7. PMS

167 17 6
                                    

"Enggak mau tau. Pokoknya ganti." Kayla merebut Compact powder yang berada di tangan Chandra.

Semua perhatian tertuju ke Kayla. Ia tahu itu. Tapi bukan saatnya untuk terpana. Bedak padatnya hancur gara-gara  kesenggol Chandra. Padahal baru kemarin Kayla beli. Salahnya juga yang lupa dimasukan ke tas lagi. Tapi, harusnya Chandra bisa melihat benda berharga itu.

"Nih. Gue ganti." Chandra menyodorkan satu lembar uang pecahan seratus ribu.

Kayla menepisnya. "Mana cukup? Harganya 300 ribu."

"Lah anjir. Mahal banget. Gue kira cuma 50 ribu. Makanya gue lebihin buat Lo jajan cilok." Wajah Chandra tampak syok saat mendengar ucapannya

"Makanya Lo simpen barang tuh yang bener," ucap Zefano yang seolah-olah menyalahkannya.

Rasanya Kayla ingin marah, tapi ia menahannya . Teman-teman Zefano sedang menatapnya. Hatinya saja dongkol. Ia berjanji akan membuat pembalasan untuk Chandra, nanti. Sekarang harus bersabar dulu.

"Gue enggak mau tau. Lo harus ganti." Kayla menatap sengit Chandra. Laki-laki itu malah cengengesan.

"Oke. Tapi nanti. Sekarang duit gue cuma segini. Lo mau enggak?" Chandra masih memegang uang seratus ribu.

Kayla pun terpaksa menerima uang ini. Daripada tidak sama sekali. Walaupun tidak bisa mengganti bedaknya yang hancur. Ia juga tidak bisa memaksa. Andai saja hanya ada Chandra saja, pasti sudah habis Kayla pukul.

Kayla meratapi bedak padatnya yang hancur ketika Mahardika tiba-tiba mengeluarkan sesuatu yang hampir membuatnya menjerit. Ia tidak menyangka juga benda tersebut bisa berada di tangan temannya Zefano

"Ini apa? Gue nemu tadi di bawah," ucap Mahardika yang sedang memperhatikan bungkusan plastik berwarna merah jambu.

Kayla sudah bersiap merebutnya, tapi kalah cepat dengan Jazlan. Gebetannya itu segera membuka plastik. Kayla menahan napas. Ia mengigit bibir. Wajahnya pun terasa sangat panas.

"Wings?!" Jazlan membaca tulisan di plastik itu.

Kayla menahan napas ketika gebetannya ini membuka plastik tersebut. Ia ingin sekali menggali lubang untuk sembunyi. Rasanya sudah tidak sanggup lagi menahan malu. Seharusnya juga benda tersebut tetap berada di tasnya. Mungkin terjatuh atau ia lupa menyimpannya.

Kenapa harus ditemukan Mahardika?

"Loh ini?"

"Kayla ... bisa-bisanya lo ini."

Jazlan dan Zefano serempak menoleh padanya. Kayla hanya bisa diam. Andai saja ia bisa menghilang dari tempat ini. Atau berteleportasi ke mana saja. Asal ia bisa menghindari tatapan yang sudah berhasil membuat wajahnya begitu panas.

"Itu ...."

Kayla belum sempat mengambil pembalut yang berada di tangan Jazlan, benda keramatnya itu sudah telanjur jatuh ke lantai. Berserakan.

"Anjir gue kira itu roti atau biskuit," ujar Mahardika.

"Roti Jepang," timpal Chandra.

Tidak tahan lagi, Kayla menyambar tasnya yang berada di atas meja, lalu berlari keluar kamar sambil setengah berteriak, "Maaf. Gue nginep di rumah kak Amanda saja, Zefa."

Sampai di halaman Kayla berlari ke rumahnya. Ia tidak ingin berbalik apalagi menengok ke jendela kamar Zefano. Karena pasti mereka--Zefano dan teman-temannya --sedang menertawakannya. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Kayla ingin terkena amnesia.

Kayla duduk di teras rumahnya. Ia menangis. Untung saja tidak ada orang di dalam. Kalau tidak? Pasti sudah terjadi kehebohan. Ia merutuki kecerobohannya. Ia juga tidak sanggup membaca pesan yang Jazlan kirimkan padanya.

CRUSH - Act Of Service Where stories live. Discover now