👹 BUHUL || Bab 14

Start from the beginning
                                    

Ambar segera merengkuh tubuh Rasmi yang bergetar, menandakan jika sang putri sangat tidak menerima kedatangan Panji.

Melamar atau khitbah memang suatu kebaikan. Bisa dikatakan suatu proses lelaki yang meminta kepada perempuan untuk dijadikan istri, nantinya menuju ke jenjang pernikahan.

Meskipun begitu, hal yang perlu diperhatikan dalam mengkhitbah adalah harus sesuai syariat Islam. Di mana perempuan dalam masa idah tidak boleh dilamar dan itu ada pada diri Rasmi saat ini.

Sebagai seorang perempuan yang ditinggal meninggal suaminya, Rasmi memiliki masa menunggu yang bisa disebut dengan masa Idah.

Para ulama juga sudah sepakat bahkan hal itu telah dijelaskan dalam Alquran. Sepenggal surat Al-baqarah yang isinya mengenai wanita-wanita yang ditalak atau ditinggal mati suaminya harus menunggu tiga kali quru’.

Menurut Imam Syafi’i, quru’ artinya suci, jika haid seorang wanita teratur maka masa idah tidak lebih dari tiga bulan.

Ambar menuntun Rasmi untuk duduk di kursi ruang tamu, dia mencoba menenangkan putrinya agar tidak terlalu memikirkan hal tersebut.

Kendati begitu, Ambar sebagai ibu sangat menyayangkan sikap Panji. Jelas saja lelaki itu tahu kalau Rasmi masih dalam masa idah. Andai Panji datang di saat yang tepat, pasti keadaannya tidak seperti ini.

“Bu, Rasmi takut jika Pak Panji tidak terima.”

“Kenapa tidak terima? Jelas kamu benar menolak Pak Wo karena masih dalam masa idah,” kata Ambar.

Rasmi menatap ibunya, dia menghela napas pelan ketika ingat jika yang dikatakan tadi cukup kasar.

“Perkataan Rasmi tadi kasar, Bu. Rasmi bilang meskipun masa idah sudah selesai, Rasmi tidak akan menikah lagi, kemudian Rasmi menyuruh Pak Panji agar lekas pulang. Beliau pasti sakit hati.”

“Khitbah itu tidak ada unsur paksaan. Seorang perempuan diperbolehkan untuk menerima atau menolak, jadi kamu tidak perlu takut,” jelas Ambar menenangkan.


👹BUHUL👹

“Mampus kau!”

Ruslan mengempaskan kartu berinisial K di hadapan ketiga temannya. Melihat itu Arip lekas tergelak. Dia mengintip kartu yang berada di tangannya, kemudian menatap Ruslan dengan tatapan remeh. Tanpa menunggu lama, lelaki bertubuh gempal itu mengempaskan kartunya dengan sorak kemenangan.

“As, wey. Mau ngomong apa kau, Rus!”

Lagi-lagi suara gelak tawa terdengar membuat tawa Arip berhenti perlahan. Dia menoleh ke samping yang mana Pak Amin membalas tatapannya dengan remeh.

“Wes, jangan percaya diri dahulu,” sahut Pak Amin. Dia menatap Ruslan serta Arip, kemudian meletakkan kartu dengan santai di depan mereka “Joker!”

“Loh, mana bisa begitu. Joker tidak dibutuhkan!” sentak Arip tidak terima, dia mengambil kartu Joker milik Pak Amin dan melemparnya ke arah Jaka.

Pak Amin lekas mengambil kembali kartu miliknya sembari berkata, “Yo bisa begitulah, di mana-mana Joker itu memiliki tingkat tertinggi serta bisa digunakan dengan bebas.”

“Tidak bisa, Pak Rete!” tolak Arip. “Kartu As kedudukannya lebih tinggi.”

“Loh, dikasih tahu, kok, ngeyel,” sahut Pak Amin.

Ruslan serta Wandi menghela napas pelan, begitu juga dengan Jaka. Mereka menatap Arip dan Pak Amin yang berseteru mengenai kartu. Sesekali Wandi mengusap telinganya gara-gara suara Arip yang keras membuat pos ronda terdengar ramai.

“Sudah-sudah, seng menang aku!” sentak Wandi. Dia mengambil bedak bayi, kemudian mengusapkan ke wajah mereka berdua.

Deru Mitsubishi L300 memecah canda tawa mereka, Jaka yang duduk menghadap jalan melihat Panji mengendarai mobil tersebut dengan tergesa-gesa.

Begitu juga dengan orang-orang yang berkumpul di pos ronda, terutama Arip yang lekas berceletuk, “Kate nandi wong sugeh kui, ra ngerti bengi opo piye?” (Mau ke mana orang kaya itu, tidak tahu malam apa bagaimana?)

“Bosmu, Jak,” sahut Ruslan.

Jaka hanya mengangkat bahunya seolah tidak menghiraukan apa yang akan dilakukan Panji, tetapi dalam pikirannya juga terselip pertanyaan yang sama. Mau ke mana lelaki itu?



👹BUHUL👹













Gak terasa udah bab 14 jangan bosan ya teman-teman, selalu dukung cerita ini dengan memberikan vote dan komen🙏Terima kasih.

***

Buhul || TAMATWhere stories live. Discover now