SPRAWL OF NEO JAKARTA PART 2

12 1 0
                                    


Sekitar 13 kilometer dari Yatto Sera terdapat toko spare parts bernama Exchange. Toko itu berdiri di dekat dermaga kapal barang tempat para pelaut menadahkan besi – besi tua dari kapal saat perang dunia ke 3. Lampu neon hijau bertuliskan 'Exchange' telah redup dan beberapa huruf jatuh tertinggal tulisan 'hang'.

Erno membuka pintu besi reot. Udara lembab yang disatukan dengan bau karat langsung datang menggelitik hidungnya. Rak – rak berisi spare parts karatan dan segala macam sampah prostetik lainnya terpampang seperti hiasan pohon natal pada bulan Juni.

"Halo, selamat datang di Exchange apa yang bisa aku.... Erno?" Suara seorang wanita bergumam dari interkom di meja resepsionis.

"Yeah, halo Kristine."

Tiba – tiba seorang wanita kurus dan tinggi keluar dari pintu di belakang meja resepsionis. Wajahnya kisut seperti kelaparan dan salah satu matanya ditutupi oleh perban lusuh berwarna kuning. Kuping bionic yang ia kustom berbentuk runcing seperti elf memberikan kesan estetik fantasi fairy tale.

"Kamu mau apa di sini? Masih ingat rumah?"

"Senang bertemu denganmu juga. Aku kemari hanya ingin memberi kado ulag tahun untuk Yordan." Ujar Erno sambil mematikan rokoknya.

"Kamu menghilang selama sebulan. Tidak ada kabar, tidak ada berita, ti-tiba - tiba kamu pergi begitu saja. Dan kamu masih punya nyali untuk pulang kemari?" Suara Kristine meninggi sambil menunjuk – nunjuk.

Erno menghela napas dalam berusaha menegarkan dirinya dari kata – kata kejam Kristine. "Aku hanya ingin memberikan kado untuk keponakanku, Kris." Ia mengeluarkan sebuah kartu memori. "Hari ini adalah ulang tahunnya. Aku sudah membelikan game baru untuk Yordan. Dan... aku juga membeli mata bionic baru untukmu."

"Dia ada di dalam." Kristine mengambil segelas Whiskey dan menenggaknya dengan semangat. "Kamu harus berikan sendiri kadonya."

"Kamu tahu aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa bertemu dengannya." Kepala Erno terasa berat untuk memandang Kristine. Diperlukan segenap tenaganya hanya untuk menatap matanya. "Aku tidak mau Yordan menganggapku sebagai ayahnya."

"Erno... Yordan perlu figur seorang ayah. Aku sangat berharap kamu bisa..."

"Aku tidak mau menggantikan kakakku." Erno tidak mau mendengar akhir dari kata – kata Kristine. "Aku bukan Enzo."
---

Langit malam memayungi seluruh penjuru Neo Jakarta. Toko – toko pinggir jalan yang bersimpah lampu neon terlihat seperti kurcaci dibandingkan dengan gedung – gedung korporasi. Terkadang Erno bertanya pada dirinya sendiri, "Apa yang salah dengan manusia? Kapan kehidupan dunia ini menjadi total shit show? Kapan dunia mengubah haluannya dari Star Trek menuju Blade Runner?"

Sepanjang gang Tebet didindingi oleh berbagai macam toko dan penjual. Kaum proletar berjalan – jalan di bawah gemerlapnya lampu neon seperti ingin berpesta. Suara teriakan para penjual barang legal maupun illegal memantuh di setiap dinding. Black market tidak lagi bersembunyi di balik bayangan, namun berdiri dimandikan oleh cahaya.

Erno berdiri terdiam di bawah lampu neon berwarna pink milik Strip Club Fallen Angel. Para budak nafsu manusia terus keluar masuk tempat tersebut. Wanita – wanita jalang dan gigolo macho berpose dengan telanjang dada mengiklankan tempat mereka bekerja.

"Ayo sayang... Nikmati dunia bersama kami." Ujar seorang pelacur sambil menghampiri Erno. "Atau kamu ingin sesuatu yang macho." Balas gigolo di sampingnya.

Erno hanya menghiraukan mereka. "Aku mencari Jimmy."

"Owh... an addicts." Pelacur tersebut terus meraba seluruh badannya. "Jimmy sedang ada klien. By the way handsome... jika kamu sudah selesai dengan Jimmy, datanglah ke aku. Aku akan membawamu ke khayangan."

Erno melangkahkan kakinya ke dalam Fallen Angel. Lorong yang diterangi oleh lampu neon pink remang terasa sangat menusuk mata. Kamar – kamar tertutup berisi desahan nafsu menggema di seluruh lorong.

Suara seorang laki – laki yang familiar terdengar dari pintu kamar di ujung lorong.

'Knock... Knock...' Ketuk Erno, namun jawaban yang ia terima hanya suara desahan. 'Knock... Knock..."

"Pergilah!!!" Sahut seorang laki – laki dari balik pintu.

"Jimmy keluar, kalau tidak aku akan mendobrak pintu ini seperti kemarin."

"FUCK!!!" Pintu kamarpun terbuka menunjukan seorang pemuda tampan berambut pirang yang sedang telanjang. Jari – jemarinya mengeluarkan suara statik dan listrik – listrik kecil yang bertujuan untuk merangsang nafsu seksual. "Apa maumu Erno?"

"V nine."

"Tidak bisakah kamu menunggu sampai aku selesai? Aku sedang ada klien."

"Aku bisa membuatmu cepat selesai." Erno tersenyum dan mengarahkan sebuah pistol plasma berwarna hitam garis biru bertuliskan Plasmor 7 ke penis Jimmy. "Kamu akan selesai dengan seketika."

"Fine... Fine... Fuck You Erno!" Jimmy kembali masuk ke dalam kamar tempatnya bercinta. Ia mengambil sebuah plastik kecil berisikan pil berwarna putih. "Ini, V nine. Puas?"

"Jimmy – Jimmy." Dengan seketika Erno meninju perut Jimmy, membuatnya tersungkur di lantai. Sebuah teriakan terkejut melengking dari wanita telanjang di dalam kamar. "Aku bilang V nine Jimmy, bukan V eight. Kamu kira aku tidak tahu bedanya?"

"Fu-Fuck You Ern... Aku tidak punya la-lagi V nine. Para Vultures ti-tidak mau lagi menjualnya ke aku. Me-mereka sekarang me-menjual V nine sendiri, me-mereka tidak me-menggunakan streetman lagi."

"FUCK!!! Okay... Okay... tidak masalah... V eight juga bagus." Ujar Erno pada dirinya sendiri. Implan NBI di otaknya menyala mengeluarkan suara 'BEEP' dan melakukan transfer Untraceable Kredit ke NBI Jimmy. "Done. Aku sudah bayar. Omong – omong Jimmy, no hard feeling?"

"Fuck you ! Fine... No hard feeling." Jawab Jimmy sambil ketakutan.

Neon City : Jakarta Capital Of NightOù les histoires vivent. Découvrez maintenant