Reaksinya dapat diduga. Kebanyakan, Wendy melongok dan menutup mulut dengan tangannya. Lalu menggeleng, memutar mata, dan terakhir, dia hanya memberikan tatapan tidak percaya pada ku.

"Kau baru saja putus dan segera berkenalan dengan pria lain. Bisa kupahami jika kau bahkan tidak merasa sedih setelah putus," komentarnya diakhir ceritaku.

"Ada Yuri disana, kau tidak melewatkan ceritaku tentang Yuri, bukan? Lagi pula, mereka yang datang menghampiri ku," kataku membela diri.

Wendy pura-pura tidak perduli dan fokus pada laptopnya. Aku mengambil kesempatan itu untuk memeriksa ponselku. Ada dua pesan disana. Satu dari Logan dan yang lain dari Yuri.

Logan : "Kapan kelas mu selesai?"
Aku   : "Kelas ku sudah selesai sejak tadi, kenapa?"

Yuri  : "Ayo bertemu! Malam ini, pukul tujuh. Akan kukenalkan
        kau pada yang lain."
Aku   : "Tentu, kirimi aku lokasinya."

Logan : "Aku harus menjemput Yuri nanti, mau ku jemput sekalian?"
Aku   : "Tentu! Beri tau aku kapan kau akan kemari."

Aku tersenyum dan membuka pesan baru dari Yuri. Dia baru saja mengirim lokasi, dimana kami akan bertemu nanti malam. Sementara Logan belum membalas pesanku lagi.

Ku letakan ponselku di atas meja, menopang dagu di telapak tanganku selagi menunggu balasan darinya. Wendy masih sibuk dengan laptopnya, kemungkinan besar dia sedang mengerjakan tugas. Bisa ku lihat dari wajahnya.

Pandanganku menjelajah disekitar taman, tempat kami duduk sekarang. Tempat ini lebih hangat sekarang, di banding kemarin. Tidak heran jika banyak orang memutuskan untuk duduk dan menikmati camilan sambil mengerjakan tugas di sini.

"Oh, bukan kah itu..."

Wendy mengintip dari balik layar laptopnya, lalu menoleh mengikuti arah pandangan ku. "Kenapa? Pangeran berkudamu tiba-tiba muncul?"

Aku menunjuk sedan merah yang segera menghilang di persimpangan gedung perkuliahan, "Kurasa aku baru saja melihat mobil Xavier melintas disana."

"Xavier?" Wendi menatapku sebentar, lalu kembali pada titik dimana mobil itu menghilang. "Tapi itu fakultas hukum," katanya lagi.

Sekarang giliran aku yang menatapnya, "Memangnya kenapa kalau itu fakultas hukum?"

"Fakultas kita berlainan arah dengan fakultas hukum. Kalau begitu, mobil tadi pasti bukan Xavier."

"Kau pikir dia akan mencariku setelah minta putus dan meninggalkanku begitu saja?" aku mendecak lidah sambil mengibaskan tangan, membuang jauh pikiran konyol Wendy barusan. "Mustahil."

Wendy mencebik, "Mungkin saja dia menyesal, itu bisa saja terjadi."

Aku pura-pura tidak mendengarnya. Sebenarnya aku cukup yakin sedar merah itu adalah milik Xavier. Mobil itu menjadi cukup familiar setelah ku naiki hampir enam bulan lamanya. Belum lagi nomor plat mobil yang sialnya masih ku ingat. Tapi Xavier bukan berasal dari universitas ini. Jika benar mobil yang melintas itu adalah miliknya, tentu masih ada puluhan kemungkinan yang mengikuti dibelakangnya.

Mungkin seseorang meminjamnya dan datang kemari. Mungkin dia memang datang kemari untuk satu hal, bertemu seseorang, mengantar seseorang, menjemput seseorang, menjemput temannya, seorang pria? Wanita?
Sial! Apa peduliku?

Ngomong-ngomong, Logan akhirnya datang menjemputku sekitar satu jam kemudian. Aku mengatakan padanya untuk menjemputku di depan halte bus, di sebrang universitas. Wendy mengantarku dengan skuternya, lima belas menit sebelum Logan tiba. Tentu saja. Aku tidak mengatakan pada Wendy bahwa Logan akan datang menjemputku. Aku pasti akan mengenalkan Logan padanya. Suatu saat - dilain kesempatan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Relation-shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang