PROLOG

221 30 5
                                    

Bintang Wiratama, S.Ak.

Selempang berwarna hitam bercampur emas dibagian tepian hurufnya terpasang sempurna pada tubuh lelaki itu. Sejauh ini ia tersenyum bahagia walaupun jauh dalam hatinya selalu waspada dengan pertanyaan-pertanyaan keramat yang selalu diterima oleh para Fresh Graduate sepertinya.

“Selamat bro!” teriakan itu bergema membuat semua penghuni gedung menoleh padanya.

Si pelaku hanya cengengesan ketika sahabat satunya memukul pundaknya, menyadarkannya untuk menjaga sikap disituasi ramai seperti ini.

“Selamat datang di dunia Pengacara!” ulangnya lagi.

“Pengacara?”

“Pengangguran banyak acara.” jelasnya diakhiri dengan tawa besar.

“Erlan jangan buat gue malu, please!” tegur lelaki tinggi bernama Arion itu.

Seolah paham dengan karakter dua sahabatnya yang berbeda kontraks, Bintang hanya tertawa melihat tingkah keduanya. Erlan si paling bising dengan banyak tingkah yang diluar nalar selalu bersama Arion si pemalu yang serius, keduanya selalu kompak hadir ditengah-tengah moment penting hidup Bintang.

“Daritadi Mama liat kok gak ada satu pun ya cewek yang dateng?” komentar Mama Bintang yang sukses membuat anaknya menatap dengan tatapan yang seolah berkata Tolong jangan di moment seperti ini, Ma.

“Gimana mau ada cewek yang dateng, Tante? Orang Bintang pas kuliah kerjanya sibuk pacaran sama Neraca. Kalaupun ada cewek yang ngode naksir pasti langsung dijauhin.” celetuk Erlan.

“Neraca itu cewek mana?” tanya Mama Bintang.

Erlan ingin tertawa kencang tapi mendadak tidak jadi karena cubitan kecil yang dia terima dari Arion yang ada disebelahnya.

“Neraca itu bagian dari laporan keuangan, Tante. Bintang sukanya ngitung untung rugi gitu.” perjelas Erlan agar Mama Bintang tidak salah paham.

“Kalau saya jadi Bintang udah lama saya koleksi banyak cewek, Tante. Wong muka saya ganteng gitu.” sambungnya.

“Makanya Tuhan gak ngasih lo muka kayak Bintang, orang muka pas-pasan aja lo banyak tingkah.” komentar Arion yang membuat Erlan menatap malas ke lelaki itu.

Larut dalam suasana suka cita, semua orang yang berada di gedung sibuk berfoto bersama untuk mengabadikan moment paling berharga para anak mereka. Menghabiskan empat tahun berharga tidak mudah, butuh keringat serta usaha yang luar biasa demi sebuah gelar yang mengundang rasa bangga orang tua dan orang-orang terdekat.

“Jadi rencana kamu mau ngelamar kerja dimana?” ucap Dania, Tante Bintang.

Suasana yang awalnya heboh tertawa akibat ulah Erlan mendadak terdiam seketika. Atmosfer berubah begitu cepat, pertanyaan keramat yang sedari tadi Bintang renungi dalan hati akhirnya mengudara juga.

Bisa gak sih gue dikasih nafas dulu? Gue baru kelar bertarung dengan skripsi, please. Batinnya menjerit.

“Rencana mau daftar BUMN, Tante.” jawab Bintang diakhiri dengan senyum tipis yang sedikit dipaksakan agar suasana tidak begitu canggung.

“Wah masih lama dong ya? Kalau gak salah requirement-nya bulan Mei. Jadi selama masa penantian itu, kamu gak ada opsi lain gitu buat kamu daftarin?” balasnya lagi.

Bintang terdiam tak tahu ingin menjawab apa. Batinnya sibuk berdialog mengapa orang tuanya mengizinkan tante yang paling memusingkan ini hadir di acara bahagianya? Maksudnya, orang tua Bintang saja tidak seribet ini untuk memikirkan jenjang karirnya. Toh belum genap 24 jam gelar sarjana akuntansi melekat padanya, kenapa tiba-tiba ia dilimpahkan ekspektasi sebesar ini?

BINTANG FOTOCOPY Where stories live. Discover now