Bab 26: Stay Safe

6.4K 480 34
                                    

Renner berusaha menjalani hari-hari senormal mungkin. Tiga hari ini tidak ada hal lain yang mencurigakan. Setelah CCTV terpasang, ia mulai agak tenang. Sabila juga tidak melihat hal yang berbeda atau aneh dalam kesehariannya. Ia juga rutin memberi kabar ke Renner, membuatnya lebih lega sedikit.

Sabila, di sisi lain, lebih santai menghadapi semua ini. Entah mengapa ia masih merasa Tama bukan orang yang jahat. Karena toh yang ia tinggalkan hanya potongan-potongan kertas. Memang ia menulis pesan itu dengan darahnya dia, tapi apa pesan-pesan itu terdengar mengancam? Tidak untuk Sabila.

Pagi ini, Sabila berjanji untuk sarapan bersama Renner di ujung shift 12 jamnya. Jam 7 lebih sedikit, mereka sudah menyantap bubur langganan Sabila.

"Wah iya, enak ini. Saya biasanya nggak suka bubur, karena bubur tuh, makanan orang sakit." ujar Renner dengan mulut setengah penuh.

"Telen dulu, Ren. Tenang nggak ada yang mau ambil makanannya kok." sahut Sabila sambil tertawa.

Renner mengangguk, menelan makannya, "Abis emang enak banget." sahutnya lagi.

Dering HP Renner berbunyi. Pak Dewa.

Duh. Ya ampun Pak, masih pagi ini. Batin Renner.

"Maaf saya harus angkat ini." kata Renner sambil beranjak.

Ia kini berdiri agak berjarak dari Sabila, "Ya Pak-"

"Ren. Kumpulin tim di Bintang sekarang ya. Saya otw. Saya briefing langsung." ujar Pak Dewa.

"Sekarang Pak?" tanya Renner, sedikit kaget.

Pak Dewa sangat jarang memberikan briefing langsung. Dalam empat tahun terkahir, hanya dua kali ia seperti ini. Yang pertama, ketika seorang perwira tinggi militer ditembak oleh orang tak dikenal. Yang kedua, ketika kantor staf presiden ada yang membobol. Jadi kali ini, pasti juga tak kalah penting.

"Tama menghilang. Kayaknya identitas Tama ketahuan sama Phyton. Kita harus selametin dia sebelum terlambat." tajam Pak Dewa.

Renner merapatkan rahangnya sampai giginya bergemeletuk dan kemudian menggaruk kepalanya, "Siap Pak. Jalan sekarang."

Sabila hanya bisa melihat pergerakan Renner. Sesuatu telah terjadi. Batinnya.

Renner mengakhiri sambungan telepon dan menghampiri Sabila dengan tergesa.

"Sa- saya harus pergi. Maaf banget. Nanti kita sarapan lagi lain kali ya?" tanya Renner setengah panik.

Sabila mengangguk sambil membantu merapihkan barang-barang Renner di atas meja, "Iya, nggak apa-apa Ren."

Tapi kemudian Sabila berhenti, "Tapi Ren. Satu pertanyaan, ini bakal bahaya nggak? Jangan bohong, please. I can take it."

Renner juga menghentikan kegiatannya, menatap netra Sabila, "Kemungkinan besar. Saya belum tahu. Briefingnya belum keluar."

"Eh tunggu- pertanyaan kedua. Ini ada hubungannya sama Tama?" tanya Sabila kemudian.

Renner mengangkat bahunya. Sabila menghela nafas. "Ren, stay safe, okay?" pintanya.

Renner lalu memegang lengan Sabila erat dan menatapnya dalam-dalam, "Tenang aja. Itu tugas paling pertama." Refleks, Sabila menariknya ke dalam pelukan.

"Kabarin, kalo bisa." bisiknya.

"Pasti." jawab Renner sambil mengusap kepala Sabila.

Kemudian Renner berjalan masuk ke mobilnya dan menghilang.

⏳⏳⏳

Bintang.
Jam 8 pagi.

Team Shadow sudah berkumpul, mereka semua terlihat cemas. Tak lama, Pak Dewa memasuki ruangan.

"Halo semua. Saya langsung aja."

"Tama menghilang. Udah tiga hari. Seharusnya dia check-in sama Dennis setiap hari Kamis lewat HP yang nggak bisa dilacak. Nggak ada kabar."

Pak Dennis adalah seorang AKBP Polri sekaligus supervisor Tama, satu-satunya link Tama ke kepolisian selama dua tahun ke belakang. Mereka punya sistem check-in untuk memonitor progress Tama dan juga memberikannya bantuan.

"Terakhir dia ngasih ini ke saya. Ini dashcam footage dia selama seminggu, mulai dari dua minggu sebelumnya sampai minggu lalu." Pak Dennis buka suara dan memberikan sebuah flash disk ke Renner.

"Mission center-nya dimana?" tanya Renner.

"Di sini." jawab Pak Dewa.

"Di sini??" Paul kali ini yang angkat bicara, saking kagetnya.

Pak Dewa berdeham, "Saya paham memang nggak ideal. Tapi ini tetap misi undercover. Misi ini sangat rahasia. Renner, saya mau sit-rep tiap 8 jam. Jadi jam 5 sore ini saya harap kalian udah bisa tau keberadaan Tama. Atau paling enggak, situasi terakhir dia."

Renner terdiam sebentar, "Pak, Tama sepenting ini?"

"Falcon yang penting." jawab Pak Dewa.

"Tolonglah, Pak. Kalau mau tim saya kerja dengan sungguh-sungguh. Kita mau jawaban yang sungguh-sungguh juga." balas Renner.

Pak Dewa terkadang lupa bahwa anak buahnya itu adalah seorang detektif, dan kapabilitas Team Shadow tidak bisa diragukan, jadi percuma ia menutupi informasi dari mererka. "Sejak misi Candy Pop berhasil dan Eagle tertangkap, Tama pernah lapor bahwa ia mendengar ada kabar kalau orang-orangnya Falcon mau membakar gedung kejaksaan untuk menghilangkan barang bukti keterlibatan mereka."

Renner dan tim menghela nafas berjamaah.

"Yang tau rencana pastinya cuma Tama. Makanya saya mau kalian cari dia sampai ketemu. Dengan harapan dia belum mati." Pak Dewa kali ini yang menghela nafas.

"Saya nggak usah ngingetin kan, kalo gedung kejaksaan agung itu termasuk prioritas keamanan nasional?" lanjut Pak Dewa.

Mereka semua mengangguk.

"Oke. Saya harap saya nggak perlu lapor ke MenHan perkara ini karena kalian udah beresin di 48 jam ke depan. Ditunggu jam 5 sore ya, Ren." Pak Dewa keluar ruangan bersama Pak Dennis. 

Two Worlds Colliding [End]Where stories live. Discover now