadi, ... aku mau minta tolong padamu. Bisakah kamu hapus file itu dari komputermu?"

Johan terdiam sesaat. "Oh. Tentu saja. Akan saya hapus," jawab Johan enteng.

"Tapi ...  aku khawatir. Kudengar, orang IT bisa memunculkan kembali file yang sudah dihapus. Benarkah itu? Lalu bagaimana caranya untuk menghapus file secara permanen?"

"Akan saya hapus permanen. Saya biasa pakai software," jawab Johan terdengar yakin.

Yoga masih nampak ragu. "Hh ... bagaimana cara menjelaskan ini padamu?" gumam Yoga sambil mengurut kening.

Alis Johan berkerut. Soal apa ini sebenarnya? Kenapa Yoga sebegitu takutnya kalau-kalau ada yang melihat foto-foto itu?

Akhirnya Yoga menceritakan secara garis besar pada Johan. Bahwa Yunan sangat berharga baginya, karena Yunan adalah anak yang dititipkan langsung oleh guru spiritual Yoga. Dan guru itu, Syeikh Abdullah, mengatakan bahwa Yunan akan menjadi ulama besar nantinya. Maka sedikit saja bukti cela pada diri Yunan, dikhawatirkan dapat disalahgunakan jika ada orang jahat yang ingin menghalangi usaha dakwah Yunan.

Johan menelan ludah. Kisah itu tentu saja sulit dicerna oleh orang sepertinya yang tidak menjalankan ibadah agama apapun.

"Aku tidak memintamu untuk percaya. Aku paham kalau kamu berpikir aku aneh atau apa. Begini saja. Apakah file itu akan bisa benar-benar musnah kalau kuhancurkan semua benda yang berkaitan dengan pengambilan foto itu? Kamera, ponsel, komputer. Apa lagi?"

Mata Johan melotot. "Kamu mau menghancurkan kamera, ponsel dan komputerku??" seru Johan syok.

"Akan aku ganti, tentu saja. Akan kuganti dobel, aku janji," kilah Yoga beralasan segera, sebelum dia dituduh barbar karena hendak menghancurkan seperangkat benda elektronik mahal milik Johan.

Johan geleng-geleng kepala. Yoga dari dulu selalu hobi membuat kejutan. Johan masih ingat kelakuan Yoga dulu saat malam-malam minta dipinjamkan janggut berewok palsu.

"Lalu bagaimana dengan e-mail-mu?" tanya Yoga masih terlihat cemas.

"Aman. Aku selalu buat e-mail berbeda untuk tiap klienku, dan rutin mengganti password. Tinggal kuhapus akun itu."

Yoga nampak gamang.

"Oke kuhapus sekarang juga," putus Johan yang menyadari bahwa Yoga ingin kepastian bahwa apapun yang berkaitan dengan penyelidikan tentang anak angkatnya, harus benar-benar terhapus sempurna tanpa jejak.

Johan menyalakan kembali ponselnya dan masuk ke akun surel yang digunakannya khusus untuk mengirim data ke Yoga.

"Tuh lihat. Sudah kuhapus, ya," kata Johan sambil menunjukkan layar ponselnya.

"Oke thanks, Johan," ucap Yoga nyengir senang.

"Hapemu boleh kuhancurin juga? Just in case. Nanti kuganti. Terserah kamu mau hape merek apa," pinta Yoga terdengar absurd di telinga Johan.

Johan menghela napas. "Oke oke. Tapi kasih aku waktu. Aku perlu back up data-data yang penting."

"Oke fine. No problem. Kalau komputermu, bisa kuhancurin hari ini?" tanya Yoga lagi. Menguji kesabaran Johan.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now