Oh, dan yang dimaksud Pak Waluyo dengan dokumen yang harus diperiksa itu cuma kata kiasan yang artinya ada pekerjaannya yang harus aku selesaikan—dari awal sampai akhir—begitu maksudnya.

Di belakang Pak Waluyo, aku berjalan mengikuti untuk kembali ke mejaku sambil sesekali menyapa balik beberapa staf ATU yang kebetulan berpapasan denganku.

Aku mencoba menulikan pendengaran, benar-benar tampak ramah membalas sapaan mereka meski aku tahu setelah menyapaku mereka akan mulai membicarakanku atau mengonfirmasi sendiri rumor yang sedang beredar di perusahaan ini sekarang.

Ya, apa lagi kalau bukan soal kepindahanku ke lantai 6 ini, 'kan? Dari hari pertama aku diumumkan akan menjadi sekretaris dari Pak Waluyo, seperti semua orang di ATU terkejut dan membuat geger karena mungkin mereka nggak mengira aku akan dipindahkan di saat aku sudah bekerja selama lima tahun sebagai personal assistant Hatalla.

Bicara soal Hatalla...

I don't know what to say because there is nothing to say about him or our relationship.

Setelah kemarin kami bicara di ruangan Mbak Ririn dan melihat Hatalla menangis untuk pertama kalinya, kami nggak membicarakan apa pun karena Hatalla langsung keluar dari ruangan dan meninggalkanku pulang lebih dulu.

Don't ask me how I feel, because since yesterday, you could say I've been completely destroyed.

Aku mungkin sebelumnya benar-benar buta, tapi setelah Hatalla memberitahu semuanya—aku benar-benar merasa hancur. Because of my own anxiety, I have repeatedly hurt someone I care about and want to make happy. Isn't it funny?



"You want everyone not to know about our relationship; you want me not to bring up anything about us anywhere; you don't allow me to know more about you; you don't allow me to act a lot in front of people; you ask me to keep everything a secret—dan aku nurut, Ren! I followed all of your wishes; I was helpless in the face of what you wanted. Selama lima tahun ini aku menuruti semuanya, dan kamu bilang kalau kamu nggak berdaya? Kalau di hubungan ini, aku yang punya kekuasaan, sementara kamu nggak bisa apa-apa?"


Mataku sontak terpejam saat kalimat panjang yang dilontarkan Hatalla kemarin kembali terngiang di benakku untuk kesekian kalinya, kalimat yang sama yang membuatku terjaga semalaman.

How could I not recognize that I was the one who had caused Hatalla to suffer all this time, as I screamed like a victim over a minor matter that was no more essential than how terrible I had been in our relationship?

"IRENI!"

I'm really unlucky, it seems.

Ujung bibirku lebih dulu menarik sebuah senyum sebelum kepalaku mendongak, menatap Pak Waluyo yang kini melemparkan setumpuk dokumen ke atas mejaku. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku meski aku tahu kalau Pak Waluyo sudah pasti akan meluapkan emosinya—lagi—di depanku.

"Sekali lagi kamu melamun dan nggak mendengarkan saya, saya nggak akan segan melaporkan kamu ke personalia atau bahkan ke Pak Wijaya, ya, Ireni!" Suara bentakan Pak Waluyo yang jauh lebih keras daripada sebelumnya kembali menarik perhatian beberapa staf marketing yang kubikelnya tidak jauh dari mejaku yang ada di tepat di depan ruangan Pak Waluyo.

Kepalaku mengangguk sembari berdiri dari kursi, "Maaf, Bapak. Kejadian seperti hari ini tidak akan terulang lagi kedepannya."

Setelahnya Pak Waluyo langsung meninggalkanku masuk ke dalam ruangannya lagi. I told you that working here is much harder, didn't I?

Baru saja aku kembali duduk, aku mendapati seseorang mengetuk permukaan mejaku dan senyumku terulas ketika melihat Deryl berdiri di depan meja sambil melambaikan tangannya.

BELL THE CAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang