It's all because you just startled me!

Kepalaku menggeleng, dan detik selanjutnya raut wajah Hatalla berubah cepat. OH, I GAVE THE WRONG ANSWER! "Aku cuma kaget aja-gara-gara kamu, I have been taking medications and eating," jelasku buru-buru, takut kalau Hatalla salah paham dan memperpanjang masalah yang nggak seharusnya dipermasalahkan sekarang.

Raut Hatalla berubah lega-meskipun nggak sepenuhnya terlihat begitu-dia juga menghela napasnya panjang. "Sorry, I thought you were sleeping because I called your name a few times earlier. But I guess you had so much on your mind that you didn't hear me and were startled just now."

Aku cuma diam waktu salah satu tangan Hatalla bergerak meraup kepalaku-memijatnya-pelan dan lembut. Sejak awal aku mengenal Hatalla, terlepas dari sikap menyebalkannya yang sering mengusiliku, Hatalla is a gentle-spirited man. He can be kind and caring to those closest to him, and I feel myself fortunate to have received such care from him.

"Masih pusing?" Aku mengangguk, menikmati pijatan Hatalla. "Badannya udah agak enakan belum?"

"Belum," akuku jujur. Kalau soal beginian, aku nggak pernah mencoba menutupi apa yang aku rasakan dari Hatalla. "Badanku rasanya sakit semua sekarang, tapi nggak separah sebelumnya," kataku menjelaskan kondisiku sekarang.

Hatalla lalu duduk di sisi ranjang, dia mendorong pelan kepalaku dan membuatnya bersandar di bahunya sementara itu tangannya sekarang bergerak ke belakang leher-memijatku di sana. "Kemarin kamu dapat cuti satu minggu ngapain aja memangnya? I told you to use your time off to rest and recover properly, tapi kenapa kamu jadi sakit begini sekarang, hm?"

Is he truly unaware, or is he just pretending? Gimana aku bisa istirahat kemarin di saat kepalaku dipenuhi banyak pikiran? Salah satunya, ya, masalahku dengan Hatalla.

Setelah dia meninggalkanku malam itu-I didn't want to offer him any answers, and his buddies discovered our relationship-tentu aku nggak bisa bersikap seakan semua baik-baik saja-oh, mungkin aku bisa bersikap tidak ada masalah di depan orang lain-I also blamed myself, perhaps until today.

Aku tahu dan sadar kalau akulah masalah di hubungan kami, ketertutupanku ke Hatalla yang sepertinya mulai membuat pria itu muak.

Setelah benakku dibuat sibuk, ada tambahan beban lain yang membuat benakku rasanya semakin tersiksa.

Singapore. Singapore Grand Prix. Wheel Wild. Frederic Simons.

Membayangkannya sekarang saja membuat kepalaku rasanya semakin pusing...

"Mi Reina..."

Ditambah panggilan berlebihan ini... God, my day is really colorful!

Meskipun aku sering bergidik geli karena panggilan dari Hatalla itu, senyumku masih saja terulas. "Hm..." Aku cuma bergumam sebagai jawaban.

"Nanti malam, aku sama yang lain mau ke Atlas." Kepalaku mengangguk pelan. Pergi ke salah satu bar eksklusif di Singapore itu seperti sudah menjadi kebiasaan Hatalla dan sahabat maupun rekanan bisnisnya ketika sedang berkunjung ke sini. "Aku tadi sudah bilang ke Mbak Nana untuk ngajak kamu kalau dia punya planning lain buat pergi malam ini," katanya kini beralih memelukku dan menghentikan pijatannya.

Kenapa harus merepotkan orang lain, sih? "Nggak perlu sebenernya..." Aku juga ikut melingkarkan tangan di pinggang Hatalla. "Aku kayaknya mau istirahat aja."

Meskipun keadaanku baik-baik aja nanti, aku nggak kepikiran untuk pergi ke mana-mana di saat keadaanku-lebih ke pikiranku, sih-sedang nggak baik-baik aja.

Hatalla mengangguk, dia lalu merenggangkan sedikit pelukan kami. "Nanti kalau Mbak Nana ke sini, kamu tinggal tolak aja ajakannya. Nggak usah dipaksa. Tadi aku kepikiran buat bilang ke Mbak Nana karena takut kamu sendirian di sini karena yang lain-istrinya anak-anak-pada nggak ikut ke Atlas juga," jelas Hatalla meraup sisi wajahku dan membuat tatapan kami terpaku lurus.

BELL THE CAT (COMPLETED)Where stories live. Discover now