Satu

9 1 0
                                    

Halooo, ada yang pernah baca cerita saya yang berjudul Space? Reconnect adalah cerita yang sama, dengan judul berbeda. Inti ceritanya juga masih sama, tapi saya harap sih di Reconnect ini lebih jelas dan lebih rapi.

Untuk kalian yang menyempatkan mampir ke cerita ini, terima kasih banyak, ya. :)

*

*

*

Rianti punya dua pertanyaan:

1. Kalian percaya bahwa suatu tempat atau benda bisa membangkitkan kenangan?

2. Apakah memikirkan laki-laki lain saat sudah memiliki calon suami dianggap selingkuh?

Untuk jawaban nomor satu, Rianti percaya. Tapi untuk nomor dua... sepertinya tidak dianggap selingkuh, kan, jika hanya memikirkan saja?

Sebuah foto yang diambil tiga tahun lalu dengan kualitas gambar yang tidak terlalu tinggi muncul di layar laptop. Melempar Rianti ke masa lampau, membuatnya kembali merasakan keseruan saat menjalani KKN dan mengingat seseorang.

Foto itu memuat sepuluh orang yang duduk melingkar di gazebo. Enam perempuan, empat laki-laki. Semua sedang menikmati nasi liwet dengan berbagai macam lauk-pauk yang ditaruh di atas daun pisang yang disusun memanjang. Yang memotretnya adalah Abah, pria tua pemilik rumah yang menjadi tempat tinggal kelompok KKN 321.

Mata Rianti yang dihiasi bulu lentik memindai satu persatu wajah teman-temannya dan berhenti lama pada satu orang. Laki-laki bertubuh tinggi, tidak kurus dan tidak gemuk, berkulit sawo matang dengan mata tajam, dan senyum yang ramah. Kenzi Renaldi. Apa kabar dia sekarang?

Rasa ingin tahu itu membuat Rianti mengerjap. Dia menggeleng, lalu mulai melihat-lihat foto yang lain. Namun, nyaris di semua foto selalu ada Ken di sana. Bukan hanya itu, posisi Ken juga hampir tidak pernah jauh dari Rianti, sehingga sulit bagi perempuan itu untuk melihat foto dan mengabaikannya.

Foto menunjukkan rasa. Rianti pernah mendengar itu dari Erlin, salah satu teman KKN-nya yang sempat mengatakan secara blak-blakan bahwa ada sesuatu antara Rianti dan Ken. Dulu Rianti tidak paham, sekarang rasanya dia mengerti yang Erlin maksud.

Ada sesuatu. Benar, Rianti mengakui itu sekarang. Dulu dia selalu menyangkal. Mau bagaimana lagi? Dia dan Ken sama-sama sudah memiliki pacar. Rianti punya Davin, yang sudah menemaninya sejak semester I, sementara Ken punya Aster sejak semester III. Itu sebabnya baik Rianti maupun Ken tidak pernah ambil pusing jika teman-teman lain menggoda.

Ck! Gara-gara foto KKN, Rianti jadi memikirkan laki-laki lain. Tidak boleh seharusnya. Dia akan menikah beberapa bulan lagi. Sepuluh bulan, tepatnya. Mereka sepakat memilih bulan Desember karena keluarga besar dari keduanya banyak yang bekerja di bidang pendidikan. Otomatis libur semester adalah momen yang tepat.

Rianti menutup laptop dan menghela napas. Sebisa mungkin diabaikannya ingatan tentang Ken. Ponsel yang berbunyi membuatnya menoleh. Nama Davin muncul di layar. Dia meraih benda pipih yang bergetar di meja itu, menekan ikon hijau, lalu merebahkan diri di tempat tidur.

"Ri, kalau Gedung Pusaka Wijaya gimana?" tanya Davin begitu Rianti menyapa halo. Rianti bergumam sebentar, mencoba mengingat gedung tersebut. Setelah lamaran diselenggarakan dua pekan yang lalu, mereka langsung membagi tugas. Davin mengurus gedung dan WO, sementara Rianti mengambil alih katering dan undangan. Sebagai ilustator, mendesain undangan pernikahan sendiri adalah impian. "Tempat nikahnya Akmal."

Ah, benar. Akmal, salah satu teman sejurusan mereka, yang menikah tidak lama setelah lulus kuliah. Seingat Rianti gedungnya memang luas, tapi jarak dari pinggir jalan ke dalam itu cukup jauh.

"Jangan, deh, Vin. Kasian tamu yang pakai kendaraan umum."

"Benar juga. Oke, deh. Coba nanti aku cari lagi. Eh, kamu lagi ngapain?"

"Baru beres makan, terus cek kerjaan." Terus buka folder foto, terus lihat Ken. "Kamu lagi ngapain?"

"Lagi di Pasar Beringharjo, nemenin Ibu belanja buat acara apa gitu aku nggak paham." Sayup-sayup memang terdengar dialog berbahasa dan berlogat Jawa. Sudah dua hari ini Davin dan keluarganya berada di Jogja, takziyah meninggalnya sang Pakdhe. "Jadi nggak sabar nemenin kamu belanja juga dengan status baru."

Rianti terkekeh sambil menatap langit-langit kamar. "Jangan bosan kalau aku lama."

"Nggaklah. Kamu keliling Matahari berapa jam juga waktu itu aku betah, kan?"

Rianti tertawa pelan teringat kejadian tahun lalu, saat kebingungan memilih sepatu yang cocok untuk acara pernikahan sepupunya. Dia mencari yang cocok modelnya, cocok dipakai dan cocok di dompet, tentu saja. Davin, dengan sabarnya, menunggu sambil membaca Sherlock Holmes. Dia sama sekali nggak komplain meskipun Ina berkali-kali bertanya, "Bagus, nggak?", atau "Bagus yang mana?".

"Kamu jadi pulang ke Jakarta besok?"

"Jadi, dong," sahut Rianti ringan.

"Maaf, ya, aku nggak bisa antar ke travel," ujar Davin menyesal. Biasanya dia memang menyempatkan waktu untuk mengantar-jemput Rianti menggunakan motor matic-nya.

"Iya, aku ngerti." Rianti lalu mendengar suara Tante Dara memanggil Davin. "Ya udah, kamu lanjutin aja dulu belanjanya. Aku mau siap-siap untuk besok. Salam untuk keluarga kamu, ya."

*

Kalau bukan karena bangun kesiangan, Rianti tidak akan terlambat datang ke pool travel. Mau tidak mau perempuan yang mengenakan rok panjang biru muda yang dipadukan dengan kemeja lengan pendek biru tua itu harus menunggu jadwal berikutnya. Rianti duduk bersilang kaki sambil menyandarkan punggung ke kursi. Tangannya bergerak-gerak memainkan ponsel, mulutnya mengemut permen jahe yang selalu menjadi andalan agar tidak bosan.

Tak lama kemudian seseorang datang. Rianti menyadarinya lewat ujung mata yang menangkap ada ransel yang tiba-tiba saja diletakkan di sampingnya. Namun, dia terlalu asyik melihat sebuah resep ala anak kost sehingga tidak menoleh.

"Halo? Aku baru sampai, nih. Baru banget."

Rianti tercenung. Suara itu... tidak asing.

"Iya, nanti dari sini aku naik Go-jek langsung ke rumah sakit."

Rasa penasaran membuat Rianti ingin menoleh, tapi takut dianggap tidak sopan. Video reel sudah berganti menjadi gossip artis, jadi dia mulai melihat-lihat instastory yang muncul paling atas.

"Tenang aja. Aku berangkat sebentar lagi. Mau nebeng ke toilet dulu di pool. Oke. Udah dulu, ya?"

Si Pemilik Suara menghela napas, lalu berdiri. Tepat pada saat itu, Rianti baru berani menggerakkan kepala, menoleh ke kanan. Dia mendapati laki-laki tinggi dengan kulit putih dan mata sipit tengah memasukkan ponsel ke sakunya. Laki-laki itu melangkah, melirik Rianti dan berhenti seketika.

"Eh? Rianti?"

Rianti mengerjap. "Ken." []

*

ReconnectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang