Kedai Kak Min (2)

12 8 0
                                    

Kak Amma datang mengunjungi toko Kak Min bersama Letnan Kai. "Adik kamu bilang kamu lagi di sini, bantu renovasi," katanya agak bingung.

"Di bilang bantuin juga enggak, sih. Hanya kasih saran aja," balasku yang kembali menatap rak-rak kayu yang sudah dipasang Lofi di tembok dalam area konter, tempat untuk memajang dagangan bersifat kering atau dalam kemasan.

Hmmm, karena posisinya menghadap meja konter dan pembeli bisa melihatnya dengan leluasa, sebaiknya barang-barang yang ditaruh di sini di susun menumpuk ke atas atau ke belakang. Panjangnya tidak begitu cukup untuk menjejerkan barang ke samping.

"Aku mau es buah beku. Yang buah campur," pesan Kak Amma.

"Buah 'musim semi', 'musim gugur atau 'musim panas'?" tawar Kak Min.

Kakak terdiam sejenak. "Apa?"

Kak Min menunjuk papan tripleks dicat hijau yang menempel di belakang Kak Amma dan Letnan, berisi daftar menu khusus makanan-minuman dingin yang selesai Saga tulis dengan kapur putih. Agar menarik perhatian, laki-laki itu menumbuhkan mawar putih dan ungu rambat dari atas dan jatuh ke sisi sampingnya. Si peri ternyata jago menulis bagus dan membuat prakarya.

"Potongan buah apel, naga dan kiwi beku untuk 'musim semi'. Stroberi, Melon, dan semangka untuk 'musim panas'. Ceri, anggur dan pir untuk 'musim gugur'," baca Kak Amma.

Letnan Kai menyeletuk. "Teknik promosi yang unik. Selain mempermudah pelanggan untuk memesan, juga mudah diingat oleh anak-anak."

"Si peri mengatakan hal yang sama," kata Kak Min, terkesan biasa saja dengan usaha Saga untuk membantu tokonya.

Kakak duduk, memesan es buah beku dari semua menu, masing-masing satu untuk dua mangkuk. Letnan seperti biasa berdiri di belakang kanan sang putri Iredale. Dia kemudian ditegur Kak Min untuk duduk karena menghalangi pelanggan lain yang melihat-lihat ke dalam toko.

"Kak," panggilku. "Kalau di sebelah sini aku taruh stoples selai buah, lalu setelahnya camilan buah kering, bunga-bunga kering, dan gula batu tebu, kelihatan nyambung, gak?"

Aku tak mendengar respons dari Kakak, jadi aku menoleh ke samping, mendapatinya menatap papan menu dengan serius.

"Kak."

Dia kaget, segera menjawabku. "Y-ya? Apa, Na?"

"Kenapa bengong?"

"Enggak."

Kak Amma melirik Letnan yang sibuk sendiri, melihat Kak Min menyiapkan pesanan mereka. Dia menaruh telapak tangan di sisi bibir, gestur ingin membisikkan sesuatu. Aku pun mendekatkan telingaku. "Ibunda dan Ayahannya hendak memperkenalkanku dengan seseorang untuk pernikahan."

Mataku membulat kaget dan mulutku agak menganga, mengatakan kata terakhir tanpa menyuarakannya.

Kakak mengangguk, lanjut berbisik, "Padahal aku berniat ingin mengajak Alvin ke sini untuk memperkenalkan diri."

Kini aku menyuarakan kekagetanku. "Ha?"

Letnan dan Kak Min langsung menoleh. "Hei, aku membayarmu untuk bekerja, bukan merumpi," lontar Kak Min sambil menaruh potongan buah yang beku di wadah mangkuk keramik setelah menyiraminya dengan sirup warna merah.

"Sebentar, ini penting," ujarku ke dia, dan kembali mendekat ke Kak Amma. "Kenapa begitu? Bukankah Kakak bilang Kakak sudah move on?"

Sang putri menunjukkan raut muram. "Aku ... bohong sama diri sendiri. Kayaknya aku gak bisa. Dan aku datang ke sini untuk curhat ke kamu, Na. Biar plong gitu."

Jadi, Kak Amma bermaksud ingin meminta kesempatan kedua pada Raja Iredale?

Letnan menggeser mangkuk buah ke arah Kakak. "Putri, pesananmu akan mencair kalau tidak segera dimakan."

Kak Amma merotasikan mata sambil menarik mangkuk itu ke arahnya. "Letnan, berhentilah bersikap seperti aku adalah anak kecil nakal. Aku bisa mengurus diriku sendiri."

"Kalau bisa, setidaknya jangan mempersulit Yang Mulia Raja dan Ratu, Putri Amara. Sikap beranimu untuk terus mengunjungi mantan kekasih di Bumi secara diam-diam membuktikan dirimu adalah anak kecil nakal," balas Letnan.

Kakak melotot padanya. Oh, astaga. Kakak tertangkap basah ternyata.

Buku Harian Bumi [FF Forestesia]Where stories live. Discover now