Cuma permintaan Hatalla saat itu—untuk membicarakan semuanya—tidak datang di waktu yang tepat.

"Ren, are you okay?" Suara Deryl menyadarkan lamunanku, dia ternyata masih berdiri di depan mejaku dan raut wajahnya tampak segan.

Aku menggeleng dengan seulas senyum tipis, "Kaget, Ryl," balasku, mengungkap perasaan yang aku rasakan saat ini.

Apa permintaan Hatalla agar Deryl bisa menggantikan pekerjaanku ini ada hubungannya dengan permasalahan kami kemarin?

Kalau begitu, kenapa Hatalla menghindariku?

Kenapa dia menolak untuk aku ajak bicara setelahnya?

Kenapa dia cuma diam saja?

What exactly is wrong with me?

Di kursi, aku sempat memejamkan mata sambil menghela napas panjang sebelum menatap ke Deryl lagi. "Ryl, aku bisa ketemu Bapak sebentar, nggak? Aku mau ngobrol sebelum Bapak meeting. Kira-kira bisa, nggak?"

"Bisa. Sebentar, aku ngomong ke Bapak dulu," jawabnya segera berjalan keluar dari ruangan kami.

This is really depressing... It is suffocating...

Aku mencoba mengerjapkan mataku lama, menahan panas yang aku rasakan di sana. Aku butuh untuk tenang selagi aku bertemu dengan Hatalla nanti.

Nggak lama, pintu ruangan terbuka sedikit menampakkan kepala Deryl yang menyembul dari arah luar ruangan. "Bapak bisa ditemui, Ren," ucap Deryl, selagi membuka pintu ruangan lebih lebar saat aku beranjak dari kursiku.

Deryl sempat menepuk bahuku ketika aku menghentikan langkah tepat di depan pintu ruangan Hatalla, sebelum dia mengulurkan tangan—membukakan pintu ruangan untukku.

Seperti biasa, Hatalla duduk di belakang mejanya, tampak sibuk dengan iPad dan beberapa lembar dokumen di atas mejanya. Ia sempat melirik ke arahku sambil mengangguk sekilas, "Duduk, Ren," katanya, masih juga belum melepaskan fokus dari iPadnya.

Aku tetap memilih berdiri di dekat mejanya, menolak untuk duduk karena entah kenapa aku punya firasat yang nggak baik sekarang.

"Maaf mengganggu waktunya, Pak. Saya ke sini ingin menanyakan soal pekerjaan—"

"Kamu bisa ke bagian personalia sekarang, setelah diskusi sama saya maksudnya. Mulai hari ini kamu bakal balik ke management secretary—"

Maksudnya?

Bagaimana bisa semuanya jadi serumit ini sekarang?

Seharusnya apa yang menjadi masalah kami nggak ada kaitannya dengan pekerjaanku, kan?

What nonsense is he trying to tell me? Setelah semua usaha dan pengorbananku untuk dia dan ATU selama ini? Do I deserve to be treated this way?

Please, Ren. Tenang dulu...

Dalam diam, aku menarik napas panjang dan membuangnya pelan dengan tatapan yang masih mengarah ke Hatalla yang masih enggan menatapku. "Kalau boleh saya tahu, alasan apa yang melatarbelakangi dipindahkannya saya ke management secretary, ya, Pak?" tanyaku pelan dan jelas, berusaha agar suaraku tidak bergetar ketika berbicara.

Hatalla sempat memicingkan matanya—masih menatap ke arah layar iPad—sebelum kepalanya bergerak miring, "Saya pikir Rendy dan Deryl sudah cukup untuk mengurus dan membantu saya. Jadi, saya memutuskan untuk mengembalikan kamu ke management secretary," katanya terdengar dan terlihat begitu santai.

Kedua tanganku mengepal erat di sisi tubuh, sementara penglihatanku mulai memburam. "Mengembalikan?" ulangku, dan Hatalla mengangguk. "Setelah apa yang saya lakukan untuk Bapak dan ATU? Setelah semua kerja keras dan usaha saya untuk sampai di titik ini? Saya dikembalikan karena Bapak sudah nggak membutuhkan saya lagi? Bagaimana kalimat itu bisa keluar ketika saya selalu berusaha untuk bekerja dengan baik di sini, bersikap hati-hati untuk meminimalisir kesalahan, bahkan sampai merelakan image—semuanya saya lakukan untuk Bapak dan ATU, dan saya dikembalikan bukan karena pekerjaan saya kurang atau skill saya yang nggak berkembang, tapi karena saya nggak dibutuhkan lagi?"

BELL THE CAT (COMPLETED)Where stories live. Discover now