03. SERENDIPITY

135 22 5
                                    







ACT THREE ;

ACT THREE ;

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(n). the occurrence and developments of events by chance in a happy or beneficial way




Furuya Rei / Amuro Tooru

Furuya Rei / Amuro Tooru

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌷┊ WE MESS at night



Pukul 08.34 PM.

Detak jarum jam terdengar jelas. Rei masih menatap penuh selidik raut wajah anak itu, yang sudah menormalkan wajahnya, ia mengangkat telepon itu dengan raut yang sedikit sedih.

Kau dimana!?” bentak suara begitu telepon diangkat. Tidak loudspeaker, tapi Rei bisa mendengarnya dengan jelas, tapi ia memutuskan berpura-pura tidak mendengarnya, hanya mengerjap keheranan. Picik.

Pelajar dengan surai [haircolour] itu melirik pria di dekatnya yang seolah-olah penasaran dengan itu, padahal dia sudah bisa menebak seluruh alur. “.... Aku akan pulang sebentar lagi. Jangan khawatir.”




Telepon diputuskan sepihak oleh pelajar itu, netranya sedikit sayu. Ia menyunggingkan senyuman sejenak sebelum berpamitan pada waiters tersebut. “Ah, saya dimarahi.. Maaf saya harus kembali..”

Rei mengangguk. “Apa itu tadi keluargamu?”

“Bisa dibilang..” senyumnya sambil menarik tudung hoodie, memakainya hingga menutupi separuh wajah. Desahan pelan terdengar dari mulutnya. Memasukkan tangannya kedalam kantung, ia menggerakkan kakinya dengan gerakan memutar.

“Wajar, keluargamu mencarimu, lagipula ini sudah tengah malam,” Rei tersenyum. Walau sepertinya itu tidak baik-baik saja sama sekali, yang jelas anak itu hanya merespon dengan mengangkat bahu.




“Begitulah..” ia mendudukkan dirinya sendiri ke bangku. Menunduk dalam. Membuat Rei merasa semua ini akan semakin jelas. Anak ini jelas terlihat sangat enggan untuk kembali ke rumahnya, tampak menghindar selama mungkin dari kediamannya sendiri. Bahkan menjadikan kafe ini sebagai pelarian.

Rei tahu, tentu, melihat anak itu melakukan semuanya disini, melihatnya mengerjakan tugas sekolah, menjumpai teman-temannya, bahkan berkonsultasi dengan guru tentang ujian, ia lakukan disini. Seolah-olah rumahnya benar-benar sesuatu yang tidak boleh dijamah oleh siapapun. Termasuk dirinya sendiri.



“Amuro no nii-chan!” pintu terbuka, menampakkan seorang anak lelaki yang masuk kedalam ruangan, membuat pelajar dari Teitan itu sontak tersadar, berdiri. “Saya pulang dulu, arigatou, Amuro-san, jaa ne!” tangannya menyambar tas olahraganya, berjalan cepat menuju pintu keluar Cafe Poirot, berpapasan dengan seorang anak berkacamata yang tak sempat menghindari gerakannya.

“Au! Gomennasai!” anak itu meringis begitu kepalanya tak sengaja menubruk lutut sosok jangkung yang ia tabrak. Sementara ia hanya mengangguk manis, mengusap-usap rambut anak itu dengan hangat. “Conan-kun. Jangan keluar malam-malam. Meski kafe ini hanya dibawah rumahmu. Anak kecil sekarang harusnya tidur.”



“Eeeh?! Tapi Amuro no nii-chan bilang dia akan memberiku makanan enak!” wajah anak itu mulai merajuk, tatapannya mulai memohon. Rei yang melihat pemandangan itu hanya tertawa pelan begitu ia mendapatkan tolehan tidak setuju dari pelanggan setianya. “Conan-kun, aku tidak bilang malam ini juga kan?” ia mendekati mereka berdua, menekuk sebelah kakinya dihadapan anak berkacamata bernama Conan tersebut. Menepuk-nepuk rambutnya. Dengan senyuman penuh makna.

“Aku tidak mau! Amuro no nii-chan janji!” sekarang ia berkaca-kaca. Rei tertawa canggung, ia dihadiahi tatapan datar oleh seorang pelajar yang sekarang menganggap Rei adalah seorang yang pilih kasih, ia disuruh untuk pulang sedangkan anak kecil ini justru diajak mukbang tengah malam.



Telepon di tasnya kembali berdering, remaja itu tersentak. Tangannya sedikit berkeringat, ia menoleh patah-patah ke arah tasnya.

“Sebaiknya anda pulang sekarang, [Name]-san. Saya akan mengantar Conan-kun pulang. Tidak perlu khawatir.”




Remaja itu hanya mengangguk, ia berlalu dari kafe, masih mendengar teriakan protes Conan disana. “Nggak mau!! Nggak mau!! Aku mau makan lobster!!”

Conan memukuli lengan Rei beberapa saat.

“....”







Pfft— kau memerankan seorang anak kecil dengan sangat baik, meitantei-kun.” tawa Rei terdengar begitu remaja itu hilang dibalik tikungan, ia memegangi perutnya sendiri. Sementara anak lelaki berkacamata itu, Conan hanya menatap datar. “Ttaku.”

“Jadi ne, apa tujuanmu kemari?”

“Orang itu..”

01/02/24 ; SERENDIPITY - 03.

SERENDIPITY | furuya reiWhere stories live. Discover now