Masa Lalu Nafla?

474 50 4
                                    

Liam akhirnya berhasil menyusul Rajif. Sungguh sangat niat dia sampai harus naik ojol dari bandara menuju kediaman Kartanegara. Kedatangannya tentu disambut rasa terkejut oleh Rajif, bahkan pak Bowo sendiri juga ikutan kaget saat melihat Liam.

"Loh Liam?" Kaget Pak Bowo yang dibalas dengan senyuman canggung pria itu.

"Maaf mengkagetkan Bapak, saya kemari mau bicara dulu dengan Rajif." Balasnya sopan dan menyampaikan maksud kedatangannya yang begitu tiba-tiba ini.

Pak Bowo mengangguk dan mempersilahkan. Toh, lagian dia sudah menganggap sekertaris dan ajudannya ini seperti anaknya sendiri.

Rajif mengajak Liam untuk berbicara di ruangannya, namun dia juga ingin mengajak Teddy masuk dalam pembicaraan. Dikarenakan Agung dan Rizky yang penasaran, pada akhirnya ketiga sekertaris plus ajudan pribadi pak Bowo menuju ke ruang kerja Rajif.

Hening melanda mereka, apalagi Rizky dan Agung yang memang tidak tahu menahu tentang permasalahan yang tengah terjadi di antara mereka.

"Teddy―maksud saya, pak Teddy," ralat Liam sambil berdehem. "Sejak kapan dekat dengan Nafla?" Tanya Liam tenang dan menatap lurus Teddy yang duduk di sebelahnya kanannya.

"Sejak mas Liam datang untuk wawancara sama Bapak." Balas Teddy seadanya.

"Pantas aja, waktu saya ketemu pak Teddy sama mba Nafla auranya kaya canggung." Celetuk Rizky dan mulai mengingat-ingat. "Itu juga pertama kali saya dengar pak Teddy sebut nama mba Nafla tanpa embel-embel 'mba'."

Liam lalu mengangguk mengerti, dia memperbaikinya posisi duduknya.

"Saya sama Rajif memang sudah curiga sejak saya ketemu jaket pak Teddy di rumah saya. Apalagi Nafla itu sering chatting sambil senyum-senyum sendiri, tambah sudah kecurigaan saya." Liam lalu menghela nafas.

"Bukannya mau melarang pak Teddy deketin adek saya. Cuma, Nafla itu punya trauma sama abdi negara."

Sontak Agung, Rizky dan Teddy kaget, hanya Rajif yang biasa saja karena sudah tau hal itu beberapa hari yang lalu karena ucapan Wiliam padanya.

"Kok bisa?" Tanya Agung tak percaya.

"Nafla dulu pernah punya pacar, abdi negara juga kaya pak Teddy. Mereka udah pacaran hampir tujuh tahun." Wajah Liam berubah sendu, "tapi cowoknya entah kenapa jadi berubah dan kasar sama Nafla. Pas dicari tau cowoknya ternyata selingkuh hampir tiga tahun."

"Waktu itu Liam yang tau langsung murka dan hampir pukul cowok itu." Lanjut Rajif karena melihat Liam yang tengah mengendalikan emosinya. "Untungnya saya sama beberapa teman berhasil membuat Liam tenang, tapi bukan hanya itu masalahnya."

"Nafla jadi stress. Cukup lama supaya bisa buat Nafla sembuh. Dia itu sering nangis tengah malam ataupun gak tidur karena liatin foto cowok brengsek itu." Liam lalu menatap Teddy dengan senyum menyedihkan. "Saya cerita ini supaya pak Teddy tau, seberapa berat Nafla supaya bisa bangkit. Saya gak mau Nafla kaya dulu, apalagi setelah mengenal pak Teddy."

Teddy nampak diam, dia dibuat tak bisa berkata-kata. Padahal Teddy senang saat Nafla yang suka menganggunya, senyum Nafla yang cantik di matanya. Namun semua itu tidak sebanding dengan luka yang pernah dirasakan oleh Nafla dulu.

"Apalagi, Nafla hampir dilamar juga sama bajingan itu."

"Lamar?!" Mereka semua termasuk Rajif terkejut mendengar hal itu.

"Entah apa yang terjadi jika aku tidak memukul pria itu, Nafla mungkin tidak akan seceria sekarang." Setelah mengatakan itu, mereka semua terdiam.

"Jadi pak Teddy, rintangan anda berat." Ucap Agung menyimpulkan. "Bukan cuma restu dari ipar, tapi juga masa lalunya."

Si Abdi Negara Dingin Where stories live. Discover now