Chapter 3

9 1 0
                                    


Gista mendengus kesal tangannya sampai memerah karena tumpahan air panas.
"An*ing! Maksud lo apa hah nyiram tangan gue pakek air panas?!" pekik Gista terlihat guratan di mukanya yang menandakan marah.
"Lo menganggu ketenangan kantin! Ketawa boleh tapi minimal di kira-kira dong volume nya!" ketus gadis tersebut.
"Ya terserah gue lah mau ketawa kek gimana, bukan urusan lo!" Gista berdiri lalu mendorong dada gadis yang berwajah baby face tersebut namun tidak dengan sifatnya yang kalian pikir lembut dan pemalu.

"Nggak usah sok lo! Gue nggak bakal bikin masalah kalau nggak ada yang mulai." Gadis itu membalas mendorong Gista dua kali lipat kecepatannya.
"Eh cewek aneh lo kalau risih ama ketawa kita, kan tinggal pergi. Gitu aja susah."
sahut Evi Morea yang sedari tadi hanya menyimak.
"Diem lo! Nggak diajak nyahut-nyahut,nggak gue aja yang risih! Semua yang di kantin juga sama, ini kantin umum seenaknya aja kalian bikin gaduh!" cetus Chiara Caramel nama yang indah dan manis ditambah wajah imutnya sangat serasi.

"Affah iya? Woyy yang merasa makan atau minum di kantin, apa kalian terganggu ama ketawa kita?" Evi berteriak kencang yang berhasil menjadi pusat perhatian.
Mereka hanya diam saja dengan pertanyaan Evi.
"Ahahaha kasian nggak dijawab malu nggak tuh aaa' kacian aaa' haha." Chiara tertawa terbahak-bahak. Evi yang tak Terima diremehkan seperti itu, maju melewati Angel di sampingnya dan.

"Awww s*alan lo! Sakit b*go!" Chiara merintih kesakitan karena tiba-tiba tanpa aba-aba rambutnya ditarik atau istilahnya dijambak.
"Makanya congor lo kalau ngomong dijaga! Ngeremehin gue lo hah?!" Evi semakin brutal menarik-narik rambut lurus dan panjang milik Chiara.

Kedua teman Evi justru tidak ada yang berniat ingin melerai malah menikmati adegan temannya itu menjambak rambut Chiara.
Karena tak Terima, Chiara membalas pula yang dilakukan oleh Evi.
"Bikin ulah lo ya! Sini gue jambak sekalian rambut lo sampek botak!" Mendengar itu, Angel dan Gista tertawa.
"Ayo Gis bales jambak rambut nya,"
"Gista, Gista."

'S*alan mereka malah ketawa, awas aja nanti' batin Evi geram.

^^^^^^^^^^
Di rumah sakit, Arkan sungguh tak menyangka jika dirinya mengalami musibah sebesar ini. Awalnya tak percaya tetapi ini nyata.
"Aku buta?" tanya Arkan lirih.
"Iya Ar kamu buta, maafin aku Ar ini semua gara-gara aku dan balon itu." Arkan tersenyum kecut ingin sekali dia berteriak dan menumpahkan segalanya yang ia pendam selama ini.

Ceklek
Terlihat pintu dibuka dan menampilkan sepasang suami istri, yaitu pak Gevan dan bu Laura. Wanita cantik itu membawa parsel buah untuk putranya. Lalu diletakkan di atas nakas.

Begitu melihat Arkan telah sadar, Laura terkejut ia pun mendekati putranya lalu mengusap lembut pucuk kepalanya.
"Arkan kamu sudah sadar nak hiksss mama mengkhawatirkan mu, sedari malam mama nggak bisa tidur mikirin kamu nak," Bu Laura memeluk putranya erat tetesan air matanya sampai menetes di pakaian khusus pasien Yang dipakai Arkan saat ini.

Melihat hal tersebut, pak Gevan dan Anya pun ikut mendekat ke hospital bed yang digunakan semalaman oleh Arkan.
"Maaf ma sekarang Arkan buta." ucap Arkan menahan rasa gejolak di hatinya, ingin menangis tetapi ingat dirinya lelaki dan itu sungguh tidak pantas pesan ayahnya yang terngiang-ngiang di benaknya.
"Bukan masalah nak ini musibah dan musibah itu nggak ada di tanggal kalender." Bu Laura terus menenangkan putranya yang sebenarnya dirinya pun hancur melihat anak satu-satunya mengalami hal besar seperti itu.

"Ar kamu pasti bisa sembuh aku yakin itu, kata dokter ini hanya sementara, ya meskipun butuh waktu cukup lama." timpal Anya yang berniat menenangkan situasi pula. Bu Laura melepas pelukannya dengan sang putra lalu dia berjalan ke arah Anya. Menatap matanya dengan lekat. Air matanya yang hampir menetes, diusap dengan tangan kanan.
"Anya, apa benar seperti itu? Arkan buta sementara?" tanya bu Laura tanpa mengalihkan pandangannya.
"Iya tante, Arkan tuna netra sementara, jadi tante nggak usah khawatir ini semua pasti akan cepat berlalu asalkan mau sabar." ucap Anya.

Lonely BoyWhere stories live. Discover now