"Alhamdulillah. Kamu sudah sadar, Rizal? Gimana perasaanmu?" tanya Yunan tersenyum saat berdiri di samping kasur Rizal.

"S-Saya ... saya mau ... cium tangan Syeikh!" Tangis Rizal kini sampai sesenggukan, membuat ibunya dan Elena jadi berkaca-kaca matanya. Tangan Rizal yang terikat, menggapai-gapai ke arah tangan Yunan. Apa yang membuat Rizal sampai begitu terharu saat melihat Yunan? Bukankah Rizal dalam kondisi tidak sadar saat Yunan menjenguk dan meruqyahnya?

Sesuatu yang tidak diketahui kebanyakan orang adalah, korban kesurupan sebenarnya masih punya kesadaran meski tidak penuh, saat diri mereka diambil alih alam pikirannya oleh makhluk jahat.

Yunan menjabat tangan Rizal erat, dengan kedua tangan. Air mata Rizal makin deras mengalir.

"M-Makasih, Syeikh! Terima kasih! Hanya Allah yang bisa membalas! Hanya Allah!" ucap Rizal di antara tangisnya, dengan suara memilukan.

"Sudah sepantasnya. Adalah kewajiban saya, melayani umat," kata Yunan dengan sorot mata lembut ke arah Rizal.

Jawaban yang membuat dada Rizal terasa sesak. Terdengar tulus hingga ke dasar hatinya. 'Melayani umat'. Pelayan bagi umat. Orang yang melayani, jika ikhlas, maka kedudukannya di sisi Allah lebih tinggi dari orang yang dilayani.

Dokter datang. Sesi drama berakhir sementara. Rizal diajak bicara oleh sang dokter. Setelah dilihat reaksi Rizal normal, ikatan di kaki dan tangan Rizal dibuka. Hal pertama yang dilakukan Rizal setelah ikatannya lepas, adalah mencium tangan Yunan dan memeluk Yunan erat.

Romi tertegun melihat pemandangan itu. Dia menebak, Rizal mungkin mengalami sesuatu yang berkaitan dengan Yunan, selama proses ruqyah tadi. Romi sendiri baru kali ini menyaksikan penampakan jin yang dikeluarkan Yunan dari ubun-ubun Rizal tadi di ruangan ini, beberapa jam lalu. Percaya tak percaya, dia harus percaya karena sudah melihat dengan mata kepala sendiri. Rizal ternyata benar dikirimi santet berupa jin yang membuat Rizal seperti orang gila. Dan jin itu ternyata bisa diusir dengan perantaraan seorang ulama. Selama ini Romi selalu memandang ulama sebelah mata. Tapi setelah menyaksikan ruqyah dan mengobrol dengan Yunan saat mereka makan malam bersama, Romi merasa Yunan berbeda.

Rizal diperbolehkan pulang, karena dinyatakan telah sembuh mendadak tanpa penyebab yang bisa dijelaskan medis.

"Syukur, deh. Gak perlu bayar biaya rumah sakit lagi," ceplos Romi menghela napas lega.

Elena menatap sinis ke arah Romi. Harus ya, bahas biaya rumah sakit di depan Rizal? Nilam malah cekikikan geli, melihat alangkah berbedanya karakter anak-anaknya.

"Maaf aku sudah merepotkan, Kak," kata Rizal tersenyum pada kakaknya.

"Memang. Kamu memang adik yang merepotkan," komentar Romi sebelum mengacak kepala Rizal.

"Yang penting kamu sudah sembuh," lanjut Romi tersenyum.

Elena bengong melihatnya. Kesambet apa si Romi? Ternyata pria itu bisa senyum juga? Baru duduk bareng Yunan sebentar pas makan malam tadi, tiba-tiba Romi jadi berubah begini?

Rizal berjalan dituntun ibunya. Yang lain ikut mengantar Rizal hingga ke lobi rumah sakit.

"Aku akan antar kamu sampai rumah, Zal. Mobilku mengekor kalian di belakang," kata Elena.

"Kamu yakin? Ini sudah malam. Nanti kamu pulangnya gimana?" tanya Rizal terdengar cemas.

Nilam dan Romi diam-diam melirik dua orang itu.

"Bu, si Elena itu pacarnya Rizal?" bisik Romi di telinga ibunya.

"Belum. Do'ain aja," jawab Nilam turut berbisik sambil mengulum senyum.

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang