Part. 19 - Mindfulness.

Start from the beginning
                                    

"Mulut lu tuh yah, kayak comberan!" omel Edward judes.

"Gue cuma perlu bersikap realistis dengan ungkapin resiko yang bakalan terjadi kedepannya. Gue kuatir kalau naluri bucinnya menguar dengan lebih memilih snorkeling, jadi ada baiknya gue promosi soal meditasi yang nggak pake ribet, nggak pake bayar, cuma bawa diri, dan duduk semedi aja," tukas Maia sambil menyibakkan rambutnya dengan santai.

Sera hanya tersenyum hambar sambil melayangkan tatapan pada kejenihan air di pantai pulau itu yang sangat menawan. Pasir putih yang halus membuatnya merasa ingin lebih lama dan karena itulah dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan. Meditasi.

Terdapat seorang Guru yang memang dibutuhkan saat adanya meditasi. Tidak bisa sembarangan dilakukan karena kondisi jiwa dan mental harus stabil. Yang terutama adalah kondisi fisik harus sehat. Jika sudah mendapatkan ketenangan yang sekiranya cukup, maka meditasi mampu dilakukan dan diawasi oleh Guru.

"Menatap biru pada lautan dapat mengubah frekuensi gelombang dan menempatkan diri pada kondisi meditasi yang ringan. Sama dengan halnya kamu menghirup aroma pasir, asin air laut, dan udara berkabut di pemandangan laut, itu semua akan menenangkan saraf-saraf otak," kata Guru yang menjelaskan pada Sera perihal sesi yang akan dilakukan mereka sebelum petang.

Mengikuti berbagai arahan, Sera mulai merasakan apa yang dijelaskan Guru sebelum memulai. Bahwa gemerisik debur ombak bersama desiran pasir dan hembusan angin laut dapat memberikan sensasi menenangkan. Bahkan, suara ombak seolah membawanya pada kondisi maksimal. Selain bunyi dan suara, efek menenangkan itu juga datang dari warna. Dan pantai adalah ruang yang didominasi oleh warna biru yang menyampaikan rasa tenang dan bisa mengurangi stress.

Selain daripada itu, rasa syukur terhadap keindahan alam, tangan karya Tuhan yang tidak terkira mengalir begitu saja dari dalam hati dan itu membuat Sera tidak berhenti tersenyum dengan mata terpejam. Dia merasa beruntung dengan memiliki kesempatan untuk memperbanyak kebaikan diri lewat berbagai kegiatan yang positif seperti ini.

"Beautiful, isn't it?" tanya Edward saat sesi meditasi sudah selesai dan hanya tersisa mereka berdua yang duduk di pinggir pantai.

Sera masih duduk dengan posisi meditasinya dan Edward yang sudah memanjangkan kaki dengan dua tangan ke belakang untuk menahan tubuhnya. Dengan pemandangan pulau pada senja, fenomena matahari terbenam yang memberi warna oranye yang teduh, dan deburan ombak yang menggulung indah disana.

"It is," jawab Sera sambil terus memandang keindahan senja yang ada di hadapannya.

"Gue mau minta maaf," ujar Edward yang membuat Sera spontan menoleh.

"Untuk?" tanyanya bingung.

"Kemarin," jawab Edward langsung. "Gue terlalu childish. Gue pengennya lu nggak gabung sama Josh padahal harusnya itu bukan urusan gue."

Sera tertegun dan tertawa pelan sambil menggeleng. "Nggak apa-apa, udah biasa. Gue yakin apa yang lu lakuin karena lu nggak mau gue disakitin."

"You knew it," gumam Edward.

"Don't worry, Ed. Josh is different. Gue bisa bilang kalau kita cukup banyak perbedaan tapi lumayan sejalan," ujar Sera yang membuat Edward menegakkan tubuh dan menekuk satu kaki untuk menumpukan satu siku disana.

"Maksudnya?" tanyanya ingin tahu.

"Kita punya kesibukan yang berbeda, sudut pandang yang nggak sama, juga pemikiran yang sama rumitnya, tapi gue nggak pernah merasa jadi orang lain. Kalau biasanya gue kayak ngaca sama orang, yang kalau orang itu drama, gue jadi ikutan drama, kali ini nggak gitu," jawab Sera dengan ekspresi serius.

You had me at: Hello, JC! (END)Where stories live. Discover now