2. Man on a wire.

30 4 0
                                    

Noah berlari dalam diam, biasanya sesekali dia akan mengobrol atau melemparkan jokes-jokes. Namun, kali ini sepanjang 5 km, ia hanya diam. Kepalanya penuh dengan berbagai macam pikiran, dan hatinya yang tidak tenang.

Ia tahu hubungannya dengan Tiwi, tidak pernah berjalan lancar. Noah merasa dirinya seperti lelaki yang sedang berusaha berjalan dengan seimbang, di atas seutas tali yang digantung di ketinggian. Sedikit saja salah melangkah, atau tiupan angin yang salah, ia akan dengan mudah jatuh ke tanah. Ya, demikianlah hubungannya dengan Tiwi.

Hubungan mereka yang sudah putus sambung beberapa kali. Berpisah karena lelah, kemudian bersama lagi karena terbiasa. Berpisah karena keduanya sama-sama batu, lalu tersambung lagi karena rindu. Noah sudah lupa, ini mereka putus sambung entah untuk keberapa kalinya. Apakah kali ini mereka benar-benar harus mengakhiri semuanya?

Noah perlahan-lahan mengurangi kecepatan dan kemudian berhenti di depan pelataran parkir gedung kantornya. Masih ada tiga puluh menit lagi sebelum jam kerja dimulai, cukup baginya untuk mandi dan berganti pakaian.

"Bro, cepet amat lu larinya, kek kesetanan." Sebuah tepukan di bahunya membuatnya menoleh, ternyata Alan yang menepuknya.

"Enggak, biasa aja." Noah menjawab dengan santai, lalu meneguk air mineral dari botol minumnya.

"Halah, coba liat jam mu sini. Berapa pace-mu?" Alan mencoba menarik tangan Noah untuk melihat angka yang tertera pada smartwatchnya.

"Apaan, sih, lo, pegang-pegang. Bukan muhrim, pelecehan, nih!" Noah menepis tangan Alan sambil tertawa.

"Humble bragging, lu, ya!" Temannya itu terus mengekorinya di belakang, sampai mereka berdua memasuki gedung kantor. "Lu lagi ada masalah?"

Langkah Noah terhenti sesaat mendengar kalimat Alan, kemudian ia kembali berjalan. "Nggak ada," jawabnya singkat.

"Ah, pasti ada, kalo lu mendadak cranky begini. Biasa kalo bukan masalah keluarga, ya, pasti si Tiwi, kan?"

Tebakan Alan sungguh tepat sekali, membuat Noah tak bisa berkutik. Namun, bukan Noah namanya, kalau didesak sedikit saja langsung bercerita.

 Namun, bukan Noah namanya, kalau didesak sedikit saja langsung bercerita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Lee dohyun as Noah)

"Saya, bukannya mau mencampuri urusan ta', Kanda. Cuman saya pikir sepertinya kenapa ki' masih terus menerus bertahan sama dia?" Alan masih pantang menyerah dengan mengekori Noah sampai ke ruang kerjanya.

Untung saja, kebanyakan pegawai belum pada terlihat batang hidungnya. Sehingga tidak ada satu orang pun yang mendengar ucapan Alan.

"Kenapa kita bertahan dengan cewek kayak gitu? Banyak ji yang suka sama kita, kenapa ki' berputar-putar disitu terus? Tra bosan, kah?"

Noah sendiri pun tidak tahu jawabannya. Kadang ia bosan, kadang ia ingin menyerah, kadang mereka bertengkar, kadang mereka penuh cinta.

"Kenapa Tiwi saja yang kita liat? Cewek nggak bener kayak gitu, kenapa terus menerus kita kejar?"

Mendengar Alan mengeluarkan statement merendahkan Tiwi, membuat Noah berbalik dan mendekat ke arah Alan.

"Kenapa? Mau pukul saya, kah?" Sahabatnya itu malah balik menantang. "I'm just stating the fact, Bro!"

"Damn it, Lan! Just stop talking," sergah Noah marah. Ia berjalan menuju mejanya dan mengambil duffel bag yang berisi perlengkapan mandi, serta baju kerjanya.

"Kamu itu sudah bukan remaja lagi, sudah bukan lelaki 20 tahunan yang masih mencari jati diri. Kamu itu laki-laki 30 tahun, yang harusnya sudah tahu mana yang baik buat kamu, mana yang nggak."

Alan terus menerus menguliahinya, membuat Noah makin ingin menonjok sahabatnya itu tepat di mulut.

"You sound like my mother!" Noah mengejek Alan sambil tertawa sini.

"Then I am your f*cking fairy godmother, you *ssh*le."

Noah tetap berjalan menjauh meninggalkan Alan yang memaki-makinya di belakangnya. Karena ingin cepat-cepat menjauh dari Alan, tanpa sengaja ia menabrak seseorang dan membuat perempuan itu nyaris menjatuhkan ponselnya. Dengan sigap, Noah menangkap benda itu sebelum ponsel seharga motor itu menyentuh lantai.

"Astaghfirullah," pekik Clara begitu melihat ponselnya nyaris menyentuh lantai. Noah kemudian mengembalikan ponsel Clara ke tangan mungil gadis itu. "Makasih, ya, Pak. Sori, saya ngga liat bapak tadi."

"Gapapa, My Bad, saya yang nabrak kamu kayaknya."  Lelaki bertinggi 182 sentimeter itu tersenyum pada Clara. Konon, senyumnya ini bisa membuat gadis-gadis gagal fokus. Namun, Noah sedang tidak mood menggoda siapa-siapa. "Eh, saya pergi mandi dulu, ya. Kalo pak bos nyari bilang saya mandi dulu."

"Oke, Pak," jawab Clara sambil mengacungkan jempol.

Mungkin dengan mandi, ia bisa menjernihkan pikirannya, dan memikirkan bagaimana sebenarnya hubungannya dengan Tiwi.

Mungkin dengan mandi, ia bisa menjernihkan pikirannya, dan memikirkan bagaimana sebenarnya hubungannya dengan Tiwi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kim se jeong as Clara.

Dear all my lovely readers,

Apa kabar semuanya? Sebulan sekali banget ya aku updetnya wkakkaka. Tdnya mau besok aja ngetiknya, tapi, kok, malah insom.
Akhir-akhir ini saya lagi banyak diuji di RL, mohon doanya, ya, semoga selalu diberikan kemudahan. Aamiin. Teriring doa yg sama juga buat teman2 readers yg sedang menghadapi masalah.
Alhamdulillah, bocil saya yg bungsu udh keluar dr RS, krn kemarin hbs dirawat krn dbd. Badan saya agak lelah kyknya, krn kurang tidur, dan tidur di tempat ga nyaman selama 3 hari.
Apapun itu, semoga saya bisa menamatkan ini sampe selese. Semoga diberi kemudahan. Aamiin.

Love,
Kanaya.

Fake EngagementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang