2. Dari Titik Nol

7 2 0
                                    

- September 2024

Seorang pria usia 30 tahun terbirit-birit mengejar langkah atasannya yang terlihat sangat marah setelah mendengar berita yang menimpa atlet dibawah naungan perusahaannya.

"Saya tidak butuh bicara dengannya! Saya tidak mau dia ada disini lagi!" jawab Nao dengan tegas. Sebagai mantan atlet, dia mempunyai prinsip bahwa disiplin itu adalah kunci penting untuk mencapai kesuksesan. Sejak setahun dirinya menjabat sebagai Direktur Utama, sudah banyak evaluasi terhadap perusahaan yang menurutnya tidak berkualitas.

"Tapi Pak, kontrak kita dengan Dani masih panjang. Kita akan sangat rugi jika melepaskannya begitu saja." Mendengar perkataan Devon, Nao langsung menghentikan langkahnya dan menatap tajam manajer atlet yang bermasalah tersebut.

"Pak, kita membayar sangat mahal untuk bisa mendapatkan Dani," ucap Devon mencoba mengingatkan Nao walaupun ketakutan melandanya karena tatapan tajam pria chindo tersebut.

"Kamu sedang mengajari saya?" tanya Nao dengan penekanan pada pertanyaannya. Devon terdiam kaku. Rasanya nyawanya sudah hampir melayang. Tapi kilas balik perjuangannya untuk membujuk seorang Daniel Aaron Budiarta – seorang pitcher berdarah asia pertama yang masuk ke dalam club baseball New York Yankees. Namun sejak setahun yang lalu Dani memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan bergabung dalam club baseball Garuda Indonesia. Perjuangan Devon tidaklah mudah. Walaupun alasan yang dipercaya masyarakat dan media kepulangan Dani ke Indonesia karena pernikahannya dengan putri sulung pengusaha tekstil - Jordan Abraham.

Terlepas dari alasan kepulangan atlet yang dinaunginya tersebut, berhasil mendapatkan kontrak kerjasama dengan Dani adalah pencapaian terbesar Devon sepanjang karirnya sebagai manajer atlet. Dia tidak ingin kehilangan Dani. Apapun caranya akan Devon lakukan untuk mempertahankan Dani.

"Pak saya mohon pertimbangkan kembali. Saat ini Dani sedang naik daun dan pertandingan semi final ASEAN Camp sudah dekat. Kita tidak bisa kehilangan kepercayaan masyarakat terlebih lagi dalam pidato Presiden, berharap tahun ini kita bisa mendapatkan kemenangan. Semua itu ada ditangan Dani, Pak." Devon sudah memberikan alasan paling logis untuk mengubah keputusan Nao.

Nao tampak terdiam membuat Devon sedikit merasa lega. Setidaknya perkataannya sedikit bisa mempengaruhi keputusan atasannya tersebut.

"Saya akan pikirkan lagi nanti," balas Nao acuh dan pergi begitu saja. Devon terdiam bagai patung. Jantungnya seketika berhenti. Dirinya terlalu percaya diri jika kata-katanya bisa mempengaruhi Nao, nyatanya tidak.

Sial! Devon menatap kesal pada atasannya yang sangat sombong itu. Dalam khayalannya ingin sekali dirinya melakukan sleding hingga kepala pria keras kepala itu terbentur. Siapa tahu sikap keras kepalanya bisa sedikit berkurang. Nao seringkali mempersulit segala sesuatu yang seharusnya mudah diselesaikan. Baiklah, Devon harus akui bahwa perbuatan Dani yang tidak menghadiri undangan makan malam oleh Menteri Olahraga, sangatlah tidak bisa diabaikan begitu saja. Sudah sepantasnya Nao marah. Tapi Devon tidak bisa kehilangan Dani.

Akhhh!

Tiba-tiba terdengar teriakan keras dari Nao sehingga menyadarkan Devon. Ketika dirinya menatap Nao yang tersungkur dilantai dan tertimpa tong sampah, mulut Devon sontak terbuka lebar. Pasalnya apa yang dipikirkannya ingin dilakukan pada Nao, bukanlah hanya dalam khayalannya saja. Dirinya benar-benar melakukannya. Jika dalam bayangannya kepala Nao akan terbentur ke lantai, namun realitanya kaki pria itu terbentur tong sampah besi yang berada di dekat lift.

"Pa-Pak... Pak!" teriak Devon sangat histeris sambil menghampiri Nao yang kesakitan memegang kakinya.

"Pa-Pak! Maafkan saya! Pak!" teriak Devon sangat mendramatisir suasana. Beberapa karyawan yang berada dilantai itu sampai ikut panik dan melihat apa yang terjadi.

NadirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang