Penjelasan barusan artinya kurang lebih bermakna antara mereka belum menemukan jadwal yang pas untuk bertemu dengan Hatalla, atau ada satu alasan lain yang paling kuat dilihat dari ucapan panjang lebar relasi dari Ibu Sjahrir barusan adalah karena dia nggak punya keberanian untuk meminta bertemu langsung dengan Hatalla.

Banyak, kok, yang seperti itu dan pada akhirnya memintaku atau Deryl dan Rendy membantu mereka untuk membuat jadwal pertemuan singkat mereka dengan Hatalla.

Setelah aku mengiyakan, satu per satu orang—termasuk Ibu Sjahrir—pergi untuk menyapa tamu lain.

Oh my goodness, this is a real jackpot!

Aku menatap banyaknya kartu nama yang aku dapatkan dalam waktu singkat setelah 15 menit kedatanganku ke sini bersama Hatalla. Dan sepertinya aku bisa mengambil waktu istirahat di sini selama beberapa menit—

"Hai, Ren!"

Senyumku kembali terulas ketika aku melihat Ibu Samahita berjalan sambil melambaikan tangannya ke arahku. Aku buru-buru melangkah, menghampiri Ibu Samahita lebih dulu sebelum dia menghampiriku. "Apa kabar, Bu?" sapaku balik, menerima pelukannya.

"Baru beberapa hari lalu kita ketemu, ya, Ren? Saya baik. Kamu gimana? Baru balik udah kerja aja, ya?" Ibu Samahita memegangi kedua lenganku, mengamati penampilanku sore ini lekat-lekat dengan senyum lebar yang terulas di bibirnya.

Aku tertawa kecil, ikut memegang lengan Ibu Samahita. "Saya ada di sini, kerja seperti biasanya berarti saya baik-baik aja, Bu," jawabku membalas lewat candaan.

"Jangan tumbang dulu, ya, Ren." Ibu Samahita lalu mengajakku masuk ke dalam, mengamit lenganku sambil menyapa beberapa tamu yang kami lewati. "Temani saya di dalam saja, Ren. Di luar banyak asap rokok, saya kurang suka," ucap Ibu Samahita waktu aku menanyakan kami akan pergi ke mana.

Karena ini Ibu Samahita dan karena beliau juga ramah luar biasa, aku jadi tidak punya alasan untuk menolak tawarannya. Lagipula, aku tadinya memang mau istirahat juga, kan?

"Kamu nanti berarti ikut ke Menteng, Ren?" Kami akhirnya duduk di sofa ruang tengah, berdua saja.

Dibanding di area taman belakang dan ruang makan, area ruang tengah kediaman Cokroatmojo terlihat sepi. Cuma ada beberapa tamu yang sepertinya sedang mengangkat telepon sebelum kembali ke belakang, dan ada beberapa tamu lainnya yang baru saja datang dan melewati ruang tengah untuk bisa mengakses taman belakang—tempat di mana soiree keluarga Cokroatmojo dilaksanakan.

Menteng? Rumah Pak Jatmika dan Ibu Samahita? "Ada acara lain di sana memangnya, Bu? Setahu saya, sih, saya cuma menemani Bapak datang ke sini setelah itu..." Oh, ya, kalau diingat-ingat lagi, Hatalla memang nggak punya jadwal setelah datang ke acara soiree hari ini. "Saya belum dapat kabar apa-apa dari Pak Hatalla, sih, Bu," jelasku mencari aman.

Ibu Samahita tersenyum sambil sesekali menyapa tamu yang melewati ruang tengah dan menyapanya, "Kamu nggak tahu apa-apa karena ini rencana dadakan, sih, Ren." Pantas aja... "Tadi waktu ngobrol di teras, semuanya pada janjian buat kumpul di rumah kami. Mumpung pada di sini juga, kan?" lanjut Ibu Samahita yang gantian aku angguki.

Sebenarnya pertemuan Hatalla dan sahabat-sahabatnya bisa dibilang jarang terjadi. Bukan hanya karena kesibukan masing-masing, mereka semua juga sudah nggak tinggal lagi di satu negara yang sama. Jadi, di setiap ada kesempatan untuk bertemu—meskipun beberapa hari lalu mereka baru bertemu—Hatalla dan sahabat-sahabatnya akan mengusahakan untuk meluangkan waktu mereka untuk berkumpul.

"Ini Ibu Samahita sendirian?" tanyaku karena merasa janggal nggak menemukan anak-anak Ibu Samahita dan sahabat Ibu Samahita yang lain. "Anak-anak Ibu nggak ikut? Ibu Nana sama yang lainnya juga nggak datang?"

BELL THE CAT (COMPLETED)Where stories live. Discover now