"Bang Rizky sampai dobrak pintu kamar mandi bawah, tuh Bang Teddy periksa aja. Semalam Mbak Vanessa hilang kontrol banget. Ibu Titik sampai dateng kesini malam malam tenangin cucunya." Lanjutnya.

"Ayahnya ngapain lagi?" Tanya Mayted serius.

"Ayahnya mau nikah lagi sama perempuan yang Vanessa benci, terus di waktu yang sama Bundanya ngasih kabar kayaknya nggak bisa datang di sidang dan wisudanya nanti."

"Makanya Bapak biarin Vanessa tidur didepan tv, takut Vanessa ngamuk lagi."

"Ibu mana?" Tanya Mayted.

"Tidur sama Mbak Ati. Tadinya mau sama Mbak Vanessa, tapi Vanessa mau tidur disini sendirian."

"Seharusnya saya nggak pulang tadi, kalo nggak pulang saya bisa tenangin Mbak Vanessa." Mayted dipenuhi rasa sesal.

"Tapi Vanessa juga nyariin Bang Teddy semalam, nyebut nyebut nama Bang Teddy. Abang nggak pamit ya sama Mbak Vanessa?" Tanya Rajif.

Mayted menggeleng. "Soalnya saya ditungguin mama di rumah, ada hal penting."

"Sedih bang kalo Bang Teddy liat semalam tuh, hancur banget saya liat Mbak Vanessa sesakit itu, rasanya kayak didorong dari tepi jurang. Rasanya kayak semua orang ninggalin dia." Lanjutnya, ia juga sambil meminum kopi yang dibuatkan Mayted.

"Dia manggil nama Abang aja saya pilu dengarnya bang, kata Mbak Vanessa Pak Teddy mana? Aku mau sama Pak Teddy, cuma Pak Teddy yang ngertiin Vanessa. Aku butuh Pak Teddy. Pak Teddy jangan tinggalin aku juga, semua orang ninggalin dan nyakitin aku terus, sakit banget bang. Semua ajudan Bapak yang ada semalam saja beneran nggak berkutik liat kondisi Mbak Vanessa semalam." Rajif rasanya sudah tidak kuat lagi untuk menceritakan kejadian malam tadi.

Vanessa sebergantung itu kepadanya, Vanessa setakut itu jika ia meninggalkannya sendirian. Mayted menyesal setengah mati tidak ada disini semalam. Mayted sungguh tak berani lagi membiarkan meninggalkan Vanessa sendiri.

Mayted meninggalkan Rajif di dapur, laki laki itu kembali ke kamar Vanessa. Duduk disamping ranjangnya dan menatap Vanessa dengan perasaan campur aduk. Ia raih lagi tangannya yang dilukai sendiri oleh Vanessa.

Tiba tiba Vanessa menangis dalam tidurnya, rasa sakit di hati Mayted semakin bergejolak. Ia hapus air mata itu dengan pelan menggunakan jempolnya. Ketika Vanessa berpindah posisi dan berhadapan dengannya. Perempuan itu terbangun.

"Pak Teddy..." Suara Vanessa sangat serak.

"Saya disini mbak, maafin saya ya semalam saya nggak disini." Mayted mengelus rambut hitam kecoklatan milik gadis itu.

"Aku kira Pak Teddy ninggalin aku juga." Air matanya membasahi pipinya lagi.

"Saya nggak mungkin ninggalin kamu, mbak." Bisik Mayted dengan suara khasnya.

"Pak, jangan pindah ke Batalyon ya? Bapak sama aku aja disini, temanin aku terus Pak. Aku nggak kuat kalo Pak Teddy pergi, nanti siapa yang ngejaga dan bikin aku tenang? Nanti siapa yang marahin aku kalo aku nyakitin diri sendiri lagi? Nanti siapa yang ngebela aku? Nanti siapa yang lindungin aku?" Kali ini air matanya semakin deras.

"Mbak, jangan banyak pikiran ya? Nanti kamu sakit lagi mbak, nanti kamu drop lagi. Ingat harus ada yang kamu selesaikan nanti, kamu harus kuat untuk diri kamu sendiri mbak. Kamu hidup untuk diri kamu, kamu merayakan semua kerja keras kamu untuk diri kamu sendiri, bukan untuk orang tua kamu, bukan untuk Ibu dan Bapak, dan bukan juga untuk saya. Jangan sampai orang yang nyakitin kamu itu menyetir kehidupan kamu, mbak. Kamu itu perempuan tangguh, kamu hidup sampai detik ini saja saya bangga. Jangan lepas kendali lagi ya mbak? Jangan nyakitin diri sendiri karena orang udah nyakitin kamu. Kasihan sama badan kamu mbak. Jangan pikirin orang lain yang nggak mikirin kamu, kamu harus selamatin diri kamu sendiri, oke? Tolong kuat untuk diri kamu sendiri." Ucap Mayted lembut, semakin melihat Vanessa menangis, semakin sakit melihat gadis didepan ini tak berdaya.

Vanessa semakin nangis setelah mendengar perkataan Mayted. Rasanya sesak melihat Vanessa seperti ini.

"Pak, tolong jangan tinggalin aku." Ucapnya setelah itu ia kembali tertidur dengan Mayted yang terus menenangkannya dan berusaha membuat dirinya kembali tidur.

Mayted mengelus tangan dan puncak kepala Vanessa bergantian hingga perempuan itu kembali nyaman dalam tidurnya.

Saya nggak kemana mana, mbak. Saya tetap disini, tetap disamping kamu, tetap ngejaga kamu, tetap lindungi kamu, tetap marahin kamu, tetap ngebela kamu. Mau saya ke Batalyon atau pergi ke ujung dunia sekalipun, saya tidak akan ninggalin kamu sendirian, nggak masalah seandainya kamu tidak memiliki perasaan yang sama seperti saya.

He Fell First and She Never Fell?Where stories live. Discover now