Chapter XII : Asal-usul Kuntilanak Hamil

Start from the beginning
                                    

***

Ya, bicara soal Dara berarti membicarakan soal kampungku. Malam itu, aku dan beberapa orang teman memutuskan untuk begadang di salah satu rumah teman. Total ada 4 orang. Aku, Adi, Dito, dan Reza. Rumah yang menjadi lokasi kami adalah rumah Adi. Di mana di bagian depannya terdapat sebuah teras yang bisa dimanfaatkan untuk tempat kita kumpul.

Malam itu merupakan hari malam kedua sejak ditemukannya mayat Dara. Memang sudah ada desas-desus di desa soal arwah Dara yang gentayangan. Tapi saat itu kami masih belum terlalu mengganggapnya serius. Lagipula lokasi tempat kami begadang jauh dari kolam ikan tempat Dara ditemukan. Ternyata kami salah!

Rumah Adi sendiri posisinya berada persis di pinggir jalan desa. Jadi posisi kamu kumpul berada di luar yaitu di pelataran yang menghadap langsung ke jalan. Selama beberapa jam tidak ada gangguan apa-apa. Hingga lewat jam 11 malam, saat suasana makin sepi.

"To, bawah, To!" ucapku sambil bermain game online bersama ketiga temanku.

"Line bawah bersihin dulu itu, awas tower!" kata Adi berusaha mengarahkan kami supaya bermain dengan benar.

Sambil fokus melihat layar handphone yang miring, sesekali kami menghisap rokok yang sejak tadi menyala. Angin dingin berhembus dari arah jalan desa. Warung depan rumah Adi sudah tutup. Lampu rumah warga lainnya juga sudah gelap dan sepi. Hanya di rumah Adi saja ada aktivitas.

Kring Kring!

Suara bel sepeda berbunyi dari arah jalan. Terlihat salah satu warga desa berpeci hitam sedang mengayuh sepeda sambil memberi senyum ke kami yang sedang bermain. Game online. Kami pun membalas senyumannya. "Mari, Pak," ucapku ramah.

Tiba-tiba bapak pengendara sepeda itu berhenti mendadak dan membanting sepedanya ke jalan. Sontak kami semua kaget dan melihat ke arahnya. Bapak-bapak itu tidak bicara apa-apa, ia langsung melepas sandal dan mengencangkan sarungnya, kemudian langsung lari terbirit-birit. Kami semua kebingungan, ada apa dengannya?

"Ngapa tuh?"

"Kenapa tuh, To?" Kami semua bertanya-tanya.

Dung indung kepala lindung

Hujan di udik, di sini mendung

Setelah bapak tadi kabur, terdengar suara wanita bernyanyi dari arah jalanan. Kami semua saling tatap dan mendengarkan secara seksama. Handphone dan game pun kami taruh di lantai. Aku menelan ludah. Suara siapa malam-malam begini? Sontak tubuhku terasa merinding. Udara juga mendadak dingin. Tidak ada satu pun dari kami yang berani menengok ke jalan.

Anak siapa pakai kerudung

Mata melirik, kaki kesandung

Pada akhirnya kami semua berdiri dan memberanikan diri menghadap ke jalanan. Mata kami melihat sesosok wanita hamil berjalan di tengah jalan desa dengan keadaan basah kuyup. Mukanya sudah sangat pucat dan ada bekas hitam di bawah matanya. Kakinya menapak di tanah tanpa alas kaki. Ekspresinya datar menatap kosong ke depan. Di kaki kakinya mengalir darah segar.

Saat kami berempat berdiri, sosok wanita itu menoleh ke arah kami dengan tatapan kosong. Kemudian berbicara dengan lirih: "Tolong anterin saya ke bidan Irna, perut saya sakit."

Saat itu kami semua akhirnya tersadar kalau itu bukan manusia melainkan arwah gentayangan yang belakangan ini menjadi perbincangan warga. "Setaaan!!!" Kami semua lari terbirit-birit dan buru-buru masuk ke rumah Adi. Sementara arwah penasaran itu masih berdiri di tengah jalan sambil memperhatikan kami.

Ternyata masuk ke rumah Adi tidak menyelesaikan masalah sama sekali. Karena saat aku intip ke luar, arwah Dara kini malah berdiri di sana dan menatap ke rumah Adi. Kami baca doa sebisanya dan berharap Dara segera pergi dari sana.

Tolong saya, tolong saya

Suara Dara masih sesekali terdengar dari luar sana. Akan tetapi mau gimana lagi, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Hingga kami semua akhirnya masuk ke kamar Adi dan meringkuk di atas kasur. Kami membatalkan agenda begadang kami dan berharap bisa tidur cepat.

***

Itu adalah salah satu cerita mengenai penampakan Dara yang kerap mengganggu warga. Kabarnya, ini bukan satu-satunya kejadian. Selama dua bulan lamanya, seluruh desa terkena teror Dara. Tidak ada yang berani keluar rumah di malam hari. Siapa pun yang keluar rumah pasti akan bertemu dengan sosok Dara di jalan atau di sawah.

Pernah suatu malam, beberapa warga dan ibu-ibu sedang ramai mengobrol di depan jalan desa. Saat itu ada resepsi pernikahan warga yang baru saja selesai. Di tengah ramainya warga dan suara orang mengobrol hingga tertawa, Dara tiba-tiba menampakkan diri di jalan dengan wujud seperti biasa. Kondisi basah kuyup sambil memegangi perut. Sontak semua warga saat itu kabur dan acara seketika bubar.

Menurut beberapa orang, ada yang berpendapat bahwa Dara belum sadar bahwa dirinya sudah meninggal. Makanya dia terus menampakkan diri ke warga untuk meminta bantuan. Setiap bertemu warga, ucapannya selalu sama. Minta di antar ke 'Bidan Irna.' Hal ini membuat Bidan Irna akhirnya memutuskan untuk pindah dari desa itu dan bertugas di desa lain karena merasa tak nyaman namanya selalu disebut-sebut oleh arwah Dara. Sejak pindahnya Bidan Irna, tidak ada lagi bidan di desa itu selama beberapa tahun. Hingga akhirnya datang bidan baru yang datang dari kota.

Teror Dara baru berhenti usai 2 bulan sejak kematiannya. Teror di desa memang sudah tidak ada. Akan tetapi, siapa pun yang berani lewat kolam ikan lokasi tempat Dara meninggal pada malam hari biasanya masih kerap diganggu oleh arwahnya. Ya, Dara masih gentayangan di kawasan kolam ikan itu. Hingga akhirnya kolam ikan itu ditinggalkan warga dan jadi terbengkalai. Sosok Dara kemudian lekat dalam ingatan warga dan menjadi urban legend yang cukup ditakuti.

Ya itulah kisah asal mula mengapa Dara menjadi arwah penasaran yang menghantui warga desa seperti yang di alami oleh bidan baru di cerita sebelumnya.

Jagad Mistis Nusantara Vol. 2 (Kumpulan Cerita Horor)Where stories live. Discover now