20 - Rumah 23.33 -

12 6 7
                                    

Sesudah aku beres - beres dan mengecek apakah motorku ada lecet atau tidak, aku langsung pergi ke kamar dan merebahkan diri di atas kasur. Sepertinya aku bisa langsung tidur setelah melewati hari ini.

***

"Hihihi..."

Tok tok tok...

Aku terbangun setelah mendengar suara aneh dan ketukan di jendela. Saat aku memfokuskan mataku, aku melihat bayangan tangan yang menempel di jendela luarku.

"WAAAA"

Tangan yang menempel di jendela itu bertambah banyak. Tiap tangan terlihat keriput dengan kuku panjang dan penuh darah. Aku dengan cepat kembali ke posisi tidur dan menutupi badanku dengan selimut. Suara tangan yang menempel di jendela yang seolah - olah mendorong jendela itu semakin keras.

***

Pagi hari ini ditemani dengan langit mendung. Aku keluar rumah untuk mengecek jendela kamarku dari luar. Jendela itu masih seperti biasa bahkan tidak ada kerusakan atau bekas yang tertinggal. Saat aku mendekatkan diri ke jendela kamar, tidak sengaja aku menginjak sesuatu. Burung mati. Aku menginjak bangkai burung, sepertinya burung itu sudah mati dari tadi malam.

Selesai mengubur bangkai burung itu, aku langsung cepat - cepat mandi dan pergi ke luar untuk mencari sarapan sebelum hujan mengguyur. Aku mengendarai motorku hingga jauh dari rumah, sebenarnya aku tidak hanya ingin cari sarapan tetapi juga melihat - lihat daerah sekitar apakah ada rumah yang dijual. Benar sekali, aku berencana untuk pindah rumah karena aku sudah merasa kalau rumahku tidak aman lagi.

"Hahhh... ada rumah dijual tapi nggak cocok bangunannya, kalau mau dirobohin malah tambah biaya, kalau beli tanah aja juga belum ada dana bangunnya"

Saat aku mengeluh dan memikirkan bagaimana caraku membeli rumah, tiba - tiba hujan mengguyur. Memang seharusnya aku tadi langsung pulang saja setelah sarapan dan mencari rumah saat cuaca terang. Jarak antara posisiku hingga rumahku masih cukup jauh sehingga aku memutuskan untuk menebeng di depan ruko yang tutup. Selama menebeng aku hanya melamun dan terkadang memainkan HP.

Refleksku sepertinya benar - benar bagus. Baru saja aku menghindar dari motor yang tiba - tiba lepas kendali dan hampir menabrakku di depan ruko. Aku melihat ke sekeliling tetapi aku tidak bisa menemukan siapa pemilik motor ini, seolah motor ini tiba - tiba muncul dan ingin membunuhku. Aku yang masih dalam keadaan terkejut akhirnya memutuskan untuk menorobos derasnya hujan.

***

"Kak Rico, kakak punya refleks yang bagus ya..."
"Kamu kah yang mau nyelakain aku?!"
"Bukan kak..."
"Hahh dasar hantu nggak tahu diri! Aku nggak bakal bantu kamu!"
"Kak Rico harus bantu aku, kalau nggak nanti kakak menyesal"
"PERGI!"

Hujan masih mengguyur hingga sore hari. Aku mendengar beberapa kali atap rumahku seperti ditabrak hewan - hewan. Mungkin nanti aku akan mengeceknya setelah hujan reda. Sebenarnya aku cukup ngeri kalau ada di rumah sendirian dalam keadaan hujan seperti ini.

Aku terkejut saat petir menyambar dan menampakkan bayangan seorang pria menggunakan jas hujan dengan penutup kepala berdiri di depan jendela ruang tamu ku. Petir kedua menyambar dan menunjukkan bahwa pria itu sedang memegang pisau di salah satu tangannya. Aku langsung lari dari ruang tamu ku dan cepat - cepat mengambil HP ku untuk menelepon polisi.

"Pakk! Halo pak! Tolong saya... di depan rumah saya ada... ada orang yang mau bunuh saya pak!!"
"Halo, bapak tolong tenang dulu ya pak... kami akan kirimkan bantuan secepatnya, tolong berikan detail alamatnya ya pak" kata polisi itu.

Polisi itu terus menenangkan ku dalam teleponnya hingga aku mendengar sirine polisi yang mulai mendekat. Aku melihat ke arah luar melalui jendela kamarku dan aku melihat polisi itu sudah berada di depan rumahku, tetapi tidak ada pria yang membawa pisau itu.

Aku terus menjelaskan panjang lebar ke polisi itu mengenai apa yang barusan terjadi dan kejadian saat pria itu berhasil masuk ke dalam rumahku. Saat aku menceritakan kejadian - kejadian itu ke polisi, mataku menangkap sosok hantu perempuan itu yang melihatku dengan wajah datar dan dinginnya. Aku benar - benar tidak bisa mengartikan tatapannya itu.

***

Sekitar pukul setengah 8 malam hujan telah berhenti dan aku memutuskan untuk bersiap - siap berangkat ke stasiun radio. Setelah selesai bersiap dan saat membuka pintu rumah aku mendapati banyak sekali bangkai burung di halaman rumahku, bahkan di atap rumahku pun juga terdapat banyak bangkai burung. Aku teringat bahwa tadi aku mendengar suara atap ku seperti di tabrak hewan dan kurasa burung - burung mati itu yang sudah menabrak atapku. Sedangkan burung mati di halaman sepertinya baru karena saat polisi tadi datang, halamanku masih bersih.

Klak klak klak...

Suara seperti orang bermain di genangan air terdengar di telingaku. Aku juga mendengar gelak tawa anak kecil yang terdengar bahagia saat bermain di genangan air.

"Rico... ayo main"

Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat ada 3 anak kecil yang menatapku dengan kosong dan dingin.

"Kalian aja yang main ya" jawabku sedikit bergetar.

"Kak Rico... ayo main"

"PERGI KALIAN! JANGAN GANGGU AKU!" Aku berteriak dan dengan cepat mengendarai motor meninggalkan halaman rumahku.

***

Wajahku terlihat sangat pucat setelah melalui hari ini. Pak satpam yang biasanya ceria tiba - tiba menunjukkan wajah khawatir saat melihat wajahku yang pucat ini dan berkali - kali bertanya apakah aku tidak apa - apa. Begitu juga dengan teman - teman kantor lainnya yang terlihat khawatir melihat wajahku. Aku memang tidak apa - apa karena hari ini aku tidak mati dan bahkan pria itu hanya menunjukkan diri tapi tidak ada tindakan agresif lainnya.

"Loh Mas Rico, kok wajahnya pucat banget? Masih capek karna jalan - jalan kemarin mas?"
"Kayaknya iya El... tadi udah dapet materi dari Mas Aron?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Oh udah mas! Ini materi kita buat siaran hari ini"

Aku terus memahami dan sesekali berdiskusi dengan Nuel tentang siaran nantinya dan kami bereksperimen untuk melakukan adu pantun nantinya. Kami menyiapkan beberapa pantun untuk siaran nantinya, kami menetapkan peraturan untuk membuat sendiri dan hasil pantunnya akan benar - benar dibacakan saat siaran dimulai. Jadi sampai sebelum siaran aku tidak akan tahu Nuel membuat pantun seperti apa dan begitu juga sebaliknya.

Keadaan di stasiun radio berjalan dengan lancar sampai saat akan memasuki segmenku dan Nuel. Rasanya aku benar - benar aman jika aku berada di luar rumahku. Hal ini lah yang memotivasiku untuk bekerja keras dan selalu menabung agar bisa cepat membeli rumah atau membangun rumah jika hanya beli tanah. Yah tapi aku tetap berharap kalau orang tua ku bisa pindah ke kota ini bersamaku.

"Kak Rico, kamu lupa untuk selalu cek kasurmu ya?"

THE CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang