Berlagak gembel, padahal di rekeningnya banyak uang. Hanya demi bisa tinggal di antara masyarakat, meski sebenarnya dia tidak hobi bergaul. Tapi dia harus realistis. Dia sekarang hidup sendirian. Tak ada istri, tak ada keluarga, tak ada anak. Siapa yang akan menguburnya nanti kalau dia mati? Kalau dia tinggal di tengah masyarakat, setidaknya pasti akan ada yang menemukan mayatnya.

Dan lagi, kalau dia mengasingkan diri ke hutan, di hutan tidak ada toilet dan banyak nyamuk. Belum lagi binatang buas. Sedangkan dirinya akan semakin renta, tak akan sanggup berkelahi dengan beruang, macan dan teman-temannya.

Para tetangga sempat curiga kalau dirinya mendapat uang dari kegiatan babi ngepet. Sebab dia tak pernah kelihatan kesulitan keuangan, meski tak bekerja dan tak dikirimi uang oleh anak lantaran tak memiliki anak. Akhirnya supaya tetangga tidak berpikir macam-macam, dia berjualan lukisan digital secara online. Dia pun memamerkan hasil lukisannya. Kebanyakan adalah lukisan manusia. Memang keahliannya di situ. Dulu saat menjadi polisi, dia adalah yang membuatkan ilustrasi wajah buronan kriminal. Orang-orang akhirnya tidak menuduhnya babi ngepet lagi.

Secara garis besar, dia jujur pada orang-orang di sekitarnya. Kecuali mengenai profesi terdahulunya sebagai detektif swasta. Sebab salah satu alasannya mengubah nama, adalah karena demi keamanannya dari musuh-musuhnya di masa lalu. Beberapa kali lolos dari maut akibat luka tembak, sudah cukup untuknya.

Maka dia mengaku bernama Tyo. Padahal nama aslinya adalah Johan.

Siangnya saat Johan sedang membuat lukisan di depan komputernya, ponselnya berbunyi, setelah lama ponselnya tidak pernah dihubungi siapapun. Siapa pula? pikirnya. Orang bank? Asuransi?

"Halo?" sahut Johan ragu.

"Selamat siang. Dengan Pak Johan?" sebuah suara lelaki yang terdengar berat di ujung sana, mengejutkan Johan, sebab pria itu menyebut nama aslinya.

Brengs*k! Apakah persembunyianku sudah ketahuan?? batin Johan mulai panik.

Johan menelan ludah sebelum menjawab, "salah sambung. Nama saya Tyo."

"Saya tahu anda Johan. Jangan khawatir. Saya bukan musuhmu. Saya punya penawaran menarik untukmu. Bisa kita bertemu?"

Alis Johan berkerut. Siapa orang ini? Kalau sampai bisa menemukan jejaknya, berarti dia bukan orang biasa!

Didorong oleh rasa penasaran, Johan akhirnya setuju untuk bertemu dengan pria misterius itu di sebuah kafe di pusat bisnis di tengah ibukota. Dia mengabaikan intuisinya untuk tidak datang dan kembali pindah ke tempat baru serta mengganti lagi namanya dengan nama lain. Berharap orang itu kehilangan jejaknya. Tapi tidak. Intuisinya dia kesampingkan dan nekat menemui orang misterius itu, yang ditebaknya adalah bagian dari sindikat berbahaya. Hanya sindikat semacam itu yang bisa mengendus jejaknya.

Johan pergi dengan motornya. Tanpa tahu bahwa ia akan menemui ajalnya.

.

.

Johan memasuki sebuah kafe yang dari depan hanya terlihat plank nama kafenya saja. Fasad depan bangunannya tertutupi oleh tanaman semak setinggi mata. Tempat yang tepat untuk melakukan pertemuan rahasia.

Interior kedai kopi itu didominasi oleh kayu gelap. Johan mengamati sekeliling. Bahkan sebelum seorang pria mengangkat tangannya, memberi isyarat, Johan sudah tahu bahwa pria itu pasti yang mencarinya. Pria gagah usia empat puluhan awal, yang duduk di sofa pojok ruangan. Nampak rapi dengan setelan kerja, jas abu tua dan dasi bergaris abu muda-putih. Khas orang kantoran. Di meja ada secangkir kopi. Rupanya pria ini sudah memesan kopi lebih dulu.

Pria itu berdiri. Johan menatap matanya. Johan sudah menemui beragam jenis karakter manusia. Bisa mengenali sorot mata orang yang sanggup membunuh orang lain. Dan pria di hadapannya ini, adalah salah satunya.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now