91.... Troublemaker

789 39 2
                                    

"Sinta sampai melakukan semua itu?"

Rinjani mengangguk meraih air minum demi membasahi tenggorokan. Menceritakan Sinta dan Rahadi memang tidak ada habisnya untuk itu membutuhkan banyak energi karena menguras emosi. Bahkan Javas pun sampai menggelengkan kepala tidak mengerti dengan jalan pikiran Sinta.

"Sayang, setelah kejadian ini apa kamu akan memaafkan Sinta?"

"Memaafkan?" ulang Rinjani.

"Ya, kamu benci banget sama perselingkuhan tetapi sahabat mu melakukan itu terang-terangan."

"Aku memaafkan Sinta jauh sebelum dia mengatakannya, biarkan dia bahagia dengan pilihan. Nanti saat dia sedih juga pasti menghubungi ku."

"Ck!" Javas lagi-lagi menggeleng. Dia memegang tangan Rinjani lalu dielusnya perlahan.

"Oh iya What your day? Sejak tadi aku terus yang bercerita, sekarang aku ingin mendengarkan apa yang kamu lalui seharian ini?"

Javas berdehem mengubah posisi duduk juga melepas dua kancing bagian atas.

"Seperti biasa, bertemu client lalu memberinya layanan hukum."

"Hanya itu?"

"Hmm."

Padahal seharian ini Javas tidak jadi menemui client karena menemani Rinjani ke Bandung, tetapi Javas mencoba menutupi kesalahannya tidak ingin Rinjani merasa bersalah.

"Kamu pasti cape, mau aku pijitin?" tawar Rinjani dengan senyum tipis.

"Boleh."

"Oke, aku ganti baju dulu."

Dengan senang hati Javas menerima tawaran itu, menunggu Rinjani ganti baju Javas membersihkan pantry lalu mencuci semua alat makan dan minum. Selanjutnya Javas mengambil wine dari deretan lemari menuangkan kedalam gelas kecil.

Satu teguknya saja mampu membuat pikiran fress dari lelahnya aktifitas. Ia duduk di sofa menyalakan televisi yang langsung menyuguhkan film romantis.

Rinjani berjalan pelan, telah mengganti pakaian formalnya dengan kaos oversize juga hotpants. Rinjani duduk disebelah mengarahkan agar Javas terlentang tidur diatas pangkuannya. Javas menurut saja.

Dengan telaten Rinjani memijat pelipis, ini bagian yang menenangkan dimana ia bisa perlahan menutup mata.

"Bagaimana rasanya?" tanya Rinjani.

"Enak sayang, kamu belajar memijat darimana?"

"Dulu saat aku masih kecil papa sering minta dipijat pelipisnya kalau lagi banyak beban."

"Oh iya? Aku iri, kamu bisa sedekat itu sama papa kamu."

"Ck! Memangnya kamu tidak?"

Javas menggeleng, "Kita hanya mengobrol jika salah satunya membutuhkan bantuan."

Rinjani tersenyum tipis meski Javas tidak melihatnya.

"Ku pikir hubungan papa dan anak diantara kalian itu dekat."

"Bagi papa pekerjaan adalah paling utama, dengan uang kita bisa membeli apa yang kita inginkan."

Rinjani menghentikan tangannya dalam memijat pelipis, ada genangan air mata yang sejak tadi ditahan.

"Sayang, kok berhenti?" Javas membuka matanya karena dirasa tidak ada sentuhan pada dahi. "Hei kenapa kamu menangis?"

"Aku rindu sama papa."

Javas kembali duduk meraih tubuh Rinjani masuk kedalam pelukan. "Ada aku disini, tenanglah."

Hal kecil seperti ini saja dapat membuat seorang Rinjani menangis, padahal dulu saat diperintah papanya Rinjani selalu cemberut. Tapi selesai memijat Leo sering memberikan hadiah ataupun mengajak Rinjani jalan-jalan.

Cupid Lonestly 2 (END)Where stories live. Discover now