Pesantren

34 7 6
                                    

"Kamu tau gak, orang yang cinta sama kamu itu adalah orang yang ngingetin kamu tentang sholat."

***

Hari masih pagi, udara pun masih terasa sejuk. Tapi telinga sang bunda sudah panas seperti tengah hari mendengar ocehan dan rengekan dari purtinya.

"Bunda, aku gak mau masuk pesantren!" Rengek seorang gadis sambil terus menarik-narik lengan sang ibu.

"Di sana pasti aku kesiksa banget. Subuh-subuh udah harus bangun trus belum lagi harus ngaji dari pagi sampe malem. Apalagi kalo makan pasti diatur, aku gak bisa makan seblak lagi. Huhuhu" Gadis bernama Hasna Azkadina Khansa itu terus membayangkan betapa tersiksa dirinya berada dilingkungan pesantren yang penuh dengan aturan mulai dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi.

"Parahnya lagi aku pasti gak bisa nonton drakor dan liat appa-oppa aku" Hasna sudah terlihat ingin menangis. Membayangkannya saja sudah mengerikan apalagi jika sudah di sana, pikirnya.

"Udah diem! Kamu tuh dari tadi nyerocos terus, telinga bunda sampe sakit ini." Sentak Nisa---bunda Hasna sambil menatap jengkel ke arah putri satu-satunya itu.

"Pokoknya gak ada penawaran apapun. Kamu tetep harus pergi ke pesantren, titik!" Ucap bunda Nisa final. Membuat Hasna itu melengkungkan bibirnya ke bawah lalu meraih tangan bundanya.

"Tapi bunda, aku gak mauu" Rengeknya lagi, berharap sang ibu akan berubah pikiran dengan keputusannya.

"Udah jangan ngeluh lagi, sekarang cepetan siap-siap. Bajunya juga udah bunda siapin di kamar."

***

"Hasna mana, kok bekum turun Bun" Tanya Fariz---ayah Hasna yang baru saja datang sehabis memanaskan mesin mobilnya.

"Gak tau tuh, dari tadi belum turun juga. Mana udah telat lagi,"  Bunda Nisa melirik ke kamar purtinya sejenak lalu menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul  09.30 WIB.

Baru saja bunda Nisa hendak menyusul Hasna, tiba-tiba saja dia keluar sambil menenteng dua koper dengan kerudung pasmina yang hanya di sampirkan ke bahu tanpa peniti ataupun jarum pentul.

"Astaghfirullah Hasna, apa aja yang kamu bawa sampe dua koper kayak gitu" Bunda Nisa membelalakkan matanya sambil menggelengkan kepalanya melihat Hasna.

"Yaa, ini barang-barang aku semuanya." Jawab Hasna dengan entengnya.

"Ini lagi kerudungnya, kenapa gak pake peniti kan jadi keliatan rambutnya" Bunda Nisa menatap jengah Hasna lalu menghampirinya.

"Udahlah Bun, gini aja kerudungnya. Lagian gerah tau gak," Keluh Hasna sambil menyingkirkan lengan bundanya yang hendak membenarkan kerudung yang bertengger di kepalanya.

"Gak bisa gitu dong sayang, sana benerin lagi kerudungnya sama bunda" Hasna yang mendengar ucapan ayahnya pun langsung menundukkan kepalanya sambil berjalan lunglai ke kamarnya kembali disusul oleh sang bunda di belakangnya.

Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Hasna datang dengan kerudung yang terpakai rapih dan terjulur menutupi dadanya.

Ketika di tengah perjalanan Hasna tidak henti-hentinya merengek agar mereka tidak jadi pergi. "Janji deh aku gak bakalan nakal lagi, aku gak bakalan keluar tanpa izin dari bunda sama ayah apalagi keluar malem. Aku juga gak bakalan ganti-ganti pacar lagi, aku bakalan setia sama satu orang. Asalkan gak jadi ke pesantren nya. Ya, yah..." Segala macam cara dan janji Hasna ucapkan, tapi tidak ada respon dari keduanya.

"Yah, Bun, yaaa. Kali ini beneran deh, aku bakalan berubah." Hasna menatap ayah Fariz dan bunda Nisa secara bergantian.

"Bunda gak butuh janji kamu, gak bakalan percaya juga." Jawab bunda acuh. Sebenarnya dia juga kasihan melihat putrinya yang terus-menerus memohon, tapi ini semua juga untuk kebaikan Hasna. Ia tidak ingin Hasna terus-menerus menjadi anak yang susah diatur dan manja.

Menuju Jannah-NyaWhere stories live. Discover now